Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Lain ras, lain dosisnya

Metabolisme etnis berbeda, maka dosis obat pun tidak bisa sama. karena itu, orang Indonesia yang berobat ke luar negeri seharusnya waspada.

13 November 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEROBAT ke luar negeri ke Eropa misalnya tidak dengan sendirinya menjanjikan kesembuhan bagi pasien Indonesia. Kali ini masalahnya terpaut pada obat dan metabolisme. ''Setiap etnis mempunyai kemampuan metabolisme sendiri-sendiri. Maka, akan sangat berbahaya memberikan dosis obat yang sama kepada orang yang berasal dari etnis berbeda,'' demikian salah satu informasi penting yang dikemukakan Profesor Folke Sjoqvist, dalam Kongres Farmakologi Klinis dan Terapis, di Yogyakarta pekan lalu. Untuk menunjang pendapatnya, guru besar farmakologi klinis dari Institut Karolinska Swedia itu memaparkan hasil penelitian tim yang dipimpinnya tahun lalu. Jumlah pasien yang diteliti mencapai hampir 2.000 orang 695 orang Cina dan 1.011 orang Swedia. Kepada mereka diberikan obat antihipertensi, obat depresi, obat psikosis, dan obat penenang dengan dosis yang biasa diberikan kepada pasien Swedia. Hasilnya menunjukkan, kemampuan metabolisme orang Cina terhadap obat lebih rendah daripada bangsa Swedia. Perbedaan ini, menurut Sjoqvist, disebabkan oleh pengaruh efektivitas enzim cytochrome P-450. Enzim tersebut terdapat dalam tubuh, terutama pada organ hati. Fungsinya adalah melakukan metabolisme agar obat yang larut dalam lemak kemudian bisa larut dalam air. Dengan kemampuan metabolisme tersebut, kelebihan obat secara otomatis akan keluar lewat air seni. ''Ternyata kemampuan cytochrome pada ras Eropa dan Asia sangat berbeda,'' kata Sjoqvist. Jika kemampuan metabolisme etnis Asia lebih rendah daripada etnis Eropa, tapi dosis obat yang ditelan sama, akibatnya jelas: pasti terjadi penumpukan obat yang lebih banyak pada orang Asia. Akibat selanjutnya, efek samping obat lebih besar pada orang Asia daripada ras Eropa. Padahal, obat yang masuk ke tubuh harus seimbang dengan kemampuan tubuh membuang sisa obat yang mengandung bahan beracun itu. ''Jadi, tidak boleh dosis obat untuk orang Eropa disamakan dengan dosis untuk orang Asia,'' kata Sjoqvist. Celakanya, sebagian besar dokter menulis resep sama rata, baik untuk orang Eropa maupun orang Asia. Apalagi dosis obat dibuat hanya berdasarkan berat badan, usia, dan jenis kelamin. Sjoqvist memperkirakan, kalau orang Indonesia berobat ke Eropa, bisa jadi mereka menelan obat dengan dosis terlalu tinggi hal yang pasti merugikan pasien. Pendapat tersebut didukung Dokter Budiono Santosa, farmakolog klinis dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Dia berpesan agar orang Indonesia lebih berhati-hati kalau berobat ke luar negeri. ''Pasien Indonesia tak perlu memberikan kepercayaan seratus persen pada praktek pengobatan di Barat, karena dosis obatnya bisa tidak sesuai dengan kebutuhan orang Indonesia,'' katanya. Selain itu, Budiono menduga, pemberian obat yang melebihi dosis juga terjadi di sini. Sebabnya, banyak dosis obat yang diberikan di Indonesia berdasarkan standar Eropa. Obat TBC, misalnya, biasa diberikan kepada pasien Indonesia dengan dosis 450 mg, padahal dosis itu merupakan standar Eropa. Budiono berpendapat, untuk mengatasi kelebihan dosis ini, farmakolog di sini harus menentukan sendiri standar dosis obat bagi orang Indonesia. ''Selain lebih aman dari efek samping, harganya juga akan lebih murah,'' katanya yakin. Tak jelas, mengapa gagasan yang bagus ini tidak direalisasikan sejak dulu- dulu. GT dan R. Fadjri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus