Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyakit jantung bawaan menjadi momok bagi dunia kesehatan Indonesia. Setiap tahun diperkirakan sekitar 40 ribu bayi yang lahir mengidap penyakit ini. Dengan kata lain, dari setiap seribu bayi yang lahir, delapan sampai sepuluh di antaranya menderita penyakit jantung bawaan. Hal ini diungkap dalam pertemuan ilmiah para dokter yang berkecimpung dalam pelayanan jantung anak, anggota dari Asia-Pacific Pediatric Cardiac Society, di Denpasar pada 30 Agustus-1 September 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kasus penyakit jantung bawaan yang paling banyak ditemukan adalah lubang di sekat pemisah bilik kiri dan kanan jantung yang lazim disingkat VSD (ventricular septal defect),” kata Anna Ulfah Rahajoe, dokter spesialis jantung anak di Rumah Sakit Harapan Kita, Selasa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ulfah, meskipun penyebab penyakit ini sulit dideteksi, faktor genetik dan lingkungan diyakini berperan penting. Penyakit jantung bawaan juga erat kaitannya dengan kesehatan seorang ibu saat hamil muda. Dia mengatakan seorang ibu dengan lubang di dekat serambi jantung, misalnya, mempunyai kemungkinan melahirkan anak dengan kelainan yang sama sebesar seperti tujuh kali lipat dibanding ibu dengan jantung normal.
Selain itu, menurut Ulfah, faktor lingkungan seperti infeksi virus rubela yang diderita ibu hamil muda dapat menyebabkan penyakit jantung pada bayi. Beberapa obat yang dikonsumsi oleh ibu hamil muda, seperti thalidomide, angiotensin-converting enzyme inhibitors, statin, isotretinoin, lithium, atau minuman beralkohol, juga dapat memicu penyakit ini.
Penyakit jantung bawaan adalah kelainan struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir. Kelainan ini terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin, yaitu di trimester pertama kehamilan. Ulfah mengatakan penyakit ini merupakan cacat bawaan yang paling sering terjadi, dan menjadi penyebab utama kematian bayi.
Menurut Ulfah, sepertiga hingga setengah populasi bayi lahir dengan sakit jantung bawaan yang menyebabkan kegawatan. “Setiap tahun dibutuhkan sekitar 15 ribu tindakan bedah atau intervensi non-bedah untuk menyelamatkan bayi dari kematian,” kata dia. Padahal, ujar dia, fasilitas yang tersedia sampai saat ini hanya mampu melakukan tindakan operasi dan intervensi non-bedah untuk sekitar 2.500 pasien per tahun.
Ulfah mengatakan antrean pasien yang menunggu giliran operasi sangat panjang. “Mereka harus menunggu tahunan untuk dijadwalkan operasi,” kata dia. Dengan demikian, Ulfah mengklaim banyak bayi yang meninggal selama menanti jadwal operasi. “Banyak juga bayi yang lahir dengan sakit jantung bawaan tidak terdeteksi dengan baik. Mereka meninggal dengan diagnosis yang sama sekali tidak mengarah ke sana, seperti pneumonia,” kata dia.
Penelitian terbaru yang dirilis di jurnal American Heart Association pada awal April 2018 menyebutkan perempuan yang melahirkan bayi dengan sakit jantung bawaan berisiko besar akan menjalani rawat inap pada kemudian hari. Peneliti menganalisis data perempuan yang melahirkan bayi sepanjang 1989-2003 di Quebec, Kanada, yang memiliki catatan penyakit jantung. Mereka melacaknya hingga 25 tahun setelah kehamilan, mendeteksi apakah ada serangan jantung, gagal jantung, gangguan aterosklerotik, dan transplantasi jantung.
Para peneliti yang dipimpin Nathalie Auger, ahli epidemiologi di University of Montreal Hospital Research Centre in Montreal, menemukan fakta bahwa ibu yang melahirkan bayi dengan sakit jantung kritis memiliki risiko rawat inap kardiovaskular 43 persen lebih tinggi. Adapun mereka yang melahirkan bayi dengan sakit jantung non-kritis memiliki risiko rawat inap kardiovaskular 24 persen lebih tinggi.
Selain itu, sebanyak 85 persen bayi yang lahir dengan cacat jantung dan sekarang bertahan melewati masa remaja akan membawa dampak psikososial. “Merawat bayi dengan cacat jantung kritis dikaitkan dengan stres psikososial dan keuangan, yang dapat meningkatkan risiko jangka panjang pada ibu menderita penyakit kardiovaskular,” kata dia. Nathalie berharap studi ini memberikan kesempatan bagi para ibu untuk mendapat manfaat dari strategi pencegahan dini dan konseling guna mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, salah satu penyebab utama kematian pada wanita.
Sementara itu, penelitian lainnya yang dirilis European Society of Cardiology menemukan bahwa ibu hamil dengan penyakit jantung harus melahirkan dalam waktu tidak lebih dari 40 minggu kehamilan. Temuan ini menjadi rekomendasi dalam pedoman European Society of Cardiology (ESC) 2018 untuk pengelolaan penyakit kardiovaskular selama kehamilan, yang dipublikasikan pada 25 Agustus lalu. “Jika lebih dari 40 minggu, kehamilan tidak memiliki manfaat tambahan bagi bayi dan meningkatkan risiko negatif,” kata Jolien Roos-Hesselink, Co-Chairperson of the Guidelines Task Force and Cardiologist, Erasmus Medical Centre Rotterdam.
Menurut Roos-Hesselink, penyakit jantung pada kehamilan meningkat karena jumlah perempuan dengan sakit jantung bawaan yang mencapai usia dewasa meningkat. Faktor risiko kardiovaskular, termasuk hipertensi, diabetes, dan kelebihan berat badan, juga meningkat karena banyak perempuan yang mengembangkan risiko ini pada usia muda.
Menurut Ulfah, untuk mencegah penyakit pada bayi, ibu hamil wajib menjaga kesehatan selama trimester kehamilan. “Jangan minum obat sembarangan, merokok, terutama saat hamil muda,” kata dia. Sementara itu, mendeteksi gejala penyakit ini juga bukan perkara mudah. Biasanya bayi dengan penyakit jantung bawaan akan menunjukkan gejala biru di bibir, kuku, dan mukosa mulut.
Namun, menurut Ulfah, ada gejala yang tidak menyebabkan biru. “Contohnya, lubang di sekat serambi atau sekat bilik jantung. Ini tidak membuat biru, tapi membuat aliran darah ke paru berlebihan sehingga bayi sesak,” kata dia. Selain itu, bayi menjadi sulit menyusu, berat badan susah naik, dan rentan terserang infeksi paru. AMERICAN HEART ASSOCIATION | EUROPEAN SOCIETY OF CARDIOLOGY | SCIENCE DAILY | DINI PRAMITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo