Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokter kini bisa melakukan penanganan dengan cara berbeda, selain penggunaan laser, terhadap gangguan yang menyerang retina. Kerusakan pada jaringan di bagian dalam mata tersebut kini bisa diatasi dengan suntikan jika tak parah sekali. Teknik paling baru ini dimungkinkan dengan alat yang disebut optical coherence tomography(OCT), yaitu teknik pencitraan yang memanfaatkan foto dan serat optik.
Dengan OCT akan diperoleh gambar karateristik organ secara lebih jelas. "Biasanya OCT digunakan untuk mendeteksi kelainan pada retina atau penyakit glaukoma," kata dokter spesialis mata Gitalissa Andayani di Jakarta, Senin dua pekan lalu. Penyakit ini terjadi karena adanya gangguan penerimaan rangsang saraf dari retina ke saraf optik (saraf utama mata) yang disebabkan tekanan tinggi pada saraf mata.
Dengan menggunakan OCT, dokter mata atau oftalmologis akan memiliki gambar retina lebih jelas dan detail, hingga memudahkan pencarian letak jaringan saraf yang rusak. Gambaran menjadi lebih jelas karena OCT memiliki panjang sinar yang sangat baik. Gitalissa membandingkannya dengan panjang gelombang cahaya yang mendekati inframerah—dengan panjang gelombang 600-800 nanometer.
Kelebihan ini, menurut Gitalisa, membuat praktisi medis bisa melihat hingga sepuluh lapisan dalam retina. Keunggulan lain, dokter tak perlu mengoperasi pasien untuk memperoleh penampang jaringan secara lebih jelas. "Artinya, tidak perlu memasukkan obat atau alat ke jaringan tubuh seperti pada MRI dan CT scan, yang perlu penyuntikan cairan kontras," kata oftalmologis yang berpraktek di Jakarta Eye Center (JEC) ini. Dulu, dengan metode yang lama, diagnosis pada saraf optik baru bisa diperoleh dengan cara mengambil/mengiris jaringan matinya (biopsi).
Dengan resolusi yang lebih tinggi, OCT juga dapat menunjukkan morfologi plak penyebab kerusakan pembuluh darah mata. Beberapa manfaat lain adalah bisa membantu diagnosis berbagai kelainan pada retina, saraf optik, kornea, iris (selaput pelangi), dan sudut bilik mata depan.
Selain itu, berguna untuk mengetahui penebalan retina mata pada pasien retinopati diabetik, dan adanya lubang pada bintik kuning di retina (makula), serta kelainan kornea mata. "Seperti keratokonus atau kornea yang cembung mengerucut," kata Gitalissa.
Direktur Medik dan Keperawatan Rumah Sakit Mata Cicendo, Iwan Sovani, mengatakan sebelum alat ini ditemukan, dokter hanya bisa mengetahui permukaan retina. "Dulu sepuluh lapisan mata itu hanya bisa diketahui dengan mikroskop setelah bola mata dibelah," katanya.
Cara lain untuk mengetahui keadaan retina waktu itu adalah dengan menyuntikkan cairan zat kontras. Setelah itu baru bisa diketahui masalah yang terjadi di pembuluh atau lapisan mata di belakang retina. "Misalnya ada selaput atau lapisan yang bolong, atau pembuluh darah yang bocor," ujar Ketua Retina Indonesia tersebut.
Dengan OCT, kondisi sepuluh lapisan di belakang retina bisa dilacak dalam hitungan menit. "Bahkan langsung terlihat di monitor secara real time," ujar Iwan. Hasil rekaman gambar itu kemudian dicetak di kertas. Bisa berwarna atau hitam-putih, tergantung selera.
RS Mata Cicendo saat ini memiliki tiga unit OCT dengan tingkat resolusi 5 mikron. Apakah ada dampak samping penggunaan alat canggih tersebut? "Sejauh ini tidak ada efek samping," kata Iwan.
Nur Alfiyah, Cheta Nilawaty, Anwar Siswadi (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo