Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Maestro musik asal Amerika Serikat (AS), Quincy Jones, berpulang pada Ahad, 3 November 2024 di Bel-Air, Los Angeles. Pria 91 tahun itu dilaporkan wafat karena penyakit kanker pankreas, menurut sertifikat kematian yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Masyarakat Los Angeles pada Rabu, 13 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kanker pankreas, yang menjadi salah satu penyebab kematian kanker tertinggi keempat di AS, dikenal sebagai pembunuh senyap karena tingkat kematiannya begitu tinggi setelah penderita didiagnosis. Laporan di AS lewat Surveillance Epidemiology and End Result Program (SEER) pada 2020 ditemukan 57.600 kasus dan sekitar 90 persen atau 47.050 kasus berujung kematian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Quincy Jones, beberapa orang terkenal yang juga wafat akibat kanker pankreas di antaranya Steve Jobs, desainer Karl Lagerfeld, penyanyi Aretha Franklin, dan mantan pesepakbola Italia Gianluca Vialli. Menurut laporan Pancreatic Cancer UK, biasanya penderita kanker pankreas terlambat terdiagnosis dan mendapat perawatan.
“Jadi, menemukan cara untuk meningkatkan angka penyintas kanker ini yang masih rendah, bahkan dengan perubahan kecil bisa menyelamatkan nyawa selama bertahun-tahun,” jelas Profesor Victoria Sanz-Moreno, pakar biologi sel kanker di QMUL, dikutip dari Express.co.uk.
Menimbang betapa ganasnya kanker prankeas, tindakan mencegah merupakan langkah bijak daripada mengobati. Karenanya, penting untuk mengetahui penyebab seseorang dapat terjangkit penyakit mematikan ini. Lantas apa penyebab kanker pankreas agar dapat menghindarinya?
1. Faktor usia, pola hidup tidak sehat, dan genetik
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Prof Ari Fahrial Syam mengatakan kanker pankreas bisa menyerang tanpa gejala tertentu. Indikasi seseorang mengidap penyakit ini adalah matanya kuning dan berat badan turun. Namun, ketika seseorang mengalami tanda-tanda ini, artinya sudah terlambat.
“Kalau sudah bergejala sudah terlambat. Ketika pasien matanya kuning, berat badan turun, artinya sudah kanker pankreas, telat. Oleh karena itu, saat ini kita harus mengedukasi masyarakat bahwa penyakit ini diawali tanpa gejala,” katanya dalam taklimat media oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jumat, 5 Januari 2024.
Ari menyebut berbagai tanda seperti mata menguning, berat badan turun, rasa gatal, nyeri, mual, muntah, diare, serta nyeri ulu hati, merupakan gejala kanker pankreas yang mesti diwaspadai. Kendati demikian, ia menegaskan tanda-tanda ini bukan merupakan gejala khusus kanker pankreas, karena penyakit tersebut memiliki gejala bervariasi.
“Jangan abaikan, dari dulu nyeri ulu hati selalu dianggap sebagai sakit maag. Sekali lagi jangan anggap remeh nyeri ulu hati. Meski kecil kemungkinannya, jangan-jangan nyeri ulu hati ada kaitannya dengan kanker pankreas,” ujarnya.
Menurut Ari, sejumlah faktor risiko yang bisa menyebabkan kanker pankreas antara lain faktor usia; faktor gaya hidup tidak sehat seperti merokok, minum alkohol, obesitas, diet tinggi lemak; serta faktor genetik. Ia menganjurkan masyarakat yang memiliki sejumlah faktor risiko ini untuk memeriksakan diri ke dokter dan melakukan pemeriksaan kesehatan setidaknya setahun sekali.
“Untuk mencegah penyakit lebih parah lagi karena kanker pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi jika baru diketahui pada stadium lanjut, yakni 90 persen pada tahun pertama,” kata Anggota Dewan Pertimbangan Pengurus Besar IDI.
2. Gaya hidup sedenter
Istilah sedenter asing bagi kebanyakan orang tapi banyak yang suka melakukannya. Sebutan ini merujuk pada gaya hidup malas gerak tapi banyak mengonsumsi makanan tinggi kalori. Perilaku sedenter ditandai dengan gemarnya seseorang rebahan tanpa aktivis pembakaran lemak dalam tubuh. Menurut Ari, kondisi ini menyebabkan obesitas yang ternyata beresiko kanker prankeas.
“Terus terang saja gaya hidup sedenter atau gaya hidup tidak sehat ini seakan jadi tren. Anak muda makannya tinggi lemak misalnya steak, minumnya juga rutin alkohol, merokok juga jadi budaya, lalu obesitas dan seringnya tidak sadar, itu berisiko terkena kanker pankreas,” kata Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI itu.
Menurut Ari, kanker pankreas pada umumnya berpotensi terjadi pada usia 55 tahun ke atas. Namun, dengan perkembangan seperti gaya hidup sedenter maka potensi dewasa muda di usia 30-an terkena kanker pankreas juga ikut membesar. Ia menjelaskan pankreas merupakan kelenjar yang berkaitan erat dengan sistem pencernaan karena fungsinya untuk menghasilkan enzim serta menghasilkan hormon insulin.
Gaya hidup sedenter menyebabkan organ-organ di dalam tubuh harus bekerja lebih keras untuk melakukan metabolisme, tak terkecuali pankreas. Dengan fungsinya yang vital sebagai penghasil enzim pencernaan, apabila makanan maupun minuman yang dikonsumsi tidak memiliki gizi dan hanya memperberat kinerja pankreas maka lambat laun akan terjadi masalah kesehatan, termasuk kanker.
“Secara logika makanan tinggi lemak seperti daging merah membuat kinerja organ-organ tubuh menjadi lebih berat. Bila melihat fungsi pankreas itu menciptakan enzim. Kalau kinerjanya jadi lebih berat artinya bisa menyebabkan masalah dan bila sudah ada masalah daging-daging itu sulit tuntas dicerna, akhirnya ada peradangan kronis, lalu jadi polip dan berujung kanker,” kata dia.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | YAYUK WIDIYARTI | ANTARA | TMZ | PEOPLE | BILLBOARD