Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Mengganti Sel Rusak

Terapi sitoplasma sudah dipraktekkan di Indonesia. Pilihan baru untuk memperbaiki fungsi organ tubuh.

10 April 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain bertubuh kurus de-ngan kulit menghitam, Dito (sebut saja demikian) tak setinggi rata-rata anak seusianya. Tampak ada yang tak beres dalam proses pertumbuhannya. Benar, Dito mengidap talasemia, kelainan darah yang menyebabkannya tergantung pada transfusi- da-rah. Sel darah merah di tubuhnya sen-diri tak berfungsi dengan baik sehing-ga oksigen dan sari makanan tak bisa diangkut ke seluruh tubuh.

Ibu Dito membawanya ke Klinik Wellness di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Februari silam, untuk menjalani terapi sitoplasma. Setelah mendapatkan suntikan, kondisi Dito tampak membaik. Hemoglobinnya yang tadinya berkisar an-tara 5 dan 7, angka pascaterapi meningkat hingga 8,5. Kemajuan yang cukup membuat Dito tak perlu terburu-buru menjalani transfusi darah lagi.

Berbeda dengan kasus yang dialami Dito. Diana, seorang gadis berusia 3 tahun dari Bangkok, Thailand, mengidap perilaku hiperaktif dan gangguan berbi-cara. Ia hanya menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekelilingnya. Padahal, ke-mampuannya memahami perkataan orang cukup tinggi.

Hasil penelitian para dokter menunjukkan, Diana mengalami penurunan fung-si otak, khususnya di pusat bicara. Setelah sekali menjalani terapi sitoplas-ma untuk seluruh bagian otaknya, bo-cah itu kelihatan lebih bisa mengendali-kan diri. Ia bisa duduk diam selama satu jam. Padahal, sebelumnya ia tak bisa tenang lebih dari lima menit.

Terapi sitoplasma yang memperbaiki- kondisi Dito dan Diana telah diakui di sejumlah negara seperti Afrika Selatan, Jerman, Amerika Serikat, Singapura, dan Malaysia. Di Amerika Serikat bahkan sudah diakui Food and Drug Admi-nistration (FDA). Kendati negara-nega-ra itu mengakuinya sebagai produk pengobatan, di Indonesia sitoplasma ma-sih disebut sebagai terapi suplemen makanan.

Sejumlah ahli medis memang masih meragukan terapi ini karena ditakutkan me-nimbulkan alergi. Namun, sejumlah- penelitian membuktikan efek alergi- bisa ditekan dengan mengimbangkan- kadar sitoplasma dengan kondisi pasien. ”Maka kami hanya- memberikan pada me-reka yang menginginkan terapi ini. Kami tidak menawarkan, hanya menyedia-kan terapi ini,” kata dr Wigati Rahmiarti, Direktur Medis Klinik Wellness.

Profesor Karl Theu-rer memulai terapi- sitoplasma 50 tahun lalu di Jerman-. Theurer mene-mukan bah-wa sel masingmasing organ sapi ber-usia 6 bulan mengandung- materi organ yang spesifik-. Memiliki persamaan paling dekat da-lam susunan protein dan metabolismenya dengan sel organ yang sama pada manusia.

Preparat sitoplasma- diambil dari kom-po-nen mak-ro molekuler- sel dan dipi-sah-kan de-ngan bagian sel lain-nya de-ngan cara di-dinginkan pada temperatur terendah. Selanjutnya, bagian sel ini dide-hidrasi dengan high vacuum sebelum siap digunakan. Preparat sel organ sapi ini dapat langsung di-suntikkan atau diberikan sebagai tera-pi oral. Para ahli di Thailand meneliti kembali kajian Theurer sejak 13 tahun lalu-.

Cara kerja sitoplasma cukup se-derha-na. ”Prinsip kerjanya, tiap sel selalu kembali ke sel yang sejenis,” kata Wigati. Maka, begitu sitoplasma disuntikkan di daerah yang sakit atau otot tubuh, atau dimasukkan ke- tubuh berupa obat telan, maka lang-sung akan menuju ke organ yang menurun fungsinya karena- ada sebagian sel-nya yang rusak. Prepa-rat sitoplasma akan berikat-an dengan- sel asli da-ri- or-gan- pasien dan- berkembang biak sehingga mening-katkan fungsi organ lagi.

Preparat sitoplasma yang diberikan ju-ga harus se-suai dengan jenis- penurunan fungsi organ pasien. Misalnya, yang menurun ada-lah fungsi otak, maka yang diguna-kan juga preparat sel otak sapi yang sudah diproses.

Lantaran sifatnya hanya memperbaiki- fungsi organ, maka terapi sitoplasma hanya bisa dilakukan pada organ yang masih memiliki sebagian sel. ”Sel organ yang rusak total tentu saja tak bisa menggunakan terapi ini,” kata Wigati.

Sejumlah penelitian menunjukkan, se-jauh ini sistem kekebalan tubuh manusia tak menolak preparat sitoplasma. Tapi bukan berarti terapi ini tidak menimbulkan efek samping. ”Sejauh ini yang dilaporkan hanya demam ringan sehari dua hari setelah penyuntikan, tapi tidak parah,” kata Wigati.

Seperti halnya obat untuk menyem-buh-kan penyakit, terapi ini harus dila-kukan secara rutin. Dosisnya juga disesuaikan dengan jenis penyakit dan kondisi fisik pasien. ”Misalnya, untuk anak usia 13 tahun preparat diencerkan,” ujar Wigati. Terapi akan terus diberikan hingga fungsi organ tampak membaik yang bisa dilihat dengan alat Electroneural Diagnosis (END) atau Electroneural Scan Gram (ESG).

Sejauh ini Klinik Wellness melayani banyak pasien yang melakukan terapi sitoplasma dengan keluhan sakit pinggang bagian bawah. Padahal, menurut hasil penelitian dan praktek di negara lain, terapi sitoplasma bisa dipakai untuk mengobati aneka penyakit lain. Mulai dari osteoporosis, gout, kelainan sendi, rematik, peradangan, pengerasan hati, gagal ginjal, penyakit otak degeneratif, kekurangan suplai darah ke otak.

Agar terapi ini tepat sasaran, diperlukan sejumlah tes untuk mencari organ yang fungsinya terganggu, biasanya menggunakan Electroneural Diagnosis. ”Tapi biasanya juga ditambah dengan tes penunjang lainnya,” kata Wigati.

Utami Widowati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus