Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Apakah orang obesitas identik dengan penyakit? Para pakar pun membahas masalah ini dan akhirnya membagi obesitas menjadi dua kategori dan menggunakan hasil diagnosa untuk mendapatkan hasil yang akurat. Mereka berharap tak ada lagi dugaan atau diskriminasi terkait penderita obesitas, yang diperkirakan dialami oleh lebih dari 1 miliar orang di dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Anggapan bahwa obesitas adalah penyakit adalah salah satu kontroversi dan debat yang terpolarisasi dalam kedokteran modern," jelas sebuah laporan dari 56 pakar yang dimuat di jurnal Lancet Diabetes & Endocrinology.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di satu sisi, obesitas juga disebut penambah risiko diabetes tipe 2, penyakit jantung, beberapa jenis kanker, dan masalah kesehatan lainnya. Itulah alasan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklaim obesitas sebagai salah satu penyakit kronis yang kompleks. Di sisi lain, banyak orang yang masuk kategori obesitas tanpa masalah kesehatan dan tetap aktif. Para aktivis pembela orang gemuk, contohnya, tak mau orang obesitas langsung dicap tidak sehat.
Sementara itu, sebagian penderita dan dokter percaya obesitas memang penyakit dan perlu mendapat perhatian. Dikutip dari Al Arabiya edisi 15 Januari 2025, Francesco Rubino, spesialis bedah bariatrik dan pengajar di King’s College London, yang mengetuai komisi pakar mengaku mungkin anggapan orang-orang tersebut terkait obesitas sebagai penyakit tak ada yang salah dan tidak juga benar.
Apa itu Obesitas Klinis?
Setelah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun, komisi pakar mencari jalan tengah dan mengenalkan dua kategori baru untuk penderita obesitas. Obesitas memang bisa mempengaruhi fungsi organ penderitanya namun kondisi ini juga bisa dipertimbangkan sebagai penyakit tertentu atau disebut obesitas klinis.
Kriteria diagnosis obesitas klinis termasuk jantung, liver, masalah pernapasan, kolesterol tinggi, sleep apnea, nyeri pinggul, lutut, dan kaki, atau masalah-masalah lain yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari penderita. Penderita yang tak mengalami masalah tersebut bisa dipertimbangkan sebagai obesitas praklinis, yang butuh monitor tapi bukan intervensi medis.
Penyebab Obesitas
Banyak faktor penyebab obesitas, tak hanya pola makan yang buruk tapi juga penyebab yang sulit dihindari dan efek samping kondisi tertentu. Dilansir dari Healthline, ada beberapa pemicu obesitas. Yang pertama adalah keturunan. Kondisi obesitas akan meninggalkan jejak pada garis keturunan.
Anak yang lahir dari orang tua obesitas lebih berpotensi mengalami hal yang sama dibanding anak yang lahir dari orang tua dengan berat badan normal. Namun, kondisi ini tidak sepenuhnya mutlak sebab apa yang dimakan dapat berpengaruh terhadap gen yang diturunkan dan tidak.
Pemicu lain adalah akanan olahan dan cepat saji. Makanan olahan mengandung berbagai zat tambahan, ada yang mengandung pewarna, pemanis, hingga pengawet. Produk tersebut memang dirancang untuk memikat perhatian, dikonsumsi banyak orang, tahan lama, dan bikin ketagihan.
Penyebab berikut adalah gemar makan. Umumnya orang kecanduan makanan olahan sebab umumnya tinggi gula dan lemak yang akan merangsang otak untuk terus mengonsumsinya. Ketika sudah ketagihan makanan olahan maka tubuh akan menimbun segala zat yang berlebih.
Efek samping obat juga bisa jadi pemicu obesitas. Ada beberapa jenis obat yang memiliki efek samping meningkatkan nafsu makan. Bagi pasien yang kesulitan mengendalikan nafsu makan maka bisa jadi akan mengalami berat badan berlebih. Selain itu memiliki persediaan banyak makanan di rumah dapat mendorong orang untuk terus makan, termasuk kemudahan mengakses makanan cepat saji melalui ponsel.
Upaya Menekan Angka Obesitas
Tak jarang obesitas perlu penanganan serius dan intensif. Langkah utama yang bisa diambil adalah menerapkan gaya hidup sehat dan sesuaikan kebutuhan kalori harian. Selain itu, selalu aktif berolahraga agar tubuh bisa membakar kalori.
Obesitas juga bisa dicegah dengan mengatur jumlah kalori yang masuk lewat makanan. Batasi konsumsi makanan cepat saji dan mengandung gula tinggi dan perbanyak makanan yang lebih sehat seperti sayur dan buah.
Pilihan Editor: Peneliti Ungkap Jenis Kanker Terkait Obesitas dan Stres