Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski mendengar pengalaman orang yang sudah berada di ambang kematianmisalnya pengalaman roh meninggalkan tubuhterkadang terasa "aneh", jangan buru-buru menertawai atau melecehkan mereka, apalagi menganggap mereka sebagai orang yang "mentalnya terganggu". Sama sekali bukan. Pengalaman mati suri (near-death experience) biasanya merupakan respons psikologis normal akibat stres hebat yang tidak bisa ditoleransi. Itu dibuktikan oleh hasil riset Bruce Greyson, guru besar bidang kedokteran jiwa Universitas Virginia, Amerika Serikat, yang dimuat di jurnal kedokteran internasional terkemuka, The Lancet, edisi 5 Februari 2000. Riset Greyson menggunakan 134 orang yang terbukti pernah mengalami mati suri. Kepada mereka disodorkan daftar pertanyaan yang lengkap untuk mengetahui secara mendalam pengalaman mati suri dan rentang waktu gejala-gejala disosiasi yang dialami.
Pada dasarnya, disosiasi bisa terjadi bila seseorang mempersempit ruang fokus di dalam pikirannya secara ekstrem sehingga sebagian memorinya diblokir. "Ini akan sangat membantu, misalnya, bila seseorang ingin meredam rasa sakit sembari tetap melakukan sesuatu," kata Greyson kepada Reuters Health. Disosiasi tersebut bisa berupa gejala yang ringan, seperti melamun, hingga disosiasi patologis yang mengindikasikan gangguan kejiwaan yang serius, misalnya kepribadian ganda.
Hasil riset menunjukkan bahwa gejala disosiasi yang sangat ringan dialami oleh 96 responden. Sisanya? Mereka tidak mengalaminya. "Riset ini menyodorkan bukti yang semakin kuat bahwa pengalaman mati suri bukan gejala gangguan kejiwaan," kata Greyson. Banyak laporan yang menunjukkan bahwa mereka yang pernah mencecap pengalaman mati suri tidak hanya berjiwa normal, tapi bahkan kemudian menjadi lebih bijak dalam memandang hidup (lihat Lebih Bijak Setelah Mati Suri).
Mati suri adalah keadaan ketika parameter-parameter medis menunjukkan seseorang telah meninggal tapi beberapa waktu kemudian orang tersebut sadar kembali. Mati suri berbeda dengan koma. Menurut dokter spesialis saraf dan jiwa yang pernah menangani kasus mati suri, Alexander Jacobus Hukom, pada orang yang mati suri sudah tidak ada gelombang otak lagi. Organ-organ tubuhnya pun sudah tidak berfungsi. Sedangkan pada orang yang mengalami koma, organ tubuhnya masih berfungsi. Kesadarannya saja yang hilang. "Koma bisa menjadi mati suri kalau kurang terpantau," kata dokter yang menyelesaikan program doktoralnya dengan penelitian tentang hipnotis dan terapi itu.
Menurut peneliti di bidang mati suri yang menulis buku Anyone Can See the Light, Dianne Morrissey, Ph.D., pengalaman mati suri bisa muncul dalam berbagai kondisi: bisa saat menjalani operasi pembedahan, saat mendapat serangan jantung, koma, kecelakaan, mengalami luka fisik, bunuh diri, tidak sadar, atau ketika mendapat serangan tiba-tiba.
Namun, banyak hal yang belum jelas menyangkut penyebab kehadiran pengalaman mati suri: trauma psikologis atau efek biologis? Ada banyak teori tentang hal itu. Ada yang mengatakan, terhambatnya suplai oksigen ke otak bisa jadi memunculkan pengalaman setengah mimpi seperti halusinasi. Penjelasan lain, pengalaman mati suri yang mendatangkan rasa tenang, damai, dan bahagia itu akibat bahan narkotik, semacam endorphin, yang diproduksi otak. Pendek kata, beberapa ilmuwan menduga bahwa sumber pengalaman mati suri adalah proses fisiologis dalam otak. Jadi, bukan benar-benar ada peristiwa roh manusia keluar dari tubuh.
Menurut Morrissey, yang mengaku pernah mati suri selama 35 menit, pengalaman mati suri tak selalu positifseperti melihat dan masuk ke dalam cahaya ataupun bertemu dengan sanak famili yang sudah mati atau penghuni surga. Dalam situsnya di internet, ia mengungkapkan bahwa kadang-kadang pengalaman negatif yang tak menyenangkan pun terjadi, misalnya melihat hantu atau menelusuri lorong gelap.
Bagaimana menjelaskan hal itu? Apakah pengalaman mati suri berkaitan dengan sindrom stres posttraumatic? Agaknya perlu penelitian lebih lanjut untuk menjawabnya. Mati suri masih menyimpan berlapis-lapis misteri.
Kelik M. Nugroho, Dewi Rina Cahyani, Dwi Wiyana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo