SEJAK akhir Pebruari, saban malam TVRI membujuk penonton supaya
menyimpan bubuk garam-diare. Ajakan yang datang berbarengan
dengan surutnya banjir di ibukota belum lama ini, mungkin telah
memancing dugaan orang tentang adanya wabah muntah berak di
sini. Tak ada siaran resmi mengenai itu. Tetapi angka penderita
yang masuk ke RS ipto Mangunkusumo nampaknya memperkuat
perkiraan tadi. Sepanjang Januari penderita yang masuk ke
bangsal rumahsakit tersebut naik dari 2 menjadi 25 orang.
"Untunglah semuanya bisa ditolong", kata dr Sunoto .
Diare atau muntah berak kerapkali datang bersama banjir, musim
buah-buahan ataupun kemarau yang keterlaluan. Virus punya
pekerjaan. Kalau hukan itu, dia disebabkan oleh keadaan tubuh
yang lemah, lantaran kurang gizi. Karena para ahli pun
beranggapan bahwa penyakit ini tidak selamanya diakibatkan kuman
Di tangan seorang dokter, penderita yang berak-berak diiringi
muntah-muntah, biasanya tidak diberikan obat pemampat keadaan
serba bocor tersebut. Dia akan disusul garam-diare yang
disebutkan juga oralit. "Prinsip pengobatannya adalah untuk
mencegah penderita menjadi layu karena kehilangan cairan dari
tubuhnya", urai Sunoto dari Bagian Anak RSCM. Kalau cairan yang
keluar bisa diimbangi dengan masuknya cairan garam-diare maka
penderita bisa tertolong. "Sedangkan berak-berak tadi bisa
sembuh dengan sendirinya", sambung dokter yang masih muda itu.
Muntah-berak merupakan penyakit yang paling banyak menyerang
anak-anak kita. Penyakit ini menduduki tempat pertama sebagai
pembunuh. Saban tahun dia merenggut 600.000 sampai 900.000
anak-anak di bawah lima tahun. Penyakit di tenggorokan memang
merupakan penyakit yang paling banyak diderita orang. Tapi
bagaimana pun dia toh tidak sampai mematikan. Dari sinilah
keterangannya mengapa pemerintah begitu gencarnya
menyodor-nyodorkan garam-diare. Meski pun agak terlambat.
"Penggunaan garam ini bukan belakangan ini saja. Tidak. Sejak
dulu rumah-rumah sakit sudah menggunakannya. Tetapi sekarang
pemerintah ingin obat yang murah ini lebih disebar-luaskan.
Tersedia di apotik. Bahkan kalau mungkin dijual seperti
jamu-jamu tradisionil", kata dokter anak Sunoto pula.
Obat ini boleh dikatakan murah. Dan kalaupun ada yang berniat
memhuat sendiri amat mudah. Ambillah garam dapur campur dengan
soda roti, gula dan kalium yang sudah barang tentu harus
mengikuti takaran tertentu. Tapi untuk mudahnya orang bisa
memintanya di rumahsakit maupun puskesmas-puskesmas. Di RSCM
harganya sekitar Rp 150. Sedangkan di puskesmas, dengan karcis
masuk seseorang sudah dapat memperoleh sebungkus garam-diare.
Sebab persediaan garam tersebut di puskesmas-puskesmas sekarang
ini termasuk dalam paket obat-obatan Inpres tahun 1974-1975.
Keampuhan garam ini dibuktikan juga di Bangladesh. Di sana
muntah-berak bisa mengambil korban 30% dari penderita. Dengan
garam ini angka tadi bisa turun sampai 3%. "Ada yang membuat
kita berbeda dengan Bangladesh atau pun India. Di sana garam ini
digunakan sebagai penyembuh. Sedangkan di sini dia digunakan
juga sebagai pencegah. Seperti orang kalau masuk angin akan
kerokan, kita akan bikin suasana begitu ada yang muntah dan
berak-berak orang terus menggunakan garam diare", kata dr
Brotowasisto, Kepala Sub Direktorat Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Kolera & Castro Entrctis, Departemen Kesehatan.
Katanya pengaruh samping dari obat ini sama sekali tak ada. Dan
katanya, minum terlalu banyak cairan garam ini. paling-paling
hanya akan membikin sembab mata.
Untuk memperluaskan garam ini pemerintah bakal mengeluarkan
biaya yang banyak juga diperkirakan sekitar Rp 500 juta
pertahun. UNICEF sudah dibujuk dan bersedia memberi bantuan. Dan
persediaan garam yang kini dikerjakan di Depkes, nantinya akan
dikerjakan pula oleh perusahaan-perusahaan swasta. "Supaya
benar-benar tersebar. Hingga angka kematian karena muntah-berak
bisa ditekan". Begitu harapan Brotowasisto.
Jika sektor swasta sudah ikut dalam pengadaan obat ini
pemerintah perlu juga memberikan pengawasannya. Sebab biasanya
usaha-usaha seperti itu sering dibarengi dengan kecurangan dalam
takaran. Dan garam ini bakal memperoleh rupa-rupa variasi.
Misalnya perusahaan anu akan menambahkan zat warna, atau
membuatnya lebih manis dan gurih. Sebab sebagaimana dikatakan dr
Sunoto anak di atas dua tahun kurang doyan minum larutan garam
diare ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini