TELEPON berdering di meja kerja Hasan. Suara di ujung telepon berasal dari panti penitipan bayi, Sasana Bina Balita "Mitra." Beritanya singkat, "Anak Bapak, kritis." Hasan panik. Ia segera meloncat, memacu kendaraannya ke tempat penitipan bayi itu. Pada saat yang sama, istrinya, Ane Hafiana, yang juga dikontak Mitra, memburu ke sana dengan jantung berdebar keras. Tak sampai 15 menit Hasan sudah berada di Sasana Mitra di kawasan Kuningan, Jakarta. Namun, buah hatinya sudah tiada. Ihsan Nurahim, bayi pasangan Hasan-Ane yang baru berusia 4 bulan, berpulang beberapa menit sebelum kedua orangtuanya tiba. Waktu menunjukkan pukul 11.15. Hari nahas itu, Rabu 22 Februari lalu, adalah hari yang mengguncangkan bagi pasangan muda itu. Di tengah rasa kehilangan yang begitu berat, terbetik pertanyaan yang menggelisahkan. Hasan maupun Ane tak habis mengerti, mengapa anak mereka meninggal. "Bukan tidak menerima, kami sebenarnya sudah pasrah," kata Hasan. "Tapi rasanya ada yang aneh." Paginya, pukul 7, ketika membawa anak mereka -- Ihsan dan kakaknya, Rahman Ramadhan, 2 tahun -- keduanya berada dalam keadaan sehat. Ane secara tetap memeriksakan anaknya itu. Karena itu, ia yakin, tidak ada gejala penyakit yang mengkhawatirkan pada Ihsan. "Perasaan saya jadi tambah nggak enak karena bagian hidung Ihsan merah sembam," tutur Ane. "Di bajunya juga ada seperti bekas muntahan." Ane teringat, beberapa waktu lalu ia menemukan Ihsan tidur tertelungkup dengan mulut penuh muntahan. Suatu ketika, bayi itu juga dibiarkan minum susu sendiri. Botol susu yang menempel di mulut bayi diganjal dengan bantal. Maka, pasangan suami-istri muda itu bertanya-tanya, mungkinkah telah terjadi kelalaian. Mungkinkah Ihsan tak mampu menggeser kepalanya ke posisi samping, hingga pernapasannya terhambat karena hidung dan mulutnya tertekan. Apalagi bila muntahan ikut menyumbat tenggorokan dan saluran pernapasan di hidung. Keterangan dokter yang diterima pasangan itu juga tidak jelas. Dokter menerangkan, ia datang ketika Ihsan sudah meninggal, jadi sulit untuk memberikan kepastian penyebab kematian. Berdasar perkiraan, dokter itu berkata, ada kemungkinan bahwa Ihsan mati lemas karena kekurangan oksigen. Mendengar ini, Ane pun merasa dugaannya sangat beralasan. Namun, keterangan tertulis yang diberikan dokter Sasana Mitra itu ternyata tidak sama dengan keterangan lisan yang diberikannya. Dalam surat keterangan, tercantum bahwa Ihsan meninggal karena sudden death alias mati mendadak. Rasa tidak puas semakin mendesak ketika dokter Puskesmas Lebak Bulus kawasan tempat tinggal Hasan-Ane menolak memberi keterangan untuk pemakaman. Dokter itu berpendapat, surat keterangan yang ditandatangani dr. Bagiono itu tidak lengkap. Yang mencurigakan, 4 jam setelah kematian, mulut Ihsan berbusa. Pada sore harinya, bayi yang malang itu dimakamkan di TPU Jeruk Purut, Cipete, Jakarta Selatan. Surat keterangan akan disusulkan, setelah puskesmas mendapat keterangan lebih jelas. Maka, sehelai surat dilayangkan ke dr. Bagiono di Sasana Mitra, meminta keterangan lebih rinci. Dokter ahli anak terkemuka, Prof. Iskandar Wahidiyat, menyatakan -- ketika ditanya oleh TEMPO -- bahwa tidak mudah menentukan sudden infant death (SID). Kematian mendadak pada bayi usia di bawah satu tahun hingga kini belum diketahui sebabnya. Kematian seperti itu masih dianggap sebagai kenyataan yang aneh, yang insidensinya kecil. Bayi bisa tiba-tiba meninggal tanpa sebab medis sama sekali. "Kesimpulan SID harus berdasarkan pemeriksaan keseluruhan secara cermat," kata Iskandar. Bila kematian diikuti tanda-tanda kesembaman, bercak merah pada kulit, dan mulut berbusa, besar kemungkinan bukan SID. Merasa memang ada kejanggalan, pasangan Hasan-Ane akhirnya melaporkan kematian anak mereka ke nolisi. Rabu 8 Maret pekan lalu, makam Ihsan digali di bawah pengawasan polisi. Jenazah Ihsan langsung dibawa ke Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, untuk menjalani otopsi. Tapi kesimpulan tak segera bisa didapat, karena hasil pemeriksaan baru bisa diketahui dua minggu mendatang. Nyonya Bustanil Arifin, dari yayasan yang membawahkan Sasana Mitra, menyatakan, bila benar telah terjadi kelalaian, kepada pelakunya akan dikenakan tindakan. Istri Menteri Koperasi yang aktif di berbagai kegiatan sosial itu juga telah memperketat peraturan di Sasana Mitra. Ini diungkapkannya ketika ia berkunjung ke keluarga mendiang. Terhitung sejak 1 Maret lalu, misalnya, Sasana Mitra tidak lagi menerima penitipan bayi di bawah 7 bulan. "Menitipkan bayi usia dini pada tempat penitipan sebenarnya bisa saja," kata Iskandar Wahidiyat kepada Budiono Darsono dari TEMPO. Namun, menurut dokter anak yang mempunyai perhatian besar pada perkembangan dan kesehatan anak ini, "Harus ada persyaratan profesional." Usia di bawah lima tahun, menurut Iskandar, adalah masa sangat peka pada perkembangan anak, baik kesehatan maupun jiwanya. Karena itu, tenaga yang dipekerjakan barus memenuhi standar profesi. Sementara ini, standar yang terdekat adalah standar tenaga kesehatan. "Kalau perawat, ya, perawat yang betul-betul profesional." Persyaratan yang disebutkan Iskandar agaknya perlu mendapat perhatian Departemen Sosial, yang mengeluarkan izin penyelenggaraan panti penitipan anak. Apalagi mengingat panti penitipan semacam ini sedang tumbuh pesat, karena kebutuhannya memang meningkat. Dewasa ini, terdapat sekitar 50 panti penitipan anak di kota-kota besar Indonesia, 8 di antaranya di Jakarta. Dalam buku petunjuk yang dikeluarkan departemen itu, memang tercantum persyaratan mempekerjakan tenaga-tenaga kesehatan seperti perawat dan dokter. Namun, tidak tercantum secara rinci. Juga tidak diuraikan, persyaratan yang diminta untuk tenaga kesehatan yang dipekerjakan. Departemen Kesehatan yang mengetahui persis kualifikasi tenaga kesehatan, sejauh ini tidak dilibatkan. Karena itu, tidak jelas, bagaimana penempatan tenaga kesehatan di panti-panti itu. Adapun tenaga perawat (paramedis) yang penugasannya diorganisasikan Depkes, mempunyai tingkatan-tingkatan, sesuai dengan pendidikannya. Di rumah sakit bersalin, misalnya, perawatan bayi umumnya ditangani paramedis yang mempunyai keahlian khusus. Karena itu, jarang terjadi bayi muntah setelah diberi minum -- akibat desakan udara di perut -- seperti yang terjadi pada Ihsan. Perawat yang ahli juga tahu, leher bayi empat bulan belum kuat mengangkat kepala, karena itu perawatnya mesti hati-hati betul. Menteri Sosial Dr. Haryati Soebadio ketika dihubungi, antara lain menjelaskan bahwa pengembangan panti penitipan anak bertujuan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Khususnya untuk membantu keluarga yang kedua orangtuanya bekerja. "Daripada anak-anak itu ikut ke mana-mana," katanya kepada Tri Budianto dari TEMPO. Apalagi keluara dari kalangan bawah. Menurut Menteri, ia baru saja meninjau panti penitipan anak di Kalimantan Timur, yang diselenggarakan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia. "Hasilnya, menurut saya, cukup baik," katanya. "Dan juga bermanfaat bagi semua pihak." Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial, Drs. Muchrodji, membenarkan keterangan Menteri, terutama yang mengenai kesejahteraan itu. Bertolak dari situ, diakuinya bahwa peraturan dan pengawasan kesehatah di tempat penitipan bayi belum mendapat perhatian khusus. Walaupun prinsipnya, pada setiap kuartal penitipan bayi diharuskan mengirimkan laporan perkembangan kesehatan anak-anak yang dirawatnya. Istikanah, Direktur Kesejahteraan Anak pada Ditjen Bina Kesejahteraan Sosial, membenarkan bahwa persyaratan tenaga kesehatan di panti penitipan anak memang tidak ketat. Di dua panti penitipan yang diorganisasikan Depsos, terdapat hanya 1 dokter dan 1 paramedis. "Tapi untuk penitipan, anak di kalangan, bawah, Anda tahu sendiri, sulit mempekerjakan paramedis yang punya latar belakang pendidikan." Istikanah juga berpendapat, menitipkan bayi di bawah 8 bulan memang punya risiko besar. "Di sasana penitipan anak Depsos, bayi termuda yang diterima berusia 8 bulan," katanya kepada Sugrahetty Dyan dari TEMPO. Padahal, menurut persyaratan yang disusun Depsos, usia anak-anak yang dititipkan adalah antara 3 bulan dan 5 tahun. Panti penitipan yang menerima bayi di bawah 8 bulan, menurut Istikanah, memang harus mempekerjakan tenaga khusus. "Tapi kami sendiri selalu mengimbau agar anak-anak pada usia ini sebaiknya tidak dititipkan di panti."Jim Supangkat & Moebanoe Moera
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini