Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Monumen UFO Pertama di Asia Berdiri di Sleman

Indonesia UFO Network membangun monumen UFO di bekas lokasi crop circle di Sleman. Berupaya mengajak masyarakat mempelajari ilmu antariksa.

30 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Monumen UFO di Kecamatan Berbah, Sleman, Yogyakarta. TEMPO/Shinta Maharani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PATUNG piring terbang berpendar dan mengkilat karena diterpa sinar matahari sore Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Menancap pada batu candi setinggi empat meter di Dusun Krasaan, Jogotirto, Berbah, instalasi bergaris tengah 1,5 meter itu diresmikan Indonesia UFO Network—jaringan pemerhati benda terbang tak dikenal—untuk memperingati Hari UFO Nasional pada 21 Juli lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Monumen UFO itu dibangun di lokasi crop circle pada 2011. Saat itu, Indonesia, bahkan dunia, dihebohkan oleh kemunculan pola geometris di tengah sawah secara misterius. Tanaman padi merebah dalam bentuk yang teratur. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) plus Kepolisian Resor Sleman menyatakan bahwa crop circle itu bikinan manusia—entah siapa pelakunya. Namun, warga sekitar, termasuk Ngadiran dan Badawi sebagai pemilik lahan, meyakini hal sebaliknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keyakinan sebagian warga itu yang membuat Vincensius Christiawan, penggagas Indonesia UFO Network, percaya diri mengajak warga membangun monumen UFO. Bangunan itu berdiri di depan kedai milik warga, Sujarwoko. “Ini monumen UFO pertama di Asia,” kata Vincensius, Kamis, 28 Juli 2022.

Untuk kepentingan perizinan dan simbol kultural warga Yogya, dia melobi Direktur Eksekutif Jogja National Museum, Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro. KPH Wironegoro adalah menantu Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Vincensius—akrab disapa Venzha—menyebutkan peresmian monumen UFO ini merupakan bagian dari Indonesia UFO Festival yang berlangsung sejak 16 Juli lalu hingga hari ini di Yogyakarta. Mereka juga menggelar konferensi, workshop, pameran seni rupa, dan meluncurkan buku di 15 lokasi. Ada 30 komunitas pemerhati UFO yang terlibat. Mereka di antaranya datang dari Jakarta dan Yogyakarta.

Sejatinya, menu utama festival ini adalah mengenalkan soal antariksa kepada publik. Kepopuleran UFO, kata Venzha, diusung untuk memantik minat masyarakat. Selebihnya, mereka lebih banyak membahas teknologi, ilmu antariksa, dan peradaban kuno. Penggila UFO itu mencontohkan komunitas yang mempelajari tata surya, peradaban sebelum Jawa kuno, dan komunitas yang melihat perkembangan teknologi berbasis teks-teks Al-Quran.

Monumen UFO di Kecamatan Berbah, Sleman, Yogyakarta. TEMPO/Shinta Maharani

Festival itu, Venzha melanjutkan, memiliki tujuan utama, yakni mempertemukan anggota komunitas yang menaruh minat pada berbagai ilmu pengetahuan, seperti biologi, fisika, kimia, antariksa, dan seni. Semakin sering bertemu, komunitas itu bisa berkolaborasi untuk membuat riset bersama. “Harapannya, risetnya semakin kredibel dan saintifik,” ujar alumnus Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini.

Venzha berharap muncul penelitian, misalnya, tentang bagaimana planet ditemukan. Mengkolaborasikan seni dan sains bisa menjadi jalan yang menarik untuk mengembangkan riset. Komunitas UFO menerbitkan UFO & Space Chronicles: Facing The Unknown saat festival.

Venzha mengatakan dia dan rekan-rekannya percaya ada kehidupan selain di bumi. Bentuknya tidak harus seperti alien menyeramkan versi film Hollywood, tapi merupakan sesuatu yang belum teridentifikasi. Bisa juga berupa bakteri atau virus.

Venzha aktif berinteraksi dengan para peneliti Lapan. Dia kerap mengundang mereka untuk berbicara dalam lokakarya. Sebaliknya, Lapan juga mengajak Venzha berbicara dalam forum resmi mereka. Venzha pernah mengikuti riset isolasi manusia menuju Antarktika pada 14 Februari hingga 14 Maret 2019. Proyek simulasi bernama Simulation of Human Isolation Research for Antarctica-based Space Engineering (SHIRASE) ini menyiapkan manusia untuk perjalanan ke planet lain, termasuk ke Mars.

Gunawan Admiranto dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah seorang peneliti yang diundang Venzha dalam Festival UFO Indonesia. Gunawan menyebutkan festival itu bernilai positif untuk menggerakkan masyarakat mempelajari soal luar angkasa. “Menunjukkan kesadaran orang belajar antariksa semakin besar,” kata dia.

Menurut Gunawan, sah-sah saja orang percaya dengan keberadaan UFO dan "produk turunan"-nya, seperti crop circle. Dia menyatakan tak perlu menyalahkan atau meremehkan orang-orang yang percaya pada keberadaan UFO. Sebab, Gunawan melanjutkan, pengetahuan manusia soal banyak hal masih terbatas, termasuk luar angkasa.

Namun, Gunawan menambahkan, sebagian besar ilmuwan bersikap skeptis soal UFO. “Sulit dibuktikan dengan metode ilmiah,” ujarnya.

SHINTA MAHARANI  (SLEMAN)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Shinta Maharani

Shinta Maharani

Kontributor Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus