Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Menjadi Tuan Di Negeri Orang

Para syekh bisa menggagalkan calon haji masuk mekah bila namanya tak disebut. mereka bisa bertengkar dan baku hantam karena soal air. mereka kebanyakan orang-orang kita sendiri.

22 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA syekh?" Begitu biasanya seorang berjubah dan berkopiah haji, dalam bahasa Indonesia asal jadi, menyapa jamaah kita yang melewati Babus Sual (Pintu Pertanyaan) -- sebelum ia keluar dari bandar udara Jeddah, Arab Saudi. Dan 51 jamaah memang harus menyebut nama seorang syekh. Bila tidak? Jangan harap ia lolos--apapun jabatannya di Tanah Air--meski sebelumnya sudah lulus dari pemeriksaan imigrasi. Syekh berarti ketua, atau tuam Dan syekh haji terbukti punya kekuasaan lumayan di kalangan jamaah. Padahal mereka umumnya bukan orang Saudi asli. Sebagian berasal dari atau bernenek moyang Indonesia, sebagian lagi dari negeri lain. "Kami hanyalah seorang khadam untuk dbuyufur-Rahman, " kata salah seorang syekh, Abdul Hamid Mukhtar Sedayu. Tentu ia hanya berformalitas para jamaah haji memang dalam agama dianggap tamu Tuhan (dhuyufur-Rahman). Abdul Hamid Sedayu lahir di Desa Sedayu. Gresik, Jawa Timur. Sebagai pelayan atau khadam, apalagi untuk tamu Tuhan, Syekh Abdul Hamid mengaku tak hanya bertanggung jawab mengenai keberesan tempat tinggal jamaah di Mekah dan tempat-tempat peribadatan lain seperti Arafat, Mina, Muzdalifah-dengan segala kebutuhan mereka sehari-hari. Tapi juga pelaksanaan ibadat haji mereka. Manasik "Saya akan merasa sedih dan berdosa kalau jamaah saya sampai mengeluh kekurangan air. Atau saya mendengar mereka kurang sempurna dalam melaksanakan manasik," kata syekh berumur 46 tahun dan sudah berprofesi tersebut sejak usia 16 tahun itu. Karena itu katanya selain ia sendiri membimbing para jamaah dalam melaksanakan manasik (tatacara ibadat haji), Syekh Hamid Sedayu mengangkat Kiai Thohir asal Malang, Ja-Tim, dan 18 mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di berbagai negara Arab, untuk jadi pembimbing pula. Karena Syekh Hamid (tamatan Madrasah Shalatiah Mekah) seperti umumnya orang Indonesia peng anut mazhab hukum Syafi'i, manasik yang diberikannya pun berdasar penyimpulan hukum Syafi'i. Ini penting, sebab orang Saudi sendiri misalnya lebih banyak mempraktekkan mazhab hukum Hambali. Bagi orang kita bisa kurang sreg. Musim haji tahun pertama abad ke-15 Hijri ini Syekh Sedayu mengurus 3000 jamaah Indonesia. Ia membagibagi jamaahnya berdasar daerah asal. Dan setiap kelompok mendapat seorang pembantu syekh yang sedapatdapatnya berasal pula dari daerah kelompok itu, sehingga para jamaah tak mengalami kesulitan bahasa dengan si pembimbing. Untuk itu Syekh Sedayu menyediakan 5 gedung bertingkat 5 hingga 8, miliknya sendiri, plus sekitar 20 rumah yang disewa. Di Mina ia juga punya satu gedung bertingkat lima yang mampu menampung seluruh jamaahnya sekaligus Gedung-gedung milik Syekh Sedayu adalah warisan almarhum ayahnya, Syekh Mukhtar Sedayu, yang kemudian disempurnakan. Begitu juga jabatan syekhnya. Sedang Syekh Mukhtar menerima jabatan itu dari ayahnya pula, Syekh Abdul Hamid juga namanya, yang datang ke Saudi di zaman Syarif Husein memerintah negeri itu --sebelum Tanah Hijaz (Mekah dan sekitarnya) dikuasai Dinasti Saud yang berpangkalan di Nejd, bagian timur SemenanJung. Waktu itu jamaah Indonesia masih sedikit -- cukup ditampung di kemah-kemah. Di Mekah.masih banyak tanah kosong. Suasananya masih sangat miskin dan kumal. Dolar belum menyembur dari ladang-ladang minyak, dan air zamzam di Masjidil Haram masih ditimba dengan ember kulit yang diseret seekor onta. Wak.tu itulah Syekh Abdul Hamid Sedayu Sr., sang kakek, datang ke sana -- mula-mula dengan maksud belajar agama untuk menjadi kiai dikampungnya. Tak tahunya kemudian menetap dan akhirnya dapat penghasilan sebagai syekh. Berbeda dengan asal "dinasti" Syekh Sedayu adalah Syekh Muhammad Ramli Musthafa Gusti. Ayah Syekh Ramli, Syekh Musthafa Gusti, adalah keturunan para pangeran dari Kalimantan Selatan. Karena selalu membikin huruhara dan dianggap membahayakan pemerintah Belanda waktu itu, ia dibuang -dan boleh memilih: ke Batavia atau Singapura. Gusti Musthafa memilih Singapura, untungnya. Dari Singapuralah kemudian ia berangkat menunaikan ibadat haji, seperti sudah ditebak. Dan disana, karena kesulitan alat angkutan di zaman itu, Gusti Musthafa harus tinggal lama di Mekah - dan akhirnya menetap saja sekalian. Di Singapura sendiri Syekh Musthafa Gusti tadinya terkenal sebagai guru fiqh, hukum agama. Di Mekah pun ia aktif mengajar fiqh, misalnya kepada para jamaah Malaysia (sekarang), Singapura dan Indonesia yang sebagian lantas menetap. Dan seperti pertumbuhan profesi syekh lainnya, Musthafa Gusti dari tahun ke tahun berubah jadi pengurus jamaah setelah banyak bergaul dengan jamaah. Jabatan itulah yang kemudian dilanjutkan oleh Muhammad Ramli Gusti, kelahiran Mekah, 77 tahun lalu, sampai sekarang--semula bersama almarhum kakaknya Syekh Said Gusti. Menurut Syekh Ramli, dulu jabatan syekh boleh dipegang siapa saja. Tapi kemudian karena banyak persaingan, Syarif Husein yang memerintah Mekah waktu itu menentukan syarat-syarat. Antara lain: orang yang akan jadi syekh (orang Turki memaka nama dalil, orang Arab sendiri menyebur muthawwif), harus mendapat rekomendasi dari sedikitnya 12 syekh lain. Dan dulu seorang syekh juga boleh menampung jamaah dari bangsa apa saja. Dan kalau sekarang ada persatuan syekh bernama Al Wukalaa Al Muwahhidah (The Unified Agents), dulu syekh-syekh dikepalai seorang Syekh Besar. Syekh Besar yang pertama adalah Jamal Jabidi dari Yamari, sedang wakilnya yang berkedudukan di Madinah adalah Syekh Bakar Khomais, ayah Dubes Arab Saudi di Indonesia sekarang. Syekh Musthafa Gusti, menurut Syekh Ramli, pernah mengasuh Dubes Khomais tersebut. Tapi Syekh Ramli tak semujur Syekh Sedayu. Kepada kedua anaknya, Syekh Said Gusti dan Syekh Ramli Gusti Syekh Musthafa hanya mewariskan 1 rumah bertingkat 4 saj a. Hingga untuk musim haji kemarin ini Syekh Ramli, yang mendapat jamaah "cuma" 281 (biasanya sekitar 500-1000), harus menyewa 5 rumah lagi. "Tahun ini tahun mahal," katanya kepada DS Karma yang sedang berhaji atas undangan Dirjen Perhubungan Udara. "Apa boleh buat, saya rugi 20-30.000 rial." Sewa rumah saja, katanya, sekarang ini sekitar 40-50 ribu rial di Mekah (1 rial sekitar Rp 200) di musim haji. Sedang di Mina 115 ribu rial. "Tapi ada pepatah Arab: jangan marah, dagang tempo-tempo rugi," kata Syekh Ramli menghibur diri. Ada pengalaman Syekh Muhammad Ramli Gusti di Mina, misalnya. Karena menjaga agar air tetap cukup untuk para jamaah selama 3 hari, Syekh Ramli terpaksa bertengkar dan nyaris bakuhantam dengan pemilik rumah tempatnya menyewa--yang suka "menyerbu" air. "Dan saya sedih kalau membanding kan jamaah sekarang dengan jamaah dulu di zaman Belanda," tuturnya. Pulu, jamaah haji uangnya cuma sekitar 200 gulden (1 gulden sekitar 12,5 uang Mekah) dan uangnya masih bisa dibawa pulang dengan oleh-oleh yang cukup. Sekarang?.... Syekh Ramli ini tak beranak--baik dari istrinya pertama, orang Banjarmasin almarhumah, maupun dari yang sekarang, orang Turki. Tapi dengan mengangkat anak, ia sekarang memiliki 2 cucu. Ia punya pedoman: "Engkau langkahkan kakimu sepanjang dapat engkau langkahkan, maka . . . " dan seterusnya. Bagi syekh ini, sebenarnya ketentuan biaya mondok yang 1100 rial bagi tiap jamaah sekarang ini, amat kurang. Tentang yang terakhir itu, keluhan juga diajukan oleh Syekh Nuri Arif Semarang, yang tahun ini menampung 117 janaah. "1100 rial itu sama sekali tidak cukup," keluh syekh berumur 80 tahun ini. Sebab katanya sewa tenda saja sudah 100 rial sebuah dan harus menjamu jamaah tak kurang dari 300 rial tiap orang.Belumsewa kendaraan dan keperluan lain. Pendeknya, kalau keluhan syekh yang sudah tiga keturunan maupun para syekh lain sampai meng gema ke tanah air, bisa-bisa ONH tak bisa dipertahankan seperti tarif tahun ini--Rp 1,5 juta lebih. Jadi, diam-diam sajalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus