Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Es krim adalah salah satu makanan pencuci mulut yang menjadi idola semua kalangan. Apalagi jika disantap siang hari, di saat terik matahari memanggang kepala atau kala stres. Cess, rasanya yang manis dan dingin langsung melumerkan penat dan panas di kepala.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu kedai es krim legendaris yang tak lekang oleh zaman adalah Kedai Es Krim Ragusa.yang berada di Jalan Veteran I No. 10, Gambir, Jakarta Pusat. Es Krim Ragusa ini usianya nyaris seabad. "Awalnya, Ragusa adalah milik dua orang bersaudara asal Italia Luigi Ragusa dan Vincenzo Ragusa," kata Sias Mawarni Saputra saat ditemui Tempo, Rabu, 5 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Sias, dua bersaudara asal Italia itu awalnya hendak belajar menjahit jas. "Pekerjaannya semula membuatkan jas buat Presiden Soekarno," ucapnya.
Dalam perjalanan belajar itu, Luigi dan Vincenzo bertemu seorang wanita Eropa yang memiliki peternakan sapi dan memberikan banyak susu sapi kepada mereka. "Susu sapi tersebut dimanfaatkan Luigi dan Vincenzo sebagai bahan untuk membuat es krim Italia yang ternyata banyak disukai," ujarnya.
Dari situlah, dua bersaudara itu mulai menjual es krim di Pasar Gambir atau yang kini populer dengan sebutan Jakarta Fair sejak 1932. "Kalau buka di pameran, hanya ramai satu tahun sekali, akhirnya Luigi dan Vincenzo membuka kafe di Citadelweg yang kini disebut Jalan Veteran I Nomor 10, Jakarta," ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, Luigi dan Vincenzo tidak sempat untuk mengelola kedai Ragusa. Oleh sebab itu, Ragusa bersaudara memberikan toko es krim legendaris tersebut kepada salah satu karyawannya bernama Buntoro Kurniawan sekitar 1960-an.
Buntoro adalah salah satu karyawan Ragusa bersaudara yang sudah dikenal saat masih lajang hingga menikah dengan Hj Sias.
Pasang Surut Es Krim Ragusa di Era Krisis Ekonomi
Perjalanan Sias dan sang suami mengelola Ragusa juga sempat diterpa badai. "Sewaktu masih menjadi karyawan pada 1947 sudah mengalami jumlah penjualan menurun drastis karena banyak pelanggan warga negara asing yang pulang ke negaranya lantaran banyak peristiwa berdarah di masa itu," kata Sias. Meski demikian, Ragusa mampu merangkak naik dan kembali merebut kejayaannya.
Setelah Ragusa dihibahkan kepada suaminya, Sias kembali diterpa badai krisis moneter pada 1998 yang membuat penjualannya kacau bahkan tidak laku. Sayangnya, masa kabut krisis moneter pada 1998, turut melibas habis cabang Ragusa.
"Kami sempat tutup, banyak penjarahan di mana-mana termasuk mesin es krim saya dijarah. Kalau sekarang, ya berkurang karena pandemi," ujar Sias.
Perempuan sepuh yang masih semangat menyelesaikan studi S3 di Universitas Indonesia (UI) itu menuturkan, saat ini, satu-satunya cabang Ragusa yang bertahan dari dahulu hingga sekarang hanyalah yang berada di Jalan Veteran 1.
Bertahan dengan Cita Rasa Klasik dan Otentik
Sias menuturkan, ia memang sengaja tidak mengubah Ragusa menjadi kedai kekinian. Ia memilih tetap menggunakan bangku, meja dan interior jadul agar tidak kehilangan ciri khasnya.
Selain itu, Sias mengaku sengaja mendesain kedainya untuk bersantai dan menyantap es krim. "Jadi pengunjung biar bisa lebih menikmati, bukan bekerja atau hp-nan sendiri," tuturnya.
Saat ini, kedai masih memiliki menu es krim dengan harga terjangkau, mulai dari Rp15.000 hingga Rp32.000. "Kami sejak dulu hanya memiliki rasa dasar, vanila, cokelat, stroberi, dan nugat. Tapi signaturenya es krim spageti," ujarnya.