Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Mereka Mencari Inggeris Atau ...

Warga negara Indonesia yang belajar di Singapura diberi waktu untuk kembali ke Indonesia mengikuti sistim pendidikan nasional. Pejabat P & K khawatir, loyalitas mereka terhadap negara akan luntur. (pdk)

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIPERHITUNGKAN sekitar 6000 remaja warganegara Indonesia belajar di luar negeri. Sebagian terbesar menumpuk di negara tetangga kita Singapura. Beberapa waktu yang lalu, selesai menemui Presiden Suharto dalam rangka persiapan penyambutan PM Lee Kwan Yew akhir bulan ini, Dubes Her Tasning menyebutkan jumlah mereka mencapai 4000. Mereka tidak saja duduk di sekolah menengah, tapi pun ada yang belajar di taman kanak-kanak. Meskipun jumlah tadi relatif sedikit dibandingkan seluruh pelajar yang ada, namun pemerintah beranggapan bahwa tiap warga negaranya haruslah mencicipi sistim pendidikan nasional. Untuk memanggil anak-anak itu kembali pulang dan mengikuti pelajaran di sini saja 21 oktober 1976 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama antara Menteri P & K dan Menteri Luar Negeri. Surat keputusan itu selain menunjukkan ketetapan hati supaya semua warganegara harus mengikuti sistim pendidikan nasional, dia juga memberi batas waktu bahwa mereka semua sudah harus kembali pada tahun 1980. Surat keputusan itu memberikan tenggang waktu yang cukup. Bagi mereka yang duduk di sekolah menengah diberi waktu untuk menyelesaikan jenjang pendidikan tersebut. Sedangkan yang duduk di sekolah dasar diberikan tenggang waktu tiga tahun. Menyambut peraturan tersebut sampai sekarang saban hari rata-rata 10 orangtua murid yang bertamu ke Biro Hubungan Luarnegeri P & K. Mereka datang unLuk "memutihkan" kedudukan anak mereka, sebagai tanda persetujuan terhadap peraturan. Bahwa anak mereka akan kembali sesuai dengan jadwal. Di Singapura mereka akan segera melapor kepada pihak kedutaan Indonesia di sana. Di antara para orang tua yang datang ke P & K itu ada juga yang sedang mengurus kedudukan anaknya yang sedang belajar di Penang. Jumlah pelajar Indonesia di negara bagian Malaysia ini berjumlah sekitar 600 orang dan duduk di perguruan yang mengajarkan bahasa Mandarin. Pemanggilan pulang para pelajar dari luar negeri merupakan langkah lanjut pemerintah, setelah melaksanakan sistim pembauran terhadap sekolah-sekolah yang banyak keturunan "non-pri". Para pejabat P & K cemas kalau-kalau mereka yang belajar di luar negeri itu tidak bisa menyesuaikan diri di sini. "Loyalitas terhadap negara pun bisa luntur kalau mereka menyerap pendidikan asing," kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Darji Darmodihardjo. Selain kecemasan terhadap "loyalitas", ada soal lain yang nampaknya memang menyedot sejumlah devisa dari Indonesia. Untuk tiap pelajar Kementerian Pendidikan Singapura mengenakan kewajiban membayar sumbangan S$ 4000 untuk membantu pembangunan sarana pendidikan di sana. Kemudian harus menyetor uang jaminan S$ 1000, sebagai cadanan kalau-kalau satu hetika anak-anak itu harus keluar dari Singapura. "Uang itu semua tak kembali lagi. Coba hitung berapa jumlahnya 4000 pelajar kali sekian ribu dollar. Bukankah itu devisa yang lumayan?!" kata seorang pejabat tinggi P & K. Pelajar Indonesia mulai mengalir ke Singapura dimulai sejak tahun 1972 dan mencapai puncaknya pada tahun 1974-75. "Kedatangan mereka sebelum tahun 1975 adalah melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Mereka kebanyakan masuk ke Singapura sebagai turis biasa dan kemudian mencari sekolah tanpa diketahui yang berwenang di Indonesia," jawab Abdul Irsan, konsul di kedubes Indonesia di Singapura kepada koresponden TEMPO Khoe Hak Liep. Manfaat Untuk Singapura Para orangtua murid, terutama WNI keturunan Tionghoa, nampaknya masih tetap bersemangat untuk mengirimkan anak mereka menuntut pelajaran di luar negeri, meskipun suasana seperti kata seorang tua, sudah "membikin pusing untuk minta izin belajar ke luar negeri." Di kantor Biro Hubungan Luar Negeri Departemen P & K seorang lelaki Tionghoa menyatakan keinginannya untuk mengirim anaknya ke Singapura, karena katanya di sana ongkos hidup hampir sama dengan Jakarta. "Pelajaran bahasa Inggeris di sana bagus, siapa tahu setelah pulang Inggeris anak saya bisa lancar," katanya jujur. Seorang laki-laki lain yang sedang menjenguk anaknya di Singapura juga menyatakan alasan yang hampir sama. "Anak saya telah les bahasa Inggeris selama 3 tahun di Indonesia, tetapi tetap tidak dapat lancar bahasa Inggeris, sedangkan kami mengharapkan dia menggantikan kedudukan saya sebagai pimpinan perusahaan." Alasan untuk memperoleh pendidikan bahasa Inggeris yang baik di Singapura nampaknya tidak bisa diterima oleh pejabat P & K di sini. Mereka beranggapan para pelajar itu hanya mau mendapat pelajaran bahasa Mandarin di sana, karena di sini sudah dihapuskan dari sekolah. Mungkin anggapan ini kurang tepat, sebab di Jakarta orang masih memperoleh pelajaran Mandarin dengan mengundang guru pribadi. Untuk tingkat dasar ongkosnya Rp 5000 per bulan, tiga kali seminggu. Rp 10.000 untuk tingkat lanjut. Pihak Singapura nampaknya diam-diam saja dalam melihat kemauan Indonesia. Sebuah sumber di Singapura menyebutkan keengganan pihak pemerintah di sana untuk memberikan daftar nama pelajar Indonesia yang sedang belajar di negara pulau kecil itu. Maklumlah, dengan keadaan menumpuknya pelajar Indonesia di sana Singapura dapat manfaat. Paling sedikit dalam hal devisa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus