Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Menatap Rembulan, Mendulang Pengetahuan

Planetarium Jakarta kembali menggelar peneropongan bintang gratis untuk umum. Terhalang polusi udara, cahaya, dan gedung tinggi.

4 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga menyaksikan peneropongan benda langit di rooftop observatorium ASKO, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta, 26 Juni 2023. Tempo/Ilona Esterina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Planetarium Jakarta kembali menggelar peneropongan bintang untuk umum.

  • Berlangsung dua hari sebulan dan gratis, dengan batas jumlah peserta 100-150.

  • Peneropongan bintang terhalang polusi udara, cahaya, dan gedung tinggi di sekitar Taman Ismail Marzuki.

Yesi Restina merasa beruntung. Tak seperti malam sebelumnya yang dirundung hujan, langit Jakarta malam itu bersih tak berawan. Bersama lebih dari seratus orang lainnya, Yesi bisa menyaksikan Venus yang perlahan tenggelam di langit barat Jakarta. Salah satu planet terdekat dengan bumi itu menampilkan bentuk sabit saat diamati dari teleskop Skywatcher berukuran 1 meter milik Planetarium dan Observatorium Jakarta (POJ).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak pukul 18.30 WIB, sekitar 150 orang berkumpul di rooftop observatorium ASKO, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat. Kehadiran mereka untuk menyaksikan peneropongan bintang yang dilaksanakan gratis oleh Planetarium Jakarta, pada Senin, 26 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selama lebih dari satu jam, Yesi dan pengunjung lain bergantian menempelkan sebelah mata mereka di lensa teleskop hingga planet terdekat kedua dari matahari itu menghilang perlahan. Setelah peserta puas menyaksikan Venus, petugas planetarium mengarahkan teleskop untuk melihat bulan. Satelit bumi tersebut terlihat besar, dekat, dan bercahaya. Tampak jelas pula tekstur dan lubang-lubangnya.

Sesi peneropongan hampir berakhir, tapi pengunjung masih diberi kesempatan kembali antre untuk mendapat pengalaman astrofotografi. Mereka yang masih bertahan mengeluarkan kamera ponsel masing-masing, bersiap membidik bulan pada lensa teleskop.

Yesi, apoteker di Jakarta Pusat, tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Dia rela antre dua kali untuk bisa mengabadikan rembulan di ponselnya. "Karena kedua teleskop angle pengamatannya berbeda, hasil fotonya pasti berbeda," kata dia.

Ini pertama kalinya Yesi mengikuti peneropongan bintang. Dia tergolong beruntung bisa mendapat tempat. Antusiasme warga mengikuti wisata edukasi ini terbilang tinggi. Pemesanan tiket gratis dibuka pada Sabtu, 24 Juni lalu. Tempo mencoba mendapatkannya saat sesi penjualan dibuka pukul 19.00, tapi gagal. Sejam kemudian, situs menyatakan semua slot peneropongan bintang habis, termasuk untuk sesi 27 Juni.

Anak meneropong bulan dan venus di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta, 26 Juni 2023. TEMPO/Ilona Esterina

Wisata edukasi ini juga menarik perhatian Soraya Purnama Sari. Ibu rumah tangga asal Cawang, Jakarta Timur, ini mengajak anak lelaki dan perempuannya yang masih balita. Anak lelaki Soraya yang berusia 4 tahun sangat menyukai semua hal yang berbau luar angkasa. "Begitu ada info peneropongan bintang di Instagram, saya langsung ikut war tiketnya," kata Soraya.

Ketua Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Arif Rahman, mengatakan penjualan tahap pertama dibatasi seratus tiket. "Karena kami lihat antusiasmenya tinggi, saya minta buka kuota tambahan," kata dia. Walhasil, pengelola menyediakan masing-masing 150 tempat pada hari pertama dan kedua.

Ini merupakan sesi peneropongan kedua pada 2023. Peneropongan pertama berlangsung pada akhir Mei lalu dan akan terus digelar setiap bulan dengan sasaran benda langit yang berbeda.

Pemilihan Waktu Peneropongan Bintang

Ananda Reza, Ketua Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ)—kelompok studi astronomi di bawah Planetarium Jakarta—mengatakan, pada peneropongan 26 Juni lalu, obyek observasi adalah bulan serta Venus yang sedang berbentuk sabit. Menurut Ananda, yang ikut memandu peneropongan, observasi umum di TIM tidak bisa dilakukan setiap hari. Harus memilih waktu saat posisi bulan sedang bagus, yaitu fase setengah. "Sebab, kalau purnama, posisinya ada di timur, otomatis tertutup gedung," kata dia.

Keberadaan tiga gedung yang menjulang di timur TIM menjadi penghalang bagi pengamatan benda langit. Peneropongan umum juga tidak bisa dilakukan saat fase bulan akhir karena baru terlihat saat subuh dan pagi. "Maka, kami pilih seperti hari ini. Sabit awal kuarter pertama yang jamnya pas bagi pengunjung. Ketika bulan sedang di barat, dari awal petang hingga jam 9 malam," kata dia.

Ada pula tantangan lain bagi astronom, baik profesional maupun amatir, di Jakarta, yakni polusi udara dan cahaya. Seperti pada peneropongan 26 Juni lalu tersebut, meski langit barat cukup cerah, akibat polusi cahaya dan udara, hanya terlihat benda langit yang punya magnitudo kecil.

Ananda mengatakan, dalam ilmu  astronomi, semakin kecil magnitudo, semakin terang benda tersebut. "Untuk bintang, hanya bintang yang magnitudonya rendah yang bisa terlihat, seperti Sirius," ujar pria yang bergabung dengan HAAJ sejak 2017 ini.

Bulan dipotret lewat ponsel dan teleskop dari Planetarium dan Observatorium Jakarta, Taman Ismail Marzuki, 26 Juni 2023. TEMPO/Ilona Esterina

Saat pandemi melanda, seperti di kota-kota lain, polusi udara di Jakarta turun jauh. "Saat itu, indahnya Milky Way bisa terlihat lewat astrofotografi," kata Ananda. Sekarang, dia melanjutkan, galaksi spiral tersebut sedang berada di langit timur Jakarta. "Tapi, karena polusi udara dan cahaya, jangankan Milky Way, bintang pun jarang terlihat."

Selama enam bulan sejak peneropongan pertama, pengamatan dengan teleskop akan dibuka untuk umum tiap bulan. Pada akhir tahun, biasanya TIM akan menggelar Pekan Astronomi Jakarta dan peneropongan umum ditiadakan sementara.

Pengetahuan Tradisional

Selain bisa menyaksikan indahnya benda-benda di angkasa, kegiatan yang dilaksanakan Planetarium Jakarta diisi dengan pembelajaran singkat. Materi pengantar diisi oleh Azis Taz Sunjaya, penceramah astronomi POJ, sebelum peneropongan dimulai. Dia memaparkan sejarah pembangunan planetarium dan observatorium di Indonesia, hingga bagaimana pemanfaatan pengamatan benda langit bagi masyarakat Nusantara dan budayanya.

Azis mengatakan pergerakan beberapa benda langit cukup teratur. Pola keteraturan itu dimanfaatkan masyarakat Nusantara sejak masa silam dan menjadikan budaya astronomi sebagai kearifan lokal. "Contohnya, bintang yang muncul di arah dan tanggal tertentu. Keteraturan itu membuat orang-orang menggunakannya sebagai penunjuk arah, pedoman untuk kapan musim cocok tanam, dan kapan ikan tertentu akan muncul," ujar dia.

Contohnya, rasi Orion, atau yang dikenal dengan sebutan Lintang Waluku di Jawa, saat muncul di timur merupakan pertanda musim hujan. Petani memanfaatkan kondisi alam dengan menanam padi. Jika condong ke arah barat, berarti pergantian musim hujan ke kemarau. Petani pun berganti menanam palawija.

Banyak Cara Menikmati Ruang Angkasa

ILONA ESTERINA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus