Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pasien Covid-19 Isolasi Mandiri Perlu Paham Waktu Konsultasi Terbaik

Dokter menyarankan waktu ideal pasien COVID-19 isolasi mandiri berkonsultasi dengan dokter adalah setiap hari selama masa perawatan.

25 Juli 2021 | 16.33 WIB

Petugas Puskesmas Jajaway memberi obat saat pengantaran obat dan bantuan bahan pangan bagi pasien positif COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri di kawasan Antapani, Bandung, Jawa Barat, 22 Juli 2021. Puskesmas jadi ujung tombak penanganan pasien yang tengah isoman tanpa gejala atau dengan gejala ringan disaat rumah sakit kolaps. Data lembaga LaporCovid-19 menyebutkan, sejak awal Juni sampai 19 Juli lalu ada 682 pasien COVID-19 di 16 provinsi wafat saat jalani isolasi mandiri di luar rumah sakit. TEMPO/Prima mulia
Perbesar
Petugas Puskesmas Jajaway memberi obat saat pengantaran obat dan bantuan bahan pangan bagi pasien positif COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri di kawasan Antapani, Bandung, Jawa Barat, 22 Juli 2021. Puskesmas jadi ujung tombak penanganan pasien yang tengah isoman tanpa gejala atau dengan gejala ringan disaat rumah sakit kolaps. Data lembaga LaporCovid-19 menyebutkan, sejak awal Juni sampai 19 Juli lalu ada 682 pasien COVID-19 di 16 provinsi wafat saat jalani isolasi mandiri di luar rumah sakit. TEMPO/Prima mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Persatuan Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia, Daeng M. Faqih, menyarankan waktu ideal pasien COVID-19 isolasi mandiri berkonsultasi dengan dokter adalah setiap hari selama masa perawatan. Pengawasan dari tenaga medis dan dokter dibutuhkan agar angka kesembuhan pada pasien bisa semakin tinggi dan peluangnya semakin besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Hal yang utama dalam konsultasi saat isolasi mandiri itu jangan lupa sampaikan perkembangan gejala serta hasil observasi mandiri, mulai dari respiratory rate, suhu, dan kadar saturasi oksigen,” kata Daeng.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ia menyebutkan hingga saat ini kesalahan terbesar dari pasien isolasi mandiri yang telat mendapatkan pertolongan karena tidak adanya pemantauan dan pengawasan dari tenaga medis. Seringnya, pasien isolasi mandiri baru mencari pertolongan dokter atau tenaga medis ketika kondisi benar- benar sudah memburuk dan terlambat ditangani.

“Maka dari itu penting untuk konsultasi rutin hingga sembuh karena kalau terhubung dengan dokter, misalnya lewat layanan telemedisin, tentu akan lebih baik penanganannya karena ada pendampingan ahli dan ada juga pemberian terapi obat yang lebih terarah,” katanya.

Daeng juga menyebutkan selama isolasi mandiri pasien COVID-19 tidak boleh melakukan kegiatan yang menyebabkan kelelahan pada fisik dan mental. Pasien boleh berolahraga namun dalam jumlah yang normal dan tidak mengganggu kadar oksigen di dalam tubuh.

Selama isolasi mandiri, pasien COVID-19 pun tidak perlu merasa panik dan sebisa mungkin selalu berpikiran positif dengan berbagai cara, misalnya dengan menghubungi kerabat secara virtual atau bisa juga sambil membaca buku. Pada saat isolasi mandiri, pasien juga harus mampu mengenali ciri-ciri perburukan gejala.

Selain memantau kadar oksigen dan suhu tubuh, pasien bisa mengenali gejala perburukan dengan mengecek jumlah embusan napas. Jika respitatory rate sudah melebihi 24 kali dalam waktu satu menit artinya pasien sudah mengalami durasi napas yang lebih pendek, itu merupakan gejala gangguan napas yang seharusnya langsung dikonsultasikan kepada dokter.

Gejala perburukan juga bisa dilihat dari perasaan sesak napas atau tertekan yang dialami pasien. Meski ia mendapatkan hasil saturasi oksigen di atas 95 persen, jika pasien mengalami sesak ada baiknya segera menghubungi dokter untuk kemudian dirujuk ke rumah sakit.

Tidak hanya itu, perburukan gejala juga bisa dilihat dari ujung tangan, kaki, dan bibir yang membiru atau dalam istilah medisnya dikenal sebagai cyanosis. Meski tidak merasa sesak atau tidak merasa dadanya tertekan, pasien dengan cyanosis harus segera mendapatkan rujukan ke rumah sakit karena menunjukkan tubuhnya kekurangan oksigen.

“Hal-hal seperti itu kebanyakan luput, masyarakat banyak yang belum mengetahui gejala perburukan. Maka, penting terhubung dan berkonsultasi ke dokter setidaknya lewat telemedisin agar angka kesembuhan bisa meningkat,” ujar Daeng.

Sebelumnya, IDI menilai layanan telemedisin merupakan solusi yang strategis di masa penanganan pandemi COVID-19. Hal itu karena tenaga medis dapat lebih optimal memantau keadaan banyak pasien dan membantu meringankan beban rumah sakit yang masih cukup banyak merawat pasien-pasien bergejala sedang hingga kritis.

Tidak berhenti di situ, telemedisin juga membantu penanganan di hulu dengan cara mempersiapkan sistem untuk sentra-sentra vaksinasi COVID-19 agar sesuai dengan protokol kesehatan dan membantu percepatan distribusi vaksin COVID-19 kepada masyarakat agar kekebalan komunitas lebih cepat tercipta.

#CuciTangan #JagaJarak #PakaiMasker #DiamdiRumah

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus