Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Gubernur Rusli Habibie diduga menerima transfer US$ 85 ribu pada fase awal proyek Gorontalo Outer Ring Road.
Pemerintah Provinsi Gorontalo ditengarai mengeluarkan biaya ganti rugi untuk tanah negara yang dilalui proyek GORR.
Kejaksaan Tinggi Gorontalo menyatakan belum menemukan bukti keterlibatan Gubernur Rusli Habibie dalam korupsi proyek GORR.
BUAH kelapa kering berserak di kedua ruas jalan lingkar luar Gorontalo yang melintasi Desa Ombula dan Desa Huidu, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo. Hanya satu-dua pengendara melewati jalan aspal yang permukaannya bergelombang itu pada Kamis, 7 Januari lalu.
Desa Ombula terletak di ujung jalan yang kerap disebut Gorontalo Outer Ring Road (GORR) itu. Dimulai dari Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango, jalan sepanjang 26,7 kilometer tersebut membelah tiga gunung, satu sungai besar, dan persawahan.
Kepala Desa Huidu Muhtar A.M. Mahune mengatakan jalan GORR seharusnya terbentang hingga 43 kilometer melewati desanya dan Desa Ombula. Namun pembangunan proyek terhambat kendala pembebasan lahan. Akibatnya, jalur GORR berakhir di Desa Ombula, tetangga Desa Huidu. “Di desa kami ada 35 lahan yang dibebaskan,” ujar Muhtar, Kamis, 7 Januari lalu.
Menurut dia, sebagian lahan yang dibebaskan berstatus tanah negara yang sudah dimanfaatkan masyarakat secara turun-temurun. Pemerintah Provinsi Gorontalo diduga membayar tanah milik negara itu dengan harga berkisar Rp 20 ribu-Rp 125 ribu per meter persegi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gubernur Gorontalo Rusli Habibie (kanan) meninjau proyek pembangunan jalan Gorontalo Outer Ring Road , Kamis (3/1/2019)./Dok. Humas Pemprov Gorontalo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Provinsi Gorontalo bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membangun jalan GORR sejak 2014. Nilai proyek mencapai Rp 3 triliun. Proses pembebasan lahan dimulai setahun sebelumnya. Sejak terpilih pertama kali pada 2012, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie menggagas pembangunan GORR untuk mengurai kemacetan dari Bandar Udara Djalaludin di Kabupaten Gorontalo ke pelabuhan di Kota Gorontalo.
Proses pembebasan lahannya ditengarai bermasalah. Kejaksaan Tinggi mengusut dugaan penyimpangan pengadaan lahan GORR pada periode 2014-2017 sejak 2018. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 43,3 miliar. Muhtar A.M. Mahune menjadi salah satu saksi kasus ini.
Penyidik juga memeriksa Gubernur Rusli pada Mei 2019. “Ada 22 kilometer lahan yang diduga menggunakan tanah negara yang seharusnya tidak dibayar,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Gorontalo Mohammad Kasad.
Setahun menyelidiki perkara ini, jaksa menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Gorontalo Asri Wahjuni Banteng; Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Gorontalo Gabriel Triwibawa; konsultan appraisal Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Anas Karim Rivai dan Rekan, Farid Siradju; dan koordinator lapangan KJPP, Ibrahim. Ketiganya menjadi terdakwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Gorontalo sejak Desember 2020. Adapun berkas perkara Gabriel masih dalam penyidikan.
Kejaksaan menengarai proyek GORR bermasalah sejak tahap perencanaan. Gubernur Rusli tak melibatkan Wali Kota Gorontalo, Bupati Gorontalo, dan Bupati Bone Bolango saat merancang proyek GORR dan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah serta Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi Gorontalo.
Kejaksaan menganggap tindakan ini melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Proyek GORR juga tidak disertai analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), meskipun pembangunan jalan dilakukan di atas kawasan hutan lindung. “Tanpa kajian amdal, Gubernur Gorontalo menerima hasil perencanaan proyek yang dibuat Dinas Pekerjaan Umum,” demikian yang tertulis dalam dokumen mengenai penyelidikan yang diperoleh Tempo.
Gubernur Gorontalo periode 2007-2012, Gusnar Ismail, mengatakan sebenarnya proyek jalan yang menghubungkan bandara dengan Kota Gorontalo sudah diusulkan di masa pemerintahannya. Ia menyebut proyek sebagai Jalan By Pass. Program ini tidak membuka jalan baru seperti Gorontalo Outer Ring Road, melainkan melebarkan jalan. Itu sebabnya pemerintah tak berencana membangun jalan di atas hutan lindung. “Saya ingin membangun infrastruktur yang bisa dilakukan secara cepat,” ucap Gusnar.
Pemerintah Gorontalo sebenarnya sudah menggelar studi kelayakan pembangunan GORR dengan anggaran Rp 3,5 miliar. Hasil studi kelayakan itu mengusulkan trase jalan GORR sepanjang 45,3 kilometer dan merekomendasikan pembuatan amdal karena melewati hutan lindung. “Berdasarkan kajian studi kelayakan, ada trase jalan yang melintasi kawasan hutan lindung,” ujar jaksa Mohammad Kasad.
Dalam tahap persiapan proyek GORR, kejaksaan juga menemukan pendataan awal nama pemilik lahan yang akan dibebaskan sebanyak 1.818 orang tidak didasari data kartu tanda penduduk. Pendataan hanya didasari pengakuan warga dan perangkat desa. Data awal tim persiapan itu juga tidak dilengkapi keterangan status, bukti kepemilikan, dan penguasaan tanah.
Penyidik menemukan pelanggaran lain pada tahap perencanaan proyek GORR. Kepala Wilayah Badan Pertanahan Gorontalo Gabriel Triwibaya diduga tidak meneliti dan memeriksa secara detail dokumen tanah. Bersama tim persiapan proyek dari provinsi, Gabriel membebaskan lahan 1.184 orang dengan biaya Rp 116,27 miliar.
Masalahnya, sebagian besar orang yang menerima ganti rugi tidak memiliki keterangan atas status tanah dan surat kepemilikan. “Hanya ada 100 orang yang diketahui memiliki keterangan kepemilikan,” ujar Kasad. Sisanya diduga pengelola tanah negara karena tidak memiliki alas hak tanah.
Kepala Desa Huidu Muhtar A.M. Mahune mengakui, dari 35 lahan yang dibebaskan dalam proyek GORR, sebagian merupakan tanah garapan turun-temurun. Menurut dia, petugas appraisal lahan dari pemerintah Gorontalo tidak pernah bertanya soal alas hak kepemilikan lahan.
Petugas appraisal hanya mengumpulkan mereka di balai desa lalu mensosialisasi ganti rugi pada 2014. “Kami sempat bertanya bagaimana proses ganti rugi. Semua hal, termasuk harga, ditentukan oleh petugas,” ucapnya. Satu bidang lahan biasanya dikelola oleh tiga orang. Mereka umumnya tidak mengetahui riwayat kepemilikan tanah.
Pembangunan Gorontalo Outer Ring Road, Januari 2019./Dok. Humas Pemprov Gorontalo
Untuk membayar ganti rugi, petugas membawa pegawai Bank BRI ke balai desa. Mereka membuatkan warga desa buku rekening untuk menampung uang ganti rugi. Muhtar mengaku tidak tahu berapa jumlah ganti rugi tiap pengelola lahan karena langsung masuk ke rekening masing-masing. Muhtar tidak termasuk penerima ganti rugi.
Ia mengatakan penduduk desa tidak pernah memprotes karena menganggap penggusuran merupakan proyek pemerintah. Itu sebabnya ia kaget saat penyidik kejaksaan memanggilnya untuk diperiksa. “Karena waktu proses sosialisasi, kami ikut saja apa kata petugas,” ucapnya.
Setelah diperiksa sebagai saksi di Kejaksaan Tinggi Gorontalo pada Mei 2019, Gubernur Rusli Habibie mengatakan penyidik melontarkan 20 pertanyaan soal proyek GORR. Ia mengatakan tetap akan melanjutkan pembangunan proyek ini. Ditemui Tempo setelah menunaikan salat Jumat di dekat kediamannya, Gubernur Rusli enggan mengomentari kasus ini. “Saya sudah diperiksa kejaksaan,” ujar Rusli, Jumat, 8 Januari lalu.
• • •
KEJAKSAAN Tinggi Gorontalo tak kunjung membuka penyidikan baru dalam kasus pengadaan lahan proyek jalan lingkar luar Gorontalo. Hingga awal Januari ini, kejaksaan baru menjerat empat orang yang diduga terlibat korupsi. Kejaksaan sebenarnya pernah mengindikasikan peran Gubernur Rusli Habibie di pusaran kasus ini.
Kejaksaan meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menganalisis rekening Gubernur Rusli dan keluarga. “Sebelumnya kami sempat juga mendapatkan informasi soalnya adanya aliran dana yang masuk ke rekening Pak Rusli,” ucap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Gorontalo Mohammad Kasad, Jumat, 8 Januari lalu.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Tempo, terdapat sejumlah setoran tunai yang berdekatan dengan periode awal pelaksanaan proyek GORR. Dokumen itu turut membeberkan berbagai transaksi berlapis yang dianggap mencurigakan di rekening Rusli.
Transaksi itu di antaranya dua setoran tunai ke rekening BCA bernomor 07xx500xxx2 atas nama Rusli sebesar Rp 400 juta oleh PT CMP yang bergerak di bidang konstruksi pada 12 April 2012. Keterangan setoran mencantumkan “fashion/gubernur”.
Ada juga setoran tunai sebanyak lima kali ke rekening tabungan Bank Mandiri atas nama Rusli Habibie dengan total US$ 85 ribu pada 20 Desember 2012. Transaksi tersebut terindikasi mencurigakan karena terjadi menjelang dimulainya proyek pembebasan lahan jalan GORR.
Transaksi lain yang dianggap janggal berupa setoran tunai ke rekening BCA atas nama Rusli senilai Rp 700 juta pada 11 Juli 2016. Transfer itu mencantumkan keterangan “Dari Tabungan BRI Cabang Gorontalo”. Setelah ditelusuri, tidak ada penarikan uang dari BRI Gorontalo senilai uang setoran pada periode tersebut.
Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK M. Natsir Kongah enggan menjelaskan transaksi janggal di rekening Rusli. “Mohon maaf, kami tidak dapat memberikan informasi terkait dengan nama orang per orang atau lembaga, kecuali kepada penyidik,” ujar Natsir.
Gubernur Rusli membantah dugaan adanya aliran mencurigakan di rekeningnya. “Tidak ada aliran dana. Tidak ada,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Gokar Gorontalo itu kepada Tempo, Jumat, 8 Januari lalu.
Mohammad Kasad mengatakan dugaan transaksi janggal tersebut sempat ditanyakan saat Rusli diperiksa pada 2019. “Dari hasil konfirmasi, dana itu disebut hasil menjual aset tanah beliau ke Bank Indonesia,” ujarnya.
Meski sejumlah bukti telah mengerucut, kejaksaan menyatakan belum akan menjerat Gubernur Rusli. “Teman-teman penyidik belum menemukan bukti Gubernur Rusli terkait dengan korupsi proyek GORR,” ujar Kasad.
Budhy Nurgianto (Gorontalo)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo