Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Mengapa Chef Laki-laki Lebih Banyak Dibanding Chef Perempuan?

Ungkapan hanya laki-laki yang bisa menjadi chef adalah mitos. Kemampuan sensorik tidak ditentukan oleh jenis kelamin, tetapi konsistensi sensorik.

24 Desember 2021 | 16.13 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kita sering menemukan lebih banyak chef pria dibanding perempuan. Umumnya kita menganggap hal tersebut karena perempuan dianggap memiliki indera yang tidak stabil. Benarkah begitu?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Dede Robiatul Adawiyah, membantah hal ini. Berdasarkan penelitiannya, ada perbedaan nilai ambang batas sensorik antara laki-laki dan perempuan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perempuan ternyata lebih sensitif dan memiliki kemampuan mendeteksi rasa manis pada konsentrasi yang lebih rendah jika dibandingkan laki-laki. Namun perempuan memiliki kelemahan, yaitu adanya siklus menstruasi dan kehamilan yang bisa mempengaruhi kepekaan.

"Sehingga dalam tes sensorik, ada ketentuan gender. Tidak bisa hanya laki-laki atau perempuan. Harus seimbang," kata Dede seperti dikutip Tempo dari ipb.ac.id, Rabu, 22 Desember 2021.

Itulah mengapa, kata dia, ungkapan hanya laki-laki yang bisa menjadi chef adalah mitos. Kemampuan sensorik tidak ditentukan oleh jenis kelamin, tetapi konsistensi sensorik.

Seseorang dinilai memiliki kinerja yang baik dalam penilaian panca indera oleh beberapa ketentuan, yaitu mampu mendeteksi atau membedakan, serta memiliki konsistensi atau bisa memberikan nilai yang sama dari waktu ke waktu dengan produk yang sama.

Menurut dia, tidak ada ketentuan laki-laki atau perempuan untuk menjadi koki. Namun, ia mengakui pria lebih konsisten karena tidak terpengaruh berbagai siklus metabolisme.

"Untuk menghasilkan produk pangan yang sama dari hari ke hari, diperlukan konsistensi. Itu mungkin kecenderungan mengapa banyak chef yang berjenis kelamin laki-laki," ujarnya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kata dia, bisa dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu panca indera. Misalnya, potensi penerapan teknologi virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) dalam ilmu sensorik.

AMELIA RAHIMA SARI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus