Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Nyono Lari & Meninggal Karena Apa ?

Nyono, 22, karyawan ahli teknik asal Cepu, meninggal dunia setelah jatuh ketika hampir mencapai finis lomba lari jarak jauh. Sebab-sebab kematiannya tidak sempat diteliti sedalam-dalamnya. (ksh)

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA masih duduk di sekolah menengah, Nyono pernah ikut dalam lomba lari 10 Km di Cepu, kota kelahirannya. Ia kalah, meskipun bisa mencapai garis finis. Sesudah dewasa dan jadi karyawan ahli teknik di Jakarta, kegemarannya pada olahraga yang murah tapi keras itu belum dia tinggalkan. Kesanggupannya untuk menempuh lari jarak jauh itu dia coba lagi begitu mendengar Husni Thamrin-Sudirman Race yang diadakan dalam rangka ulangtahun kota Jakarta ke-451. Bersiap-siap menghadapi perlombaan yang diadakan 11 Juni itu, ia hanya mengandalkan perhitungan sendiri. Tak sempat ia mendengar nasihat atau pun membaca tentang persiapan yang baik sebelum berlomba. Dua minggu sebelum perlombaan tubuhnya benar-benar dia pacu. Tambah dekat, latihan tambah keras. Pagi-pagi ia lari-lari di tempat 1 jam, sampai di kantor dia tambah lagi satu setengah jam. Pulang ke rumah, latihan dilanjutkan mengelilingi daerah tempat tinggal di Jalan Wijaya Timur, Kebayoran Baru. Menjelang matahari terbenam ia lari melintasi Gereja Santa masuk ke daerah Mampang dan membelok ke Semanggi dan kembali ke rumah. Kurang lebih 15 Km. Suroto, teman serumahnya malahan menceritakan bahwa temannya itu selama tiga hari menjelang perlombaan dengan maksud menambah tenaga, Nyono melahap 3 kaleng susu kental Indomilk. Tanpa diaduk dengan air, katanya dia merasa "lebih enakan". Malam menjelang pertandingan dia tidur lebih cepat. Jam 7.30 ia sudah tertidur. Bercakap-cakap dengan teman sekamarnya -- mereka berdua menyewa sebuah kamar -- Nyono yakin dengan kemampuannya. "Langkah saya sekarang makin lebar dan lebih cepat," katanya. Besoknya Meninggal Lemak dan protein yang menumpuk dari tiga kaleng susu kental masih tersimpan dalam tubuhnya. Tapi masih juga ingin ia tambah dengan sekaleng susu kental lagi, pada saat perlombaan akan dimulai. "Permintaannya itu tak bisa saya turuti karena waktu sudah mepet," cerita Suroto. Bersama 1781 peserta Nyono meluncur dari garis start di Monas. Pada hari Minggu pagi yang cerah, ia sudah mendekati garis finis, untuk jarak 17 Km. Tapi kurang dua kilo dari akhir ia jatuh. Ia diangkut ke RS Cipto Mangunkusumo. Tentu saja mungkin ada gangguan lain bagi seorang pelari marathon yang tak menyiapkan diri sebaik-baiknya. Seorang pelari dalam pertandingan 11 Juni itu juga ada yang di tengah jalan -- sambil lari -- mencret. Ia diangkut ambulans, dan seorang petugas kesehatan setengah mengeluh setengah melucu: "Biasanya mengurus darah, kali ini ngurus tahi." Ia meninggal keesokan paginya di rumahsakit itu. Jenazahnya kembali ke kota kelahirannya dalam umur 22 tahun. Meskipun gagal untuk kedua kali dan yang penghabisan, Nyono sebenarnya bisa memberikan sumbangan yang besar untuk olahraga lari -- yang mulai tumbuh peminatnya di sini. Tapi sayang, teman sesama penggemar lari, ataupun panitia, tidak berusaha untuk mencari tahu mengapa dia meninggal. "Tak ada kelainan pada jantung maupun syaraf," hanya begitu kata dokter yang merawatnya di RSCM. Bedah mayat, untuk mengetahui sebab kematiannya tidak dilakukan. Tak jelas apakah panitia pelaksana berusaha untuk melaksanakannya. Hanya Amir Lubis berkata: "Keluarga tidak mengizinkan." Walhasil, kematian Nyono tetap jadi tanda tanya. Dr Soeharto, Kepala Pusat Kesehatan Olahraga di Senayan, Jakarta, tentu saja tidak bisa menyebutkan Sesuatu yang pasti. Ia hanya mengemukakan beberapa kemungkinan. Mungkin Nyono menderita penyakit turunan. Soeharto tidak memperinci dugaannya ini, tapi mungkin yang dimaksudkannya adalah stenosis aorta, penyakit turunan yang bisa mematikan, karena penyempitan nadi besar dekat jantung. Tapi dugaan ini nampak kurang tepat, sebab keterangan dokter yang merawatnya tidak melihat adanya kelainan jantung. Tapi keterangan Soeharto mengenai persiapan makanan Nyono menjelang pertandingan agak menarik, terutama mengenai susu kental Indomilk itu. "Kesalahan fatal. Untuk lari, tubuh tidak membutuhkan protein. Ia hanya butuh enerji. Susu memang mengandung gula. Tapi dia juga mengandung protein dan lemak yang sulit dicerna," katanya menganalisa. Sedangkan dokter lain membuat perhitungan lain. Kalau susu kental tak dicampur dengan air, akibatnya yang mungkin adalah hypertonis. Ini bisa mengakibatkan cairan dan elektrolit jadi tersedot ke lambung. Keadaan ini akan menimbulkan hilangnya keseimbangan elektrolit dalam tubuh. "Di bawah panas terik, orang bisa mati karena pukulan udara panas," katanya. Tapi itu semua hanya dugaan. Apa yang sesungguhnya terjadi, itu hanya bisa dianalisa dari tubuh Nyono. Tubuh itu tidak sempat diteliti sedalam-dalamnya. Dan para penggemar olahraga lari jauh, yang terdiri dari pelbagai lapangan hidup dan pelbagai usia, tetap bertanya. Sebab selama ini, seperti yang terjadi pada almarhum pelukis Zaini, kematian hanya terjadi waktu lari karena serangan jantung. Termasuk kejadian ironis pekan lalu: seorang berusia 55 tahun meninggal waktu berlari-lari pagi di Miami Beach A S. Kepala Lembaga Jantung setempat itu mati karena serangan jantung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus