Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Orang Sunda Dengan Tahunya

Oyib bin rukma adalah pengusaha tahu terkenal di kawasan sumedang dan bogor. ia punya rumus untuk sukses yaitu ultra, artinya ulet, tabah dan trampil. buruhnya ada 80 orang.

22 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA pertahuan di Jawa Barat rupanya agak berbeda: bukan "merakyat" seperti di Jakarta, tapi lebih berupa perusahaan besar dan maju. Beberapa orang dari mereka itu merupakan,contoh sukses. "Saya punya rumus Ultra untuk sukses," kata Oyib bin Rukma. "Artinya: Ulet, Tabah dan Trampil." Ketika masih bocah, Oyib berjualan tahu di terminal bis Sumedang. Kemudian bekerja pada Kho Bu Jie, pengusaha tahu terkenal di situ. "Tidak diupah tidak apa. Yang perlu saya belajar mendapat ilmu tahu," tuturnya. Ini 20 tahun lalu. Kini Oyib, 42 tahun, pengusaha tahu terbesar di Sumedang dan Bogor. Bahkan pabriknya di Bogor, di tanah 6.000 m2, punya kompleks perumahan untuk 80 orang buruh yang digaji rata-rata Rp 30.000 per bulan --ditambah uang makan dan pengobatan. Pabrik tahunya di Sumedang beromset 1,5 ton/hari. Pemasarannya meliputi Bandung dan kota-kota sekitar. Sedang yang di Bogor khusus untuk mensuplai Jakarta: setiap hari sekitar 1,5 - 2 ton tertelan di sini. "Tahu tidak bisa tahan lama," kata Oyib, menjelaskan mengapa pabriknya mendekati kawasan konsumen. Tahu mentah hanya tahan 12 jam. Kalau sudah digoreng, 24 jam. Dari 200 pengusaha tahu Sumedang--yang tahunya dikenal gurih-hanya ada 4 orang nonpri. Ini bisa menunjukkan bakat orang Sunda di bidang pertahuan, dibanding Jawa yang lebih suka tempe. Primer Kopti kawasan Sumedang baru dibuka 12 November kemarin--dan Oyib si juragan karuan saja terpilih sebagai ketua. Anggota Kopti kini sudah 62 orang. "Mereka mau masuk koperasi karena harga kedelai lebih murah di Kopti," ujar Uday Hudaya, sekretaris. Selisih harga memang sampai Rp 60. Tapi, seperti kata Nandang Suryadimulya (29tahun), pengusaha, "stok Kopti itu sedikit." Hanya 1/5 dari keperluan. Karena itu hampir semua pengusaha di Bandung masih terikat oleh pihak penyalur kedelai. Mubes Tahu-Tempe Di Bandung, di Jalan Cibuntu, ada pabrik tahu dan tempe yang punya pasaran cukup baik. Uking, 64 tahun, sejak 1930 terkenal akan "tahu Andir" nya: biasa digoreng tanpa minyak, berwarna kuning, gurih dan sedap sekali dimakan dengan sambal kecap. "Sebelas anak saya semuanya saya sekolahkan dengan uang tahu," ujar Uking mantap. Modernisasi pembuatan tahu dan tempe? "Saya pernah mencoba cara peragian riset ITB," kata Nandang, pemilik terbesar pabrik tahu dan tempe di Bandung. "Hasilnya, ah lebih bagus buatan tradisional." Nandang bahkan berkata dari segi biaya, cara ITB lebih mahal Rp 1.000 setiap kuintalnya. Karena itu pengusaha tahu dan tempe yang pernah mencoba cara ITB cuma tahan 2 bulan. Memang, cara ITB lebih bersih. Tapi dari segi 'rasa' kurang. Pentingnya 'rasa' itu lebih-lebih bila diingat, bahwa di sektor tempe, Jawa Barat dikatakan kalah dari Jakarta. Orang Jakarta gemar makan tahu Bandung dan Sumedang sebaliknya mereka bilang tempe Jakarta lebih enak. Ah, barangkali itu juga dipikirkan para peserta mubes tahu-tempe, yang diadakan oleh para produsen se-Jawa Barat 20 November ini. Nandang yang jadi ketua panitianya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus