Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Berbagai pelanggaran lalu lintas oleh wisatawan asing di Bali memunculkan rencana larangan rental sepeda motor.
Pengusaha keberatan karena akan mematikan mata pencarian mereka.
Usaha rental sepeda motor di Bali muncul pada 1980-an.
Siang mulai menjelang saat sepasang turis asing memasuki garasi berisi puluhan sepeda motor itu. Di muka gerai yang berlokasi di Jalan Danau Tamblingan, Sanur, Denpasar, tersebut, terpampang keterangan CV Bali Setia Motor dan "Rent Motor Bike".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah berbincang singkat, si wisatawan menunjukkan surat izin mengemudi (SIM) dan paspor, yang kemudian diambil fotonya. “Satu hari saja,” kata pria kulit putih itu menjawab pertanyaan pegawai soal durasi peminjaman, Rabu, 15 Maret 2023. Transaksi berlangsung secara online. Setelah kunci sepeda motor dan helm berpindah tangan, pasangan itu langsung melaju di aspal mulus Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
I Wayan Sukerena, pemilik rental sepeda motor, merintis usaha itu sejak 1980-an, saat masih berusia 19 tahun. “Awalnya diajak kakak misan untuk cari tamu di hotel,” katanya kepada Tempo.
Saat itu, Sukerena melanjutkan, jumlah penyewaan sepeda motor masih bisa dihitung jari. Kini, mereka tersebar dan menumpuk di semua wilayah pariwisata Bali, dari Sanur, Kuta, Ubud, hingga Lovina di Singaraja. Penyewa kebanyakan merupakan wisatawan mancanegara. Paling banyak dari Australia.
Suasana penyewaan kendaraan di garasi milik CV Bali Setia Motor di Jalan Danau Tamblingan, Sanur, Denpasar, 15 Maret 2023. Tempo/Rofiqi Hasan
Saking banyaknya, para pengusaha sempat mendirikan organisasi bernama Bakor alias Badan Koordinasi. Sukerena sempat pula menjadi pengurus. “Untuk koordinasi dan pembinaan kalau ada aturan-aturan baru,” ujarnya.
Namun organisasi itu minim aktivitas seiring dengan pasang-surut pariwisata Bali. Puncaknya saat Bom Bali 2002 dan 2005 yang membuat turisme di sana mati suri.
Setelah situasi membaik, bisnis rental sepeda motor di Bali mulai menggeliat, tapi tak seramai sebelum tragedi tersebut. Usaha mereka kembali lumpuh selama masa pandemi Covid-19. “Untuk membayar pajak sepeda motor saja, kami hampir tak kuat,” kata Sukerena.
Bali kembali bernapas lega selepas masa pandemi, terutama saat pemerintah menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di sana pada November lalu. Ketika itu, terjadi booming permintaan sepeda motor sewaan. Berkeliling Pulau Dewata naik skuter otomatis menjadi tren baru. Selain menjadi bahan foto-foto ciamik untuk dipamerkan di media sosial, biaya sewa motor jauh lebih fleksibel dan murah ketimbang mobil.
Satu Honda Vario, misalnya, bisa ditebus dengan Rp 75 ribu per hari. Itu merupakan varian termurah. Jenis sepeda motor termahal adalah Yamaha XMax seharga Rp 350 ribu per hari.
Rental sepeda motor di Bali menjadi polemik karena penyewanya kerap melanggar lalu lintas, dari menggunakan pelat nomor palsu, tidak berhelm, tidak memiliki SIM, hingga tidak membawa paspor. Gubernur Bali Wayan Koster pun hendak melarang turis asing menyewa kendaraan bermotor. Apalagi sepeda motor bukan termasuk kendaraan pariwisata.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mendukung rencana tersebut dan menyebutnya sebagai upaya pelindungan pengguna jalan. Namun dia juga meminta larangan itu diambil lewat pengkajian komprehensif. Sebab, usaha rental sepeda motor melibatkan banyak orang dan tenaga kerja.
Salah satunya adalah Sukerena. Dia mengatakan gerainya hanya melepas sepeda motor kepada wisatawan yang memiliki dokumen lengkap, termasuk SIM internastional, dan selalu mengenakan helm.
Di sisi lain, dia melanjutkan, pelaku bisnis ini kian marak. Dengan hanya bermodalkan dua atau tiga sepeda motor, seseorang bisa membuka lapak di tepi jalan. Ada pula penginapan kecil yang menyediakan sepeda motor sewaan. Syarat-syarat penyewaan pun jadi longgar.
Sukerena keberatan akan rencana larangan penyewaan sepeda motor di Bali. Dia mengatakan, jika penyewa ugal-ugalan, petugas yang berkewajiban menindak mereka. Jika wisatawan asing dilarang menyewa, dia memperkirakan bisnisnya bisa kolaps. "Sebab, penyewanya 75 persen turis asing," ujarnya.
ROFIQI HASAN (DENPASAR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo