SEORANG diplomat senior baru saja meninggalkan posnya di Eropa.
Dalam perjalanan pulang ke Indonesia dia mampir di Singapura.
Mendengar banyak rekan-rekannya melakukan general medical
check-up di kota itu, iseng-iseng ia memeriksakan kesehatannya
pada sebuah pusat kesehatan di situ. Hasilnya ada kelainan pada
jantungnya.
Tentu saja ia kaget campur cemas. Sebab selama ini seingatnya
gaya hidupnya cukup kalem untuk seorang yang berbakat kena
serangan jantung. Kebiasaan-kebiasaan seperti merokok dan
alkohol sudah lama dia jauhi. Latihan fisik juga tak kurang.
Pemeriksaan kesehatan menyeluruh dan berkala yang mulai
digandrungi kalangan atas sejak awal 1970-an memang mulai
dicurigai faedahnya. Para dokter sendiri melihat upaya
pemeriksaan kesehatan seperti itu tidak bisa mencegah penyakit.
Keraguan terhadap faedah check-up nampak semakin tinggi. World
Health Forum, berkala yang ditertibkan badan kesehatan dunia
(WHO) dalam penerbitannya yang terakhir memuat hasil penelitian
satuan tugas dokter-dokter Kanada. Dari penelitian yang
berlangsung selama 3 tahun, satuan tugas itu menganjurkan untuk
meninggalkan saja check-up tahunan yang mulai dilaksanakan sejak
beberapa dekade yang lalu di Amerika Utara. "Kami menganggap
general check-up secara rutin tidak akan mampu menunjukkan
penyakit secara spesifik, tidak efisien, membuang-buang waktu
dan merugikan," kata satuan tugas tadi.
Tetapi satuan tugas dari Kanada itu tidak menganggap enteng
usaha-usaha pencegahan penyakit. Terhadap orang orang yang
dianggap punya risiko bakal terserang penyakit, mereka malahan
menganjurkan pemeriksaan yang lebih intensif. Cuma mereka
manganggap pemeriksaan kesehatan baru perlu dilaksanakan kalau
sudah terlihat indikasi yang kuat. Mereka menganjurkan agar
pemeriksaan dilakukan secara terarah untuk penyakit tertentu,
misalnya mammography untuk mengetahui apakah seseorang ibu bakal
kena serangan kanker payudara. Pemeriksaan triglyceride (lemak
yang sering dihubungkan dengan serangan jantung) tidak mereka
anjurkan. Namun pemeriksaan berkala untuk mencegah hipertensi
atau darah tinggi sangat mereka anjurkan.
General check-up yang selama ini dilakukan meliputi pemeriksaan
fisik dan jiwa. Contoh darah, kecing dan tinja diambil. Hasil
analisa laboratorium bisa meliputi puluhan macam. Tarifnya
mencapai Rp 70.000.
Di kalangan pemerintah sendiri sudah ada semacam keharusan
pejabat eselon III ke atas menjalani pemeriksaan kesehatan
menyeluruh tiap tahun. Lembaga kesehatan penerbangan, Saryanto,
di Jakarta, saban tahun menampung 2000 pejabat untuk diperiksa.
Selain di pusat pemeriksaan kesehatan penerbang itu, fasilitas
yang terdapat di RSPAD dan KSAL juga dimanfaatkan.
Di luar kalangan pemerintah peminat cukup besar. Metropolitan
Medical Center, klinik swasta terbesar di belakang Hotel
Indonesia Sheraton, Jakarta saban bulan menampung sekitar 150
orang. Selain klinik-klinik swasta dan rumahsakit, biro-biro
perjalanan pun mencari kesempatan. PT Express Sale Agency di
Jakarta sejak awal 1980 menyelehggarakan package tour (termasuk
check-up) ke Taiwan dengan biaya US$ 900. Banyak juga para
pejabat di Indonesia yang secara teratur melakukan pemeriksaan
general check-up ke klinik-klinik di Taipeh, ibukota Taiwan.
Kalau mau check-up di Singapura saja, selain ong kos pesawat,
peminat dikenakan ongkos Rp 120.000.
Tetapi seberapa jauh uFaya itu memberikan jaminan? "Sulit untuk
membuktikannya. Malahan dia bisa menimbulkan persoalan baru di
kalangan pasien yang diperiksa, " ucap seorang dokter di FKUI.
Dokter ini bercerita tentang seorang pejabat yang jadi
langganannya.
Ceritanya setelah seorang karyawan di suatu departemen meninggal
secara mendadak, seluruh staf diharuskan check-up. Pemeriksaan
yang meliputi berbagai bidang itu menunjukkan bahwa pejabat yang
jadi langganan dokter itu menderita penyakit ayan. Pejabat itu
terheran-heran. Seumur hidup ia tak pernah ayanan, sekarang
pemeriksaan menyebutkan dia menderita penyakit itu. Ia
melaporkan hasil pemeriksaan itu kepada dokter langganannya.
Dokter tak percaya. Kemudian si pejabat dikirim ke psikiater.
Ternyata dia sehat-sehat saja.
Menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, dr . Abdullah Cholil
MPH, yang memberikan beban kepada seseorang bukan saja kesalahan
laboratorium yang standarnya memang belum ada. Tetapi juga
pemberitahuan tentang kelainan sebagai hasil pemeriksaan, juga
bisa membikin orang senewen. "Orang yang tadinya tenang-tenang
saja, bisa jadi kebingungan dan cemas setelah mendengarkan hasil
pemeriksaan," ucap dr. Cholil. Satuan tugas dokter-dokter Kanada
yang meneliti faedah check-up juga menganjurkan kepada dokter
untuk jangan cepat-cepat menyebutkan seseorang menderita suatu
penyakit.
Ketua IDI Pusat itu mendukung hasil penelitian satuan tugas
dokter di Kanada tadi. Ia melihat pemeriksaan kesehatan secara
rutin di lembaga pemerintah maupun swasta sebagai membuang-buang
waktu dan ongkos. "Perlu check-up atau tidak sebenarnya cukup
berdasarkan pengamatan dokter yang berdinas di sesuatu
departemen. Begitu juga bagi karyawan perusahaan swasta,"
ujarnya.
Masyarakat dianjurkan dr. Cholil untuk menumbuhkan hubungan
dengan dokter keluarga. Sebab, katanya dokter keluarga yang
mengetahui perkembangan kesehatan seseorang. Dia akan menentukan
perlu tidaknya general check-up. "Kalau memang tak ada
tanda-tanda penyakit untuk apa melakukan pekerjaan yang tak
berguna," kata dokter yang murah tawa itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini