Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lianhua Qingwen disebut bisa meringankan beberapa gejala Covid-19.
BPOM mengizinkan Lianhua Qingwen yang diimpor oleh PT Intra Aries beredar pada Juni 2019.
Komposisi Lianhua yang diimpor itu berbeda dengan yang didatangkan oleh beberapa yayasan sejak pandemi.
PERGANTIAN tahun membawa kabar baik bagi Evelynn Calyla Ellma. Hasil tes usap polymerase chain reaction (PCR) yang ia lakukan pada 31 Desember 2020 menunjukkan negatif Covid-19. “Saya lega akhirnya negatif juga,” katanya, Jumat, 8 Januari lalu.
Evelynn, 28 tahun, mengetahui ia menderita penyakit itu pada 17 Desember 2020 berdasarkan hasil tes usap PCR. Sebelumnya, ia curiga menderita penyakit baru tersebut setelah beberapa gejala Covid-19 muncul satu per satu. Dimulai dengan tenggorokan gatal yang kemudian menjadi batuk, sulit bernapas pada malam hari sampai membuatnya tak bisa tidur, lalu tak bisa mencium bau.
Sejak mulai menderita batuk itu, Evelynn membeli obat tradisional asal Cina, Lianhua Qingwen Capsules, di toko daring atau online. Ia mengetahui obat itu dari ibunya yang bercerita bahwa kawan sekantor sang Ibu menderita Covid-19. “Saya juga berpikir, penyakit tersebut berasal dari Cina, mereka pasti lebih tahu cara mengatasinya,” ujarnya. Setelah mengkonsumsi Lianhua, batuknya berkurang, bahkan sempat hilang. Ketika ia kehabisan obat itu selama tiga hari, batuk kembali menyerang.
Setelah dinyatakan positif Covid-19, Evelynn sempat mengkonsultasikan Lianhua ke dokter. Dokter itu memperbolehkan ia melanjutkan minum obat herbal tersebut satu jam setelah mengkonsumsi obat utama yang diresepkan dokter. Dokter itu, antara lain, memberinya antivirus avigan, obat sesak napas, dan vitamin dosis tinggi. “Boleh dilanjutkan minum Lianhua, tapi dokter tidak meresepkan obat itu,” tuturnya.
Sherly Meicilia, 27 tahun, juga mengkonsumsi Lianhua Qingwen Capsules ketika tahu teman yang ia temui sebelumnya positif Covid-19. Kawannya itu pula yang mengiriminya Lianhua. Ketika itu, Sherly sudah merasa mengalami radang tenggorokan dan demam. “Teman-teman yang lain juga menyarankan untuk meminum Lianhua,” ujar Sherly, yang berprofesi apoteker, Kamis, 7 Januari lalu.
Sherly kemudian dinyatakan positif Covid-19 pada 27 Desember 2020. Ia diisolasi di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Stadion Patriot Chandrabaga, Bekasi, Jawa Barat. Selain dua gejala tersebut, ia kemudian merasa pusing, kemampuan penciuman dan perasanya berkurang, lemas, serta mengalami nyeri otot. Ia mengkonsumsi obat yang diberikan dokter di rumah sakit. Ia juga tetap meminum Lianhua yang ia bawa sendiri. Menurut dia, obat tradisional itu membuat sakit kepalanya berkurang dan melancarkan buang air besar. Ia negatif Covid-19 sembilan hari kemudian.
Lianhua Qingwen Capsules adalah obat produksi Shijiazhuang Yiling Pharmaceutical Co, Ltd, Cina. Dalam kemasannya disebutkan obat itu antara lain berkhasiat menurunkan demam, mengobati influenza, batuk, nyeri tenggorokan, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan mengobati hidung tersumbat. Namun, setelah pandemi menyerang, banyak orang menggunakannya untuk mengatasi gejala Covid-19.
Ini bermula ketika para dokter di Cina antara lain menggunakan Lianhua Qingwen untuk mengobati pasien Covid-19 sejak awal wabah itu merebak pada tahun lalu. Beberapa dokter mempublikasi hasil penggunaan obat tradisional itu dalam jurnal ilmiah. Pada Juni 2020, otoritas Cina mengklaim pengobatan tradisional yang mereka gunakan, termasuk Lianhua dan beberapa obat lain, mampu menyembuhkan Covid-19 hingga 92 persen.
Sebelum klaim tersebut muncul, beberapa lembaga di Indonesia mendatangkan obat itu ke Tanah Air. Beberapa di antaranya adalah Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang bekerja sama dengan Sinar Mas Group dan Artha Graha Peduli Foundation. Obat yang didatangkan langsung dari Cina tersebut dibagikan secara cuma-cuma ke masyarakat. Artha Graha yang mendatangkan obat itu sejak April 2020, misalnya, membagikan hingga 150 ribu boks besar Lianhua ke masyarakat. “Buddha Tzu Chi yang mengurus izin kedatangannya,” ujar juru bicara Artha Graha Group, Hanna Lilies Puspawati, Kamis, 7 Januari lalu.
Menurut dokter dari Artha Graha, Aulia Wijaya, mereka memilih Lianhua lantaran terbukti bisa mengatasi wabah infeksi saluran napas severe acute respiratory syndrome (SARS) di Cina pada 2003. Baik SARS maupun Covid-19 sama-sama disebabkan oleh kelompok virus corona. SARS disebabkan oleh virus SARS-CoV, sedangkan Covid-19 oleh virus SARS-CoV-2. Obat tersebut bisa digunakan sebagai pendamping dari obat utama yang diresepkan dokter. “Sejauh ini, untuk pencegahan atau mengatasi gejala Covid-19 yang ringan, hasilnya oke,” tutur Aulia, Kamis, 7 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengobatan pasein Covid 19 menggunakan obat Linahua Qingwen, di Cina, April 2020. en.yiling.cn/Shijiazhuang Yiling Pharmaceuti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Managing Director Sinar Mas Saleh Husin mengatakan Sinar Mas membagikan Lianhua ke berbagai lembaga dan perorangan, di antaranya pesantren, perusahaan media, dan Kepolisian Daerah Sumatera Selatan. “Kami tanya dulu, mau enggak kami kasih? Sampai sekarang banyak yang meminta,” ujarnya, Kamis, 7 Januari lalu.
Adapun Andre Zulman dari Sekretariat Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengatakan Buddha Tzu Chi tak bersedia diwawancarai terkait dengan Lianhua. “Karena terkait dengan obat Lianhua tersebut, kami tidak kompatibel untuk sampaikan manfaat dan lain-lain,” tuturnya melalui pesan WhatsApp, Rabu, 6 Januari lalu.
Menurut guru besar paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama, saat ini belum ada obat khusus untuk Covid-19. Para dokter menggunakan obat penyakit lain yang sudah ada sebelumnya untuk mengatasi penyakit tersebut. “Semuanya masih mencoba,” katanya.
Namun untuk Lianhua Qingwen, menurut Tjandra, baik Badan Kesehatan Dunia (WHO), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, maupun organisasi perhimpunan profesi di Indonesia belum ada yang mencantumkan obat itu sebagai pilihan untuk mengatasi Covid-19. “Kalau ada obat lain masuk, ada BPOM yang bisa menilai apakah obat itu aman atau tidak,” kata mantan Direktur Penyakit Menular WHO Regional Asia Tenggara itu, Rabu, 6 Januari lalu.
Sekretaris Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlang Samoedro mengatakan lima perhimpunan sudah dua kali merevisi pedoman tata laksana Covid-19 sampai Desember 2020. Namun, dari sekian kali perubahan tersebut, mereka tidak mencantumkan Lianhua sebagai pilihan. “Lianhua bukan obat utama,” ucapnya, Rabu, 6 Januari lalu. Lima organisasi profesi yang menyusun pedoman itu adalah PDPI, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia, serta Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Dalam pedoman edisi ketiga yang terbit pada Desember 2020, kelima organisasi profesi tersebut antara lain mencantumkan azitromisin untuk mengatasi infeksi bakteri, favipiravir (avigan) atau remdesivir sebagai antivirus, dan vitamin C dosis tinggi. Dalam pedoman itu juga disebutkan obat-obatan suportif, baik tradisional (fitofarmaka) maupun obat modern asli Indonesia yang teregistrasi di BPOM, dapat dipertimbangkan untuk diberikan kepada pasien. Namun konsumsinya tetap memperhatikan kondisi klinis pasien. “Lianhua itu seperti jamu. Kalau Anda percaya, ya silakan,” ujarnya.
Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan hingga saat ini BPOM tidak pernah memberikan persetujuan klaim khasiat obat herbal yang ditujukan untuk mengatasi Covid-19. “Kami mengimbau masyarakat agar jangan mudah terkecoh oleh iklan maupun pernyataan seseorang yang mengatakan bahwa obat herbal ampuh mengobati Covid-19,” tuturnya, Jumat, 8 Januari lalu.
Khasiat Lianhua, menurut dia, adalah membantu meredakan panas dalam yang disertai tenggorokan kering dan membantu meredakan batuk. Gejala itu dialami oleh sebagian penderita Covid-19. Obat itu dapat meringankan gejala, tapi tidak mengobati Covid-19.
BPOM mengizinkan Lianhua Qingwen Capsules beredar pada Juni 2019. Izin ini diberikan kepada produk yang diimpor oleh PT Intra Aries dengan nomor registrasi TI144348471. Ketika pandemi melanda, beberapa lembaga seperti Buddha Tzu Chi dan Artha Graha Peduli meminta izin mendatangkan obat tersebut. Persetujuan itu diberikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atas rekomendasi BPOM.
Komposisi Lianhua yang diimpor oleh PT Intra Aries dengan yang didatangkan oleh beberapa lembaga tersebut setelah pandemi berbeda. Dalam surat BPOM kepada BNPB pada 29 Mei 2020 perihal koordinasi pengawasan masuknya Lianhua untuk penanganan dampak Covid-19, BPOM menyebutkan obat yang didatangkan oleh beberapa organisasi itu mengandung ephedra dan menthol.
Dalam surat yang ditandatangani Penny Lukito itu disebutkan bahwa BPOM melarang penggunaan moxibustion ephedra (Ephedra spp) dalam obat tradisional karena adanya efek samping yang dihubungkan dengan serangan jantung dan stroke. Adapun menthol dilarang ditambahkan dalam produk tradisional, baik oleh BPOM maupun Kementerian Kesehatan, kecuali sebagai perisa dengan batas maksimal 14 miligram per hari.
Karena itu, BPOM mensyaratkan lembaga yang mendatangkan obat tersebut antara lain berkomitmen menempelkan stiker kegunaan, cara penggunaan, komposisinya dalam bahasa Indonesia, serta mencantumkan stiker dalam kemasannya dengan tulisan “Produk donasi, tidak untuk dijual” dan “Hati-hati dalam penggunaan harus dalam pengawasan dokter”.
Irine, 33 tahun, salah seorang penyintas Covid-19, memilih tak menggunakan Lianhua karena alasan kandungan ephedra itu. Ia juga menanyakan kawannya dari Taiwan tentang obat tersebut di negara tersebut. “Di sana seperti obat warung biasa, seperti parasetamol,” ujarnya, Rabu, 6 Januari lalu.
NUR ALFIYAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo