Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan RS Paru Rotinsulu, dr. Dijah Rochmad, mengatakan pemeriksaan epidermal growth factor receptor (EGFR) bertujuan untuk memeriksa mutasi genetik untuk memberikan pengobatan yang lebih baik dan mudah bagi pasien kanker paru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pengobatan itu juga pada umumnya ada tiga macam. Satu, kemoterapi, kedua, operasi. Ketiga, penyinaran atau sering disebut radioterapi," ujarnya dalam dialog “Peran Pemeriksaan Mutasi EGFR pada Kanker Paru” yang disiarkan Kementerian Kesehatan, Senin, 4 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Dijah, terdapat beberapa jenis kanker, salah satunya adenokarsinoma. Ia mengatakan pemeriksaan mutasi EGFR merupakan jenis yang dilakukan untuk kanker tersebut untuk menentukan pengobatan yang tepat. Apabila hasil pemeriksaan mutasi EGFR dinyatakan positif, jika pasien tersebut dalam kondisi umum bagus seperti dapat berjalan atau beraktivitas, maka pengobatan yang dapat dilakukan adalah secara oral dengan minum obat atau tablet setiap hari.
Dijah menyebut dengan demikian pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa gangguan serta minim keluhan efek samping obat. Hal tersebut dapat meningkatkan kualitas hidup pasien meski mengidap kanker.
Perawatan konvensional
Apabila hasil pemeriksaan mutasi genetik negatif maka jenis perawatan yang digunakan bersifat konvensional, yakni perawatan di rumah sakit menggunakan infus serta cairan obat. Dia menilai efek sampingnya lebih berat dibanding pengobatan secara oral karena pasien kehilangan waktu untuk produktif.
"Prinsipnya pengobatan kanker adalah pengobatan pengendalian perkembangan sel kanker supaya tidak terlalu cepat progresnya sehingga kualitas hidup bisa lebih baik dan angka harapan hidup bisa lebih panjang," jelasnya.
Ia menyebut sejumlah tahapan sebelum pengobatan kanker. Yang pertama adalah skrining untuk menentukan apakah seseorang mengidap kanker paru atau terkena penyakit lain. Dia menyebut sejumlah gejala yang tidak spesifik hanya kanker paru saja, seperti batuk berkelanjutan, batuk berdarah, sesak napas, nyeri, atau mengi. Karena itu, skrining penting dilakukan.
Apabila sudah diobati dokter namun tidak kunjung sembuh kemudian dicurigai sebagai kanker maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang seperti biopsi. Dia menyebut sejumlah faktor risiko kanker paru, seperti merokok, baik pasif maupun aktif, dengan model konvensional ataupun elektrik seperti vape. Selain itu, polusi yang terus menerus diisap juga meningkatkan risiko.
Pilihan Editor: Pulmonolog Ingatkan Merokok Penyebab 85 Persen Kasus Kanker Paru