Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Konten cuplikan kalimat filsuf kondang menarik minat anak muda.
Komunitas dan majelis kajian filsafat menjadi penggerak promosi filsafat di masyarakat.
Promosi buku juga menjadi trik mengenalkan filsafat kepada kaum muda.
TAK pernah terbayangkan oleh Fawaz al-Farabi akun media sosial Filsafat Rindu Official yang ia buat pada 2018 bisa menjadi sebesar sekarang. Akun media sosial bertema filsafat itu sudah punya lebih dari 309 ribu pengikut di Instagram. Belum lagi di media sosial X dan TikTok yang masing-masing punya 128 ribu dan 106 ribu pengikut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Layaknya akun bertema filsafat, tiga kanal media sosial tersebut mengunggah konten-konten tentang butir-butir ajaran filsafat para filsuf dan tokoh-tokoh penting dunia. Sebagai contoh, ajaran filsuf Yunani Socrates (470-399 sebelum Masehi) yang berbunyi: "Makanan enak, baju indah, dan segala kemewahan. ltulah yang kau sebut kebahagiaan, namun aku percaya suatu keadaan di mana orang tidak mengharapkan apa pun adalah kebahagiaan tertinggi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Unggahan teks sederhana dilengkapi gambar kartun wajah Socrates di Instagram Filsafat Rindu Official pada Kamis, 17 Oktober 2024, itu mendapat tombol suka dari lebih dari 2.000 orang. Ada pula konten gambar lain yang mencantumkan kalimat dari penyair Persia, Jalaluddin Rumi (1207-1273), yang berbunyi: "Lari dari sesuatu yang menyakitimu akan makin menyakitimu. Jangan lari, terlukalah sampai kamu sembuh." Unggahan tersebut mendapat tanda suka dari warganet hingga lebih dari 3.000 kali.
Fawaz mengaku tak punya target khusus mengunggah konten-konten filsafat di akun-akun media sosial tersebut saban hari. Menurut pria berkacamata itu, ia membuat konten ketika sedang senggang dari pekerjaannya. Maklum, Fawaz sudah punya kesibukan kerja di perusahaan penerbitan buku. Sampai saat ini pun segala urusan media sosial Filsafat Rindu ia kerjakan sendiri karena hanya dia seorang pengelola akun-akun tersebut.
"Soal ide untuk hari ini dan hari besok seperti apa, itu mengalir saja. Apa yang terlintas di kepala saja," tutur pria 28 tahun itu ketika dihubungi pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Konten yang paling disukai warganet, menurut Fawaz, berbentuk kutipan-kutipan dari filsuf dan tokoh penting dunia. Adapun tema atau materi yang paling digemari adalah filsafat yang mempertanyakan hal sensitif, seperti Tuhan. Sebagai contoh, jika Tuhan Maha Penyayang, mengapa Dia menciptakan penderitaan. "Ini pasti ramai ditanggapi warganet. Jika ramai, otomatis algoritma di Instagram akan naik," katanya.
Selain itu, Fawaz mengangkat isu-isu yang ringan, seperti percintaan. Dia mengatakan isu percintaan rupanya punya penggemar yang cukup banyak. Bahkan tak kalah ramai dibandingkan ketika ia mengangkat tema politik dan kepemimpinan.
Fawaz juga kerap mengunggah potongan video podcast yang ia buat sendiri bersama rekan sesama pencinta filsafat. Dalam siniar tersebut, Fawaz membahas berbagai hal tentang filsafat, dari buku, ajaran filsuf kondang, sampai implementasi filsafat dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun rajin membahas filsafat, Fawaz bukan berasal dari disiplin ilmu tersebut. Ia belajar filsafat secara autodidaktik bersama teman-temannya yang mayoritas mahasiswa filsafat sejak 2016. Fawaz tertarik karena dalam setiap diskusi selalu dipakai logika yang tersusun rapi sehingga mudah disampaikan kepada orang lain. "Dari situ saya membaca berbagai buku, jurnal, dan diskusi dengan teman-teman filsafat.," kata dia.
Selain Filsafat Rindu, ada Lingkar Studi Filsafat Discourse atau LSF Discourse yang membuat beragam konten tentang filsafat di media sosial. Di Instagram, misalnya, LSF Discourse sudah punya 18.500 pengikut.
LSF Discourse rajin mengunggah beragam konten video ataupun gambar berisi petikan ucapan filsuf dan tokoh berpengaruh dunia. Ada juga konten yang berisi rangkuman buku-buku filsafat.
Sekretaris LSF Discourse, Widyan Hirzi Wibowo, mengatakan LSF Discourse berangkat dari komunitas pencinta filsafat yang lahir pada 2017 di Kota Malang, Jawa Timur. LSF Discourse menjadi rumah bagi mahasiswa dari berbagai kampus yang membutuhkan lingkungan untuk belajar tentang filsafat.
Anggota komunitas bukan berasal dari disiplin ilmu filsafat. Mereka justru mahasiswa jurusan hukum, teknik sipil, politik, sampai pertanian. Widyan mengatakan komunitas LSF Discourse menjadi solusi atas sedikitnya jurusan filsafat di kampus-kampus di Kota Malang. "Paling cuma ada satu. Itu pun jurusannya digabung dengan teologi," ujar Widyan.
Pendiri dan penasihat LSF Discourse, Dika Sri Pandanari, mengatakan konten-konten yang disajikan di media sosial merupakan buah dari kajian yang digelar rutin saban pekan. Biasanya kajian LSF Discourse digelar setiap Kamis atau Jumat sesuai dengan kesepakatan 19 anggota komunitas. Dalam kajian tersebut, mereka bisa berdiskusi tentang buku, artikel, jurnal, atau apa pun yang berbau filsafat.
Setelah kajian filsafat kelar, barulah Dika dan kawan-kawan meringkasnya menjadi beberapa konten untuk diunggah ke media sosial. "Nanti ada komunikasi dengan tim desainer untuk menggarap 4-6 materi konten dalam 2-3 hari," kata perempuan 32 tahun itu.
Menurut Dika, tema keseimbangan pikiran dan hati menjadi konten filsafat yang paling banyak disukai warganet. Terlebih, anak muda memang mencari ketenangan hati di tengah gempuran mental. Selain itu, filsafat tentang logika sederhana cukup banyak disukai warganet.
Dika mengatakan tak ada target apa pun dalam pengelolaan media sosial. Sebab, sesuai dengan tujuan awal, LSF Discourse lebih berfokus pada pembelajaran filsafat di lingkup komunitas alias kajian luring. Media sosial hanya menjadi sarana pelengkap berkomunitas.
Komunitas LSF Discourse menggelar kajian dan diskusi rutin di kantor sekretariat mereka, di Kota Malang, Jawa Timur. Dokumentasi LSF Discourse
Di luar media sosial, ada forum kajian filsafat luring yang rekamannya menyebar luas di media sosial. Misalnya kegiatan Ngaji Filsafat di Masjid Jenderal Sudirman, Demangan Baru, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta, yang ramai digemari anak muda. Pematerinya adalah doktor ilmu filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fahruddin Faiz. Saban Rabu malam, ratusan orang datang untuk mendengarkan kajian filsafat gratis.
Forum itu mengkaji beragam aliran pemikiran filsuf, misalnya pemikir komunisme Karl Marx, filsuf Jerman Friedrich Nietzsche, pemikir ekofeminisme Vandana Shiva, pemikiran Tan Malaka, Al-Ghazali, serta stoikisme yang mengajarkan cara mencapai kebahagiaan dan mengelola stres. Lelaki 49 tahun itu selalu menyiapkan materi dalam bentuk presentasi PowerPoint.
Faiz menjadi salah satu pemengaruh filsafat yang paling banyak ditonton anak muda di media sosial saat ini. Uniknya, dia justru tak punya akun media sosial. Ia beralasan tidak punya cukup waktu untuk berselancar di media sosial saking padatnya jadwalnya. Maklum, selain mengajar di kampus, Faiz masih memenuhi undangan menjadi narasumber bahkan sampai ke luar Yogyakarta.
Sebagai ganti, tim takmir Masjid Jenderal Sudirman membantu mengakomodasi akun-akun media sosial milik anggota jemaah yang ingin mengunggah potongan kajian filsafat Faiz. Salah satu anggota tim takmir, Wahid, mengatakan mereka tak mewajibkan syarat khusus bagi akun media sosial untuk mengunggah potongan kajian Faiz.
Wahid dan kawan-kawan hanya meminta para pengelola akun media sosial memberi tahu secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang dimuat pada situs web Masjid Jenderal Sudirman. Adapun sebagian besar dari mereka mengunggah video dengan durasi maksimal 30 detik. “Kami mengecek sebelum konten itu mereka unggah. Saat ini ada 103 akun yang mengunggah konten Ngaji Filsafat," kata Wahid.
Fahruddin Faiz membenarkan ihwal tren kenaikan antusiasme kalangan muda belajar filsafat. Ia menduga kalangan muda makin punya sudut pandang lain dalam melihat filsafat. Menurut Faiz, saat ini kalangan muda memandang filsafat bukan lagi sebagai pemikiran yang berat. Para anak muda sudah mampu melihat filsafat lewat kacamata lebih sederhana dan menyenangkan.
Faiz mengatakan filsafat makin digemari anak muda karena bisa membantu mereka menemukan jawaban atas persoalan keseharian yang mereka hadapi. Sebagai contoh, materi filsafat tentang kesehatan mental dan spiritualitas. “Bisa jadi karena mereka tertekan, capek, dan lelah. Tema kesehatan mental, pemirsanya banyak,” ujar Faiz.
Stoikisme, aliran filsafat yang mengajarkan pengendalian diri dan mencegah depresi, kata dia, paling banyak peminatnya. Segala macam ketidakpastian kerap berdampak pada tekanan psikologis. Stoikisme memberikan pemahaman tentang keseimbangan hidup, refleksi diri, serta bagaimana menghadapi tantangan dengan tenang dan bijaksana.
Menariknya, Faiz tak punya resep khusus untuk menarik minat kalangan muda agar menyukai filsafat. Untuk membumikan filsafat, dia lebih banyak menggunakan penjelasan berbagai analogi dan ilustrasi yang berhubungan dengan keseharian manusia. Contohnya, saat menjelaskan tentang filsafat yang berhubungan dengan cinta, dia mencontohkan anak-anak muda yang berpacaran.
Melalui cara itu, Faiz menyebutkan kalangan muda lebih gampang menangkap penjelasannya. Metode itu akan berbeda ketika dia mengajarkannya di kelas yang lebih formal dan kaku. “Ngaji Filsafat saya bahasakan sesuai dengan dunia mereka sehingga lebih ringan,” tuturnya.
Tidak hanya Ngaji Filsafat dan ratusan akun media sosial yang mempopulerkan filsafat. Faiz juga berjuang lewat buku. Tercatat Faiz telah menghasilkan 24 buku yang materinya berisi kajian dalam Ngaji Filsafat. Sebagian besar bukunya menjadi best seller karena menggunakan bahasa yang ringan dan tidak njlimet.
Setelah mengikuti Ngaji Filsafat, sejumlah anak muda menghampiri Faiz sembari menenteng buku karyanya. Mereka meminta Faiz membubuhkan tanda tangan pada buku-buku itu.
Buku berjudul Filsafat Kebahagiaan merupakan karya Faiz yang paling laris dan telah dicetak ulang sebanyak tujuh kali. Selain Filsafat Kebahagiaan, ada buku-buku Faiz tentang moral dan cinta yang disukai kalangan muda. Tak jarang jemaah Faiz menggunakan buku dan materi Ngaji Filsafat sebagai bahan penelitian ataupun tesis.
Ya, selain kajian dan media sosial, buku menjadi sarana yang ampuh untuk mengajak anak muda belajar filsafat. Seperti yang dilakukan komunitas Antinomi Institute. Komunitas yang didirikan oleh Risalatul Hukmi dan Taufiqurrahman pada 2018 itu juga berfokus menerbitkan buku untuk meningkatkan minat masyarakat, terutama anak muda, belajar tentang filsafat.
Direktur Antinomi Institute Taufiqurrahman mengatakan sampai saat ini komunitasnya telah menerbitkan 15 buku tentang filsafat. Dari jumlah tersebut, lima buku sifatnya komersial alias dijual seperti pada umumnya. Adapun 10 buku sisanya diterbitkan secara gratis dan bisa diunduh secara digital.
"Macam-macam, ada penulis luar negeri, ada juga yang kumpulan tulisan dari pegiat filsafat lokal," kata pria 29 tahun yang kini berprofesi sebagai dosen di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada itu.
Taufiqurrahman belum bisa memastikan soal peningkatan jumlah pembeli buku filsafat karena sampai saat ini belum tersedia data yang valid. Namun, menurut dia, buku filsafat memang punya pasar sendiri.
Buku filsafat memang laku dijual, tapi tidak meledak seperti buku jenis lain. Selain itu, tema dalam buku filsafat ikut berpengaruh. Sebagai contoh, Antinomi pernah merilis buku dengan tema mempertanyakan Tuhan dan ketuhanan. "Buku ini bisa dua kali cetak. Yang pertama bisa 300-400 buku dan cetakan kedua bisa 500 buku," tutur pria yang kerap disapa Taufiq itu.
Adapun fungsi media sosial, menurut Risalatul Hukmi, sebagai pelengkap saja. Sebab, konten-konten di akun media sosial Antinomi lebih digunakan untuk mempromosikan buku cetak mereka. "Ada juga konten filsafat yang kami ambil dari situs web dan ringkasan buku," katanya.
Mereka berharap konten bertema buku bisa menjadi penyemangat masyarakat, terutama anak muda, untuk belajar filsafat lebih dalam. Sebab, kata Risalatul, ilmu filsafat bisa berguna bahkan hingga kehidupan sehari-hari. "Jangan berhenti di satu buku. Gali lebih dalam lagi tentang filsafat."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Shinta Maharani (Yogyakarta) berkontribusi dalam penulisan artikel ini.