Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Mencicip Lezatnya Rabeg, Sajian Favorit Sultan Banten

Sajian rabeg mudah ditemukan di kedai-kedai makan di seputaran Banten.

5 Maret 2021 | 12.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sajian rabeg khas Banten.Dok.Banten Travel (Disbudpar Banten)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Saat berkunjung ke Banten, jangan lewatkan untuk mencicip rabeg. Kuliner sejenis soto yang kaya rempah ini merupakan makanan kesukaan Sultan Maulana Hasanuddin yang sulit ditemukan di daerah lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rabeg pada dasarnya bercita rasa gurih karena berisi daging atau jeroan kambing. Kuahnya juga diperkaya oleh campuran rempah khas seperti biji pala, lada, kayu manis, jahe dan lengkuas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepintas, masakan ini mirip dengan tengkleng namun memberikan aroma yang kuat seperti hidangan khas Timur Tengah. Nah, ada sejarahnya mengapa masakan ini mirip dengan kuliner Arab.

Lewat buku Jejak Kuliner Arab di Pulau Jawa, dua penulis dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia, yakni Gagas Ulung dan Deerona, mengisahkan mengenai masakan rabeg yang menjadi salah satu bagian tulisan di buku terbitan 2014 itu.

Menurut mereka, seperti dikutip dari laman indonesia.go.id, rabeg hadir berkat Sultan Maulana Hasanuddin yang berkelana ke tanah Arab untuk menunaikan ibadah haji. Sultan Maulana Hasanuddin adalah putra sulung dari Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon. Dia merupakan penguasa Kesultanan Banten bergelar Pangeran Sabakinking yang memerintah antara 1552 hingga 1570.

Dalam perjalanannya ke Arab Saudi, Sultan sempat singgah ke Kota Rabigh yang terletak di tepi Laut Merah. Rabigh adalah sebuah kota kuno yang sebelumnya bernama Al Juhfah dan saat ini masuk dalam wilayah Jedah, Provinsi Mekah, Arab Saudi.

Di kota itu, Sultan Maulana Hasanuddin sempat mencicipi satu masakan berbahan dasar olahan daging kambing dan menyukai kuliner tersebut. Usai melaksanakan ibadah haji dan pulang ke Banten, ia tak bisa lupa dengan kelezatan masakan tersebut sehingga ia meminta juru masak istana membuatkan masakan seperti yang dia cicipi di Rabigh. Meski tidak sama persis, masakan karya juru masaknya itu tetap disukai Sultan.

Sejak saat itu, kuliner ala Rabigh itu menjadi hidangan wajib di Istana Kesultanan Banten. Masakan itu pun dinamai rabigh dan seiring berjalannya waktu resep rabigh pun menyebar hingga ke seluruh Banten. Masyarakat ikut menyukai masakan favorit sultan mereka dan kata rabigh pun berubah menjadi rabeg sampai hari ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus