Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Mendobrak Stigma dan Tabu Menstruasi

Siswa perempuan masih mengalami perundungan karena menstruasi dan tidak teredukasi. Pentingnya mendobrak tabu dan mitos menstruasi.

29 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi menstruasi. Pexels

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kesehatan menstruasi masih menjadi isu penting.

  • Mitos dan sitgma masih menjadi hambatan dalam edukasi menstruasi.

  • Anak perempuan sungkan bertanya kepada ibunya perihal menstruasi.

Bagi banyak perempuan, menstruasi sering kali membuat tidak nyaman. Bukan hanya karena proses peluruhan dinding rahim, tapi juga pemakaian pembalut atau tampon. Persoalan kebersihan atau higienitas menstruasi masih menjadi persoalan bagi anak dan perempuan, terutama di daerah sulit air atau daerah konflik. Selain itu, masih ada tabu dan stigma dari masyarakat sekitar tentang menstruasi. Fasilitas kebersihan menstruasi di sekolah atau di rumah juga masih minim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam talkshow memperingati Hari Kebersihan Menstruasi pada 28 Mei 2022 oleh Plan Indonesia, terungkap bahwa orang tua ternyata tidak memberikan informasi dan edukasi soal menstruasi kepada anak perempuannya. Berdasarkan hasil studi kasus manajemen kebersihan menstruasi oleh Plan Indonesia dan SMERU Research Institute pada 2018, di tingkat sekolah, anak perempuan masih menghadapi berbagai tantangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebanyak 48 persen pelajar yang menjadi responden di DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat pernah mengalami perundungan oleh pelajar laki-laki terkait dengan menstruasi. Studi ini juga mendapati bahwa 79 persen anak perempuan tidak pernah mengganti pembalut di sekolah. Penyebabnya adalah rasa tidak nyaman, tak tersedianya air bersih, toilet yang tersedia tidak cukup, atau toilet tak dipisah berdasarkan jenis kelamin.

Awal tahun ini, Miss Universe 2021, Harnaaz Kaur Sandhu, mengumumkan program Global Menstrual Equity Coalition (GMEC) saat melakukan tur di negara asalnya, India. Tujuannya adalah mengakhiri kemiskinan menstruasi yang dimulai dari negaranya, kemudian mengglobal. Miss Universe Organization (MUO) bermitra dengan organisasi Plan International, pengusaha lokal Arunachalam Muruganantham alias Pad Man, lembaga sosial DDB for Good, dan Changing Our World untuk memajukan kesetaraan melalui isu menstruasi, dengan program pilot di India, lalu diikuti Filipina.

Harnaaz mengungkapkan pengalaman pribadinya tentang adanya stigma yang masih melekat terkait dengan menstruasi. "Anak-anak saya sering merasa tidak nyaman bercerita soal menstruasi. Padahal ibu saya seorang dokter ginekologi," ujar Harnaaz, seperti dalam rilis Plan Indonesia. Dari pengalaman itu, bisa dibayangkan bahwa anak perempuan tidak memiliki tempat mendiskusikan hal ini dan menganggapnya sebagai tabu. "Saya ingin mendobrak stigma ini sehingga perempuan muda merasa lebih nyaman untuk mengatasi kesehatan menstruasi mereka."

Selain soal stigma, Harnaaz menyinggung pentingya sarana kebersihan. Dalam diskusi ini, ia mengangkat fakta bahwa perempuan tidak selalu memiliki akses ke produk menstruasi yang aman dan higienis, hingga pengetahuan dan pendidikan tentang cara mengatur menstruasi mereka. Hal ini juga dikenal sebagai period poverty. "Period poverty telah menjadi masalah global. Di beberapa daerah, banyak anak perempuan bahkan berhenti sekolah karena mereka tidak tahu bagaimana mengatur siklus menstruasi mereka di depan umum."

Karena itu, Harnaaz mengimbau banyak pihak agar lebih menaruh perhatian terhadap masalah kebersihan menstruasi serta membicarakannya lebih sering, baik oleh laki-laki maupun perempuan. Ia juga meminta anak-anak perempuan mengedukasi diri mereka soal kebersihan menstruasi.

Dalam diskusi Hari Kebersihan Menstruasi itu, hadir pula Puteri Indonesia Laksmi Shari De Neefe. Ia mendukung masalah kebersihan menstruasi untuk kesehatan dan memperhatikan masalah lingkungan dengan menggunakan pembalut ramah lingkungan yang bisa dicuci ulang. Dia juga menegaskan bahwa masih banyak mitos dan stigma perihal menstruasi. "Saya berasal dari Bali. Mitosnya, perempuan yang sedang menstruasi itu perempuan yang kotor sehingga tidak bisa bersembahyang," ujar Laksmi.

Soal mitos juga diungkapkan Alyasi, peer educator Urban Nexus Project. Ia mengaku masih sering mendengar berbagai mitos yang dikaitkan dengan menstruasi, seperti tidak boleh keramas. "Saya tentunya akan terus menyuarakan isu ini agar semakin banyak kaum muda bisa mematahkan mitos-mitos ini."

Selain itu, ia menyuarakan pentingnya edukasi yang lebih intens bagi anak usia sekolah dasar tentang menstruasi dan kebersihannya. Menstruasi pertama bisa terjadi saat SD atau setelahnya. Jika menstruasi terjadi saat SD, seorang anak bisa jadi belum mendapat pengetahuan dan akan merasa bingung. Karena itu, perlu ada edukasi tentang hal tersebut.

Peer educator lainnya, Iryansyah, mengatakan laki-laki seharusnya bisa memahami bahwa menstruasi adalah hal wajar. "Saya percaya kesehatan dan kebersihan menstruasi bukan hanya urusan perempuan. Kaum muda laki-laki juga perlu dilibatkan. Laki-laki bisa membantu, berempati, dan peduli soal ini." Sebab, masih banyak anak laki-laki yang salah persepsi tentang mitos menstruasi, bahkan merundung anak perempuan ketika mereka menstruasi.

Kedua anak muda tersebut juga menyoroti pentingnya aspek lingkungan dari pembuangan pembalut bekas pakai. Agar pembalut ini bisa diproses dan tidak merusak lingkungan, Alyasi mengatakan, salah satunya bisa dilakukan dengan penggunaan pembalut kain yang bisa dicuci berulang kali.

Ilustrasi menstruasi. Pexels

Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia, memaparkan pentingnya mendobrak ketabuan dan mitos menstruasi. "Caranya dengan menormalisasi dan menjadikannya biasa. Selain perempuan, laki-laki dan keluarga harus memberi perhatian," tutur dia. Dini mengatakan stigma menstruasi tidak hanya berada di negara berkembang, tapi juga di negara maju, misalnya Belanda. "Bahkan di Belanda juga masih menjadi hal tabu." Jadi, menurut dia, semua harus mulai dibicarakan. Tidak cukup bicara soal kesadaran, tapi juga pembangunan fasilitas kebersihan.

Dini menjelaskan, perubahan dan advokasi bisa dilakukan ke sekolah dan masyarakat, misalnya perubahan peruntukan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang sebagian anggarannya diarahkan untuk menangani masalah kebersihan menstruasi. "Untuk alokasi sanitasi berbasis masyarakat, komunitas. Teman penyandang disabilitas juga harus ikut difasilitasi." Saat ini, Plan Indonesia sudah membina 156 sekolah untuk masalah ini.

DIAN YULIASTUTI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus