Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Letterer-siwe. Nama itu terdengar unik, tapi setiap kali mengingatnya, Wuri Handayani bergidik. ”Seram banget,” ujar ibu berusia 33 tahun ini. Letterer-siwe bukan nama pembunuh berdarah dingin yang memakan organ korbannya seperti Hannibal Lecter, tokoh rekaan Thomas Harris. Ini adalah nama penyakit.
Bagi ibu dari bayi perempuan yang baru berusia lima bulan dan pernah dua kali keguguran, wajar jika Wuri ngeri. Letterer-siwe merupakan penyakit mematikan yang umumnya menyerang bayi di bawah dua tahun. Tanda-tanda awalnya sering dianggap sepele, yaitu bercak-bercak merah seperti biang keringat. Yang lebih mengerikan lagi, ternyata informasi tentang penyakit ini sangat minim. ”Ini penyakit sangat langka,” kata ahli kesehatan anak, dr. Purnamawati S. Pujiarto, SpAK MMPed.
Wuri memperoleh informasi tentang penyakit ini dari milis Balita Anda sebulan yang lalu. Sejak setelah melahirkan, karyawati sebuah perusahaan swasta ini menjadi anggota milis yang dapat memberikan informasi seputar kesehatan bayi. Melalui diskusi di milis, Wuri banyak tahu soal perkembangan buah hatinya, terutama berbagai penyakit yang siap mengintai. Nah, letterer-siwe adalah ”pengetahuan baru” baginya.
Kisah tentang bayi yang menderita letterer-siwe telah menghangatkan diskusi di beberapa milis kesehatan selama sebulan ini. Intinya, seperti diceritakan oleh si penulis surat elektronik, penyakit tersebut menggerogoti tubuh mungil si bayi selama berbulan-bulan. Awalnya, muncul kerak di kepalanya, yang berkembang ke sekitar alis mata. Lantas muncul bintik-bintik merah di sekitar leher dan terus merembet ke perut dan punggung.
Mulanya, si bayi diduga terkena penyakit kulit dan alergi—ini dugaan umum terhadap penderita letterer-siwe. Kemudian kondisinya kian menurun. Tubuhnya memucat akibat kadar hemoglobin dan trombosit dalam darahnya anjlok. Bocah malang itu malah sempat mengalami pendarahan hebat. Usianya belum genap setahun ketika maut akhirnya menjemput pada awal 2007.
Ternyata bukan hanya Wuri, sebagai ibu dan orang awam, yang minim informasi tentang letterer-siwe. Para dokter pun tidak memiliki cukup banyak pengetahuan tentang penyakit yang diberi nama berdasarkan nama penemunya, yaitu E. Letterer (1924) dan S.A. Siwe (1933), itu. Purnamawati mengakui letterer-siwe termasuk penyakit yang jarang sekali ditemukan. Menurut penelitian yang ada, angka keterjangkitannya (prevalensinya) di dunia adalah satu per 200 ribu anak. Tak mengherankan bila kehadirannya sering luput dari perhatian.
Apalagi, penyebab penyakit ini juga masih belum terlalu terang-benderang. Soal mengapa korban keganasan penyakit ini adalah bayi di bawah dua-tiga tahun juga masih tanpa jawaban. Angka kematiannya pun tinggi, sekitar 70 persen. Bahkan berdasarkan beberapa jurnal, yang jumlahnya juga masih sedikit, walau letterer-siwe ditangani dan diobati dokter, kemungkinan penderita letterer siwe melewati usia lima tahun cuma 50 persen. ”Masih banyak yang tak jelas,” kata Purnamawati.
Walau begitu, dari segala ketidakjelasan, dunia kedokteran telah memiliki sejumlah pengetahuan tentang letterer-siwe. Yang diketahui, penyakit ini muncul ketika salah satu jenis sel darah putih yang disebut histiosit berkembang biak tak terkendali—belum diketahui pasti mengapa itu bisa terjadi. Sel darah putih berguna untuk pertahanan tubuh dari berbagai serangan penyakit. Namun, perkembangbiakan histiosit yang luar biasa justru buruk, karena dia berbalik menyerang berbagai organ tubuh, terutama kulit, kelenjar getah bening, limpa, hati, dan paru. ”Perjalanannya boleh dibilang fatal, ganas, ibarat kanker,” kata Purnamawati. Bila tak ditangani, dalam hitungan bulan, nyawa bisa melayang.
Seperti disebut di atas, gejala awal penyakit ini adalah kemunculan sisik di kulit kepala yang membentuk semacam kerak. Selain itu, muncul bintik-bintik merah (ruam) yang terasa gatal di telinga, wajah, lipatan leher dan perut. Munculnya kerak dan ruam, menurut Purnamawati, diperkirakan akibat penumpukan sel-sel histiosit itu. Gejala seperti ini sering disalahartikan seba-gai penyakit kulit atau alergi biasa.
Jika diperiksa lebih diteliti dengan rontgen dan CT scan, akan tampak pembengkakan di sejumlah organ seperti hati dan limpa. Pembengkakan ini terjadi akibat serangan histiosit yang sudah berkembang berlebihan itu. Sedangkan si penderita terlihat pucat karena anemia dan neutropenia (jumlah sel darah putih rendah). ”Karena invasi sel histiosit, sumsum tulang tak bisa memproduksi sel darah lainnya,” katanya. Untuk menekan pertumbuhan sel-sel itu, penderita perlu menjalani kemoterapi dan mengkonsumsi obat steroid (obat antiradang).
Menurut Dr. dr. Abidin Widjanarko, SpPD, konsultan hematologi-onkologi medik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, letterer-siwe juga dikenal sebagai Histiositosis X. Huruf X menunjukkan bahwa penyebab dan perkembangan penyakit ini masih belum jelas.
Lebih jauh, Abidin yang ahli darah dan kanker itu menjelaskan, letterer-siwe masuk dalam keluarga penyakit histiositosis sel langerhans. Dia memiliki dua ”saudara”, yaitu penyakit Hand-Schüller-Christian dan Granuloma Eosinofilik (lihat boks: Dua Kerabat Letterer-Siwe). Keduanya ber-kaitan dengan perkembangan sel-sel darah yang abnormal, hingga menyerang kelenjar di dasar otak , kelenjar getah bening, dan kelenjar tiroid atau gondok. Gejala awal juga ditandai dengan kelainan pada kulit.
Dua ”saudara” letterer-siwe bisa men-jadi penyakit ringan dan bisa sembuh dengan sendirinya, namun ada juga yang berat. Perkembangannya juga beragam, ada yang berkembang perlahan selama puluhan tahun, tapi ada yang cepat. ”Letterer-siwe tergolong yang progresif dan paling parah dibanding dua lainnya,” katanya.
Letterer-siwe masih misterius. Tak banyak literatur yang membahas tuntas kelainan ini. Penelitian yang sudah dilakukan pun masih dalam skala kecil. ”Belum ada penelitian jangka panjang; hasilnya masih kurang jelas,” kata Abidin, yang juga yakin bahwa data jumlah penderita di dunia dan juga di Indonesia belum ada.
Walau begitu, jangan karena langka kemudian letterer-siwe diabaikan. Kelangkaan dan misteri penyakit ini justru harus membuat para dokter memperbarui ilmu. ”Para dokter memang masih harus terus belajar dan rajin membaca berbagai jurnal kesehatan,” kata Abidin yang juga Direktur Sumber Daya Manusia dan Pendidikan Rumah Sakit Dharmais, Jakarta Barat. Agar ibu-ibu seperti Wuri tidak makin cemas melihat makin banyaknya penyakit yang aneh-aneh.
Nunuy Nurhayati
Dua Kerabat Letterer-Siwe
Menurut Dr. dr. Abidin Widjanarko, SpPD, letterer-siwe adalah bagian dari keluarga penyakit histiositosis sel langerhans. Dia punya dua kerabat, yaitu:
Hand-Schüller-Christian
- Bisa muncul di usia anak-anak atau remaja.
- Sasaran utamanya adalah paru dan tulang.
- Kadang bisa menyebabkan penonjolan bola mata.
- Mengakibatkan sering kencing dalam jumlah banyak sehingga bisa terjadi dehidrasi.
Granuloma Eosinofilik
- Terjadi pada usia 20-40 tahun.
- Sasaran utama adalah tulang.
- Kadang mengenai paru (20 persen).
- Mengakibatkan batuk, sesak napas, demam, penurunan berat badan.
- Kadang penyakit ini muncul tanpa gejala.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo