Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Melukai Diri, Gejala Depresi dan Gangguan Kepribadian

Psikiater mengatakan tindakan melukai diri atau self harm seperti menyakiti tangan bisa termasuk salah satu gejala gangguan kepribadian, juga depresi.

10 Oktober 2023 | 19.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi depresi. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Depresi merupakan perasaan sedih yang berkelanjutan dan kehilangan minat untuk beraktivitas. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi penyebab utama kesakitan dan disabilitas dan satu dari tujuh atau 14 persen anak usia 10- 9 tahun di dunia mengalami depresi. Staf Divisi Psikoterapi Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM, Dr. Petrin Redayani Lukman, Sp.KJ (K), mengatakan tindakan melukai diri atau self harm seperti menyakiti tangan bisa termasuk salah satu gejala gangguan kepribadian, juga depresi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Self harm itu bisa seperti cara dia menyelesaikan masalah," katanya, Selasa, 10 Oktober 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Orang melukai diri biasanya ada perasaan tidak nyaman, emosi sangat bergejolak yang tidak bisa dikelola atau tak tahu cara mengelolanya. Dia juga dapat merasa hampa terus-menerus dan hatinya merasa tak nyaman. Hal ini luar biasa tidak enak dbandingi menyiksa diri.

"Jadi, dia pindahkan rasa enggak enaknya ke menyiksa diri tadi, dengan cutting," tutur Petrin.

Identitas dan aktualisasi diri
Biasanya dokter akan melakukan psikoterapi agar orang yang menyiksa diri itu lebih bisa menceritakan apa yang dialami. Selanjutnya dokter membantunya pelan-pelan mengenali perasaan sampai akhirnya pasien cukup bisa tenang, lebih bisa mengatur emosinya sehingga tidak perlu menyiksa diri. Selain itu, dokter juga dapat memberikan obat-obat tertentu.

"Tetapi prosesnya memang lama, enggak cuma sekali psikoterapi langsung sembuh. Bisa sampai bulan, tahun, tergantung kondisi," jelasnya.

Kemudian, mengenai aksi sekumpulan remaja menghentikan laju truk yang sering viral beberapa waktu lalu, Petrin berpendapat perlunya mempelajari dulu motif mereka karena bisa jadi sekadar coba-coba atau ingin mencari perhatian.

"Bisa jadi kalau kita eksplorasi ada depresinya, makanya kami harus bantu supaya dia tidak mengambil cara-cara beradaptasi yang berisiko," tuturnya.

Petrin menambahkan perlunya remaja membentuk identitas dan aktualisasi diri. Nantinya, apabila mereka sudah bisa mengaktualisasi diri dengan cara baik, maka tak perlu lagi melakukan cara-cara seperti menghentikan laju truk atau perilaku berisiko lain.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus