Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Karena generasi santai ?

Komentar lulusan akabri 1969-1978 dan perwira yang menjadi atasannya, atas hasil penelitian akabri. seorang alumni mengakui, lulusan akabri, terutama angkatan 1976 keatas, terlalu santai. (pdk)

30 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGAIMANA komentar lulusan Akabri 1969-1978 dan perwira yang menjadi atasannya, atas hasil penelitian pihak Akabri? Seorang perwira senior lulusan Akademi Angkatan Laut (sebelum dilebur menjadi Akabri) yang mempunyai banyak perwira muda, mengakui: "Lulusan Akabri, terutama angkatan 1976 ke atas, terlalu santai." Dibandingkan dengan angkatannya, yang katanya rata-rata menguasai dua bahasa asing, lulusan sekarang agak menyedihkan. Penyebab pokoknya "Soal semangat. Kami dulu benar-benar selalu menambah kekurangan ini-itu, mengikuti kursus macam-macam. Tapi kini, hanya satu, dua perwira remaja yang mau begitu." Tapi seorang lulusan Akabri Kepolisian angkatan 1978, yang kini bekerja di Kodak IX Ja-Teng, tak setuju dengan hasil penelitian Akabri itu. "Soalnya, jabatan seorang perwira remaja juga menentukan apakah ia bisa berkembang atau tidak," katanya. Memang, suasana kerja di tiap kesatuan berbeda. Ada yang mendorong seorang perwira remaja untuk maju, ada yang sebaliknya. Toh seorang rekannya, yang kini di Kowil 96 Yogyakarta, mengakui bahwa "gemblengan mental dan pelajaran praktek perlu ditingkatkan." Tapi agaknya karena dia sendiri termasuk perwira yang rajin -- suka membaca buku dan menghadiri ceramah yang menyangkut bidangnya, misalnya ceramah tentang UU Lalu Lintas yang pernah diadakan di Universitas Islam Indonesia, Yogya. Ia memang mengaku tak menguasai Bahasa Inggris, tapi bisa Bahasa Jepang dengan baik. Itu hasil kursus 9 bulan dan praktek sehari-hari. Sebab kakaknya pernah belajar di Jepang. Seorang lulusan Akabri Darat angkatan 1977 mencoba membela diri. Katanya, meski di Akabri sarana belajar lengkap, tapi pelajaran bahasa Inggris hanya 3 kali 9O menit seminggu. "Itu tak cukup. Untuk menambah belajar sendiri tak ada waktu. Pelajaran penuh dari pukul 06.00 sampai pukul 17.30. Pukul 10.00 malam kami sudah mengantuk, lantas tidur," ceritanya. Memang ia tak menceritakan, apa yang mereka lakukan antara pukul 06.00 sore sampai 10.00 malam itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus