KETIKA masih duduk di sekolah menengah, Nyono pernah ikut dalam
lomba lari 10 Km di Cepu, kota kelahirannya. Ia kalah, meskipun
bisa mencapai garis finis. Sesudah dewasa dan jadi karyawan ahli
teknik di Jakarta, kegemarannya pada olahraga yang murah tapi
keras itu belum dia tinggalkan.
Kesanggupannya untuk menempuh lari jarak jauh itu dia coba lagi
begitu mendengar Husni Thamrin-Sudirman Race yang diadakan dalam
rangka ulangtahun kota Jakarta ke-451. Bersiap-siap menghadapi
perlombaan yang diadakan 11 Juni itu, ia hanya mengandalkan
perhitungan sendiri. Tak sempat ia mendengar nasihat atau pun
membaca tentang persiapan yang baik sebelum berlomba.
Dua minggu sebelum perlombaan tubuhnya benar-benar dia pacu.
Tambah dekat, latihan tambah keras. Pagi-pagi ia lari-lari di
tempat 1 jam, sampai di kantor dia tambah lagi satu setengah
jam. Pulang ke rumah, latihan dilanjutkan mengelilingi daerah
tempat tinggal di Jalan Wijaya Timur, Kebayoran Baru. Menjelang
matahari terbenam ia lari melintasi Gereja Santa masuk ke daerah
Mampang dan membelok ke Semanggi dan kembali ke rumah. Kurang
lebih 15 Km.
Suroto, teman serumahnya malahan menceritakan bahwa temannya itu
selama tiga hari menjelang perlombaan dengan maksud menambah
tenaga, Nyono melahap 3 kaleng susu kental Indomilk. Tanpa
diaduk dengan air, katanya dia merasa "lebih enakan". Malam
menjelang pertandingan dia tidur lebih cepat. Jam 7.30 ia sudah
tertidur. Bercakap-cakap dengan teman sekamarnya -- mereka
berdua menyewa sebuah kamar -- Nyono yakin dengan kemampuannya.
"Langkah saya sekarang makin lebar dan lebih cepat," katanya.
Besoknya Meninggal
Lemak dan protein yang menumpuk dari tiga kaleng susu kental
masih tersimpan dalam tubuhnya. Tapi masih juga ingin ia tambah
dengan sekaleng susu kental lagi, pada saat perlombaan akan
dimulai. "Permintaannya itu tak bisa saya turuti karena waktu
sudah mepet," cerita Suroto.
Bersama 1781 peserta Nyono meluncur dari garis start di Monas.
Pada hari Minggu pagi yang cerah, ia sudah mendekati garis
finis, untuk jarak 17 Km. Tapi kurang dua kilo dari akhir ia
jatuh. Ia diangkut ke RS Cipto Mangunkusumo.
Tentu saja mungkin ada gangguan lain bagi seorang pelari
marathon yang tak menyiapkan diri sebaik-baiknya. Seorang pelari
dalam pertandingan 11 Juni itu juga ada yang di tengah jalan --
sambil lari -- mencret. Ia diangkut ambulans, dan seorang
petugas kesehatan setengah mengeluh setengah melucu: "Biasanya
mengurus darah, kali ini ngurus tahi."
Ia meninggal keesokan paginya di rumahsakit itu. Jenazahnya
kembali ke kota kelahirannya dalam umur 22 tahun.
Meskipun gagal untuk kedua kali dan yang penghabisan, Nyono
sebenarnya bisa memberikan sumbangan yang besar untuk olahraga
lari -- yang mulai tumbuh peminatnya di sini. Tapi sayang, teman
sesama penggemar lari, ataupun panitia, tidak berusaha untuk
mencari tahu mengapa dia meninggal. "Tak ada kelainan pada
jantung maupun syaraf," hanya begitu kata dokter yang merawatnya
di RSCM. Bedah mayat, untuk mengetahui sebab kematiannya tidak
dilakukan. Tak jelas apakah panitia pelaksana berusaha untuk
melaksanakannya. Hanya Amir Lubis berkata: "Keluarga tidak
mengizinkan."
Walhasil, kematian Nyono tetap jadi tanda tanya. Dr Soeharto,
Kepala Pusat Kesehatan Olahraga di Senayan, Jakarta, tentu saja
tidak bisa menyebutkan Sesuatu yang pasti. Ia hanya mengemukakan
beberapa kemungkinan. Mungkin Nyono menderita penyakit turunan.
Soeharto tidak memperinci dugaannya ini, tapi mungkin yang
dimaksudkannya adalah stenosis aorta, penyakit turunan yang bisa
mematikan, karena penyempitan nadi besar dekat jantung. Tapi
dugaan ini nampak kurang tepat, sebab keterangan dokter yang
merawatnya tidak melihat adanya kelainan jantung.
Tapi keterangan Soeharto mengenai persiapan makanan Nyono
menjelang pertandingan agak menarik, terutama mengenai susu
kental Indomilk itu. "Kesalahan fatal. Untuk lari, tubuh tidak
membutuhkan protein. Ia hanya butuh enerji. Susu memang
mengandung gula. Tapi dia juga mengandung protein dan lemak yang
sulit dicerna," katanya menganalisa.
Sedangkan dokter lain membuat perhitungan lain. Kalau susu
kental tak dicampur dengan air, akibatnya yang mungkin adalah
hypertonis. Ini bisa mengakibatkan cairan dan elektrolit jadi
tersedot ke lambung. Keadaan ini akan menimbulkan hilangnya
keseimbangan elektrolit dalam tubuh. "Di bawah panas terik,
orang bisa mati karena pukulan udara panas," katanya.
Tapi itu semua hanya dugaan. Apa yang sesungguhnya terjadi, itu
hanya bisa dianalisa dari tubuh Nyono. Tubuh itu tidak sempat
diteliti sedalam-dalamnya. Dan para penggemar olahraga lari
jauh, yang terdiri dari pelbagai lapangan hidup dan pelbagai
usia, tetap bertanya. Sebab selama ini, seperti yang terjadi
pada almarhum pelukis Zaini, kematian hanya terjadi waktu lari
karena serangan jantung. Termasuk kejadian ironis pekan lalu:
seorang berusia 55 tahun meninggal waktu berlari-lari pagi di
Miami Beach A S. Kepala Lembaga Jantung setempat itu mati karena
serangan jantung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini