Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Peranti Murah Atasi Glaukoma

Seorang dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo membuat implan untuk mengatasi glaukoma dengan harga terjangkau. Sudah diminati oleh pabrik obat.

26 Desember 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JIKA dilihat sekilas, tak ada yang janggal dari mata Elfian Bagus Prasetya, 19 tahun. Hanya mata kanannya yang tampak sedikit lebih besar dibanding yang kiri. "Kalau orang tuaku bilang, seperti bintitan saja," katanya Selasa pekan lalu.

Padahal, dua tahun lalu, Elfian hampir buta. Ke mana-mana ia harus dituntun. Dia terpaksa cuti sekolah hampir setahun. Selain tak bisa melihat, mata Elfian kerap didera nyeri luar biasa. Kepalanya pusing dan perutnya mual jika nyeri itu datang. Elfian mengingat sakit matanya dulu dengan setengah bergidik, "Mata saya seperti ditusuk-tusuk."

Dokter memvonis Elfian menderita glaukoma—penyakit mata yang disebabkan oleh tingginya tekanan cairan dalam bola mata. Jika tak cepat ditangani, ujungnya kebutaan. Sejak itu, Elfian berikhtiar memburu kesembuhan. Berbagai jenis obat pernah diteteskan ke indra penglihatannya. Sampai-sampai, suatu kali, Elfian pernah mencandai dokternya, "Ini mata atau tanaman sih harus disiram terus?"

Pencarian itu membawa Elfian ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo/Kirana, Jakarta, pada Oktober lalu. Dia jadi pasien dokter spesialis mata Virna Dwi Oktariana, yang menawarkan operasi pemasangan implan untuk mengeluarkan cairan yang menekan bola matanya. Elfian setuju.

Lewat operasi beberapa jam saja, implan terpasang di mata kanan Elfian, yang glaukomanya lebih parah. Kini, satu tahun lebih, penglihatan Elfian pulih kembali. "Dari yang tadinya enggak bisa apa-apa jadi seperti sekarang ini," katanya. "Senang sekali."

Implan Elfian bukan sembarang implan. Peranti itu adalah bagian dari riset doktoral Virna di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bekerja sama dengan William Morgan, profesor ahli glaukoma di University of Western Australia, Virna membuat implan dari polymethyl methacrylate, satu dari sekian polimer sintetis yang biasa disebut akrilik. Berkat implan ini, Virna lulus menjadi doktor, awal Desember lalu.

Akrilik sudah umum digunakan dalam bidang medis untuk membuat berbagai peranti yang kemudian dipasang pada tubuh manusia. Lensa tanam pada mata, misalnya, juga dibuat dari bahan ini. Selain terbukti aman, akrilik jauh lebih murah dibandingkan dengan bahan pembuat peranti medis lain, seperti silikon.

Sebagai dokter mata, Virna kerap menangani pasien glaukoma. Beberapa pasien, seperti Elfian, harus menjalani operasi jika terapi biasa dengan obat-obatan tak lagi memadai. Salah satu metode operasinya disebut aqueous shunt implant, yakni memasang sebuah implan berupa alat kecil menyerupai slang pada mata untuk memperlancar pembuangan cairan. Teknik ini dipakai sejak 40 tahun silam dan terbukti cukup efektif.

Masalahnya, selama ini dokter mata di Indonesia hanya punya sedikit pilihan peranti implan. Salah satu yang sering dipakai adalah Ahmed Glaucoma Valve, implan berbahan silikon yang diproduksi di Amerika Serikat.

Biaya pemasangan alat ini cukup mahal. Harga implan Ahmed dibanderol sekitar Rp 7,5 juta. Ini memberatkan pasien yang berasal dari keluarga tak mampu. "Apalagi operasi pemasangan implan tak masuk skema Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan," ujar Virna dengan nada gundah.

Kegelisahan itu mendorong Virna membuat implan pengentas glaukoma yang lebih murah. Desain peranti buatan Virna hampir sama dengan alat buatan Ahmed. Hanya, bentuknya lebih ramping karena disesuaikan dengan ukuran mata orang Indonesia. "Kalau operasi pakai implan Ahmed, saya selalu memotong bagian tepinya karena terlalu besar untuk mata orang Indonesia," kata Virna.

Inovasi Virna yang lebih mendasar ada pada bahan pembuatnya. Sementara implan Ahmed terbuat dari silikon, implan Virna diciptakan dari akrilik. Dengan begitu, biaya produksi satu implan tak sampai Rp 1 juta alias sepersepuluh dari harga implan impor.

l l l

GLAUKOMA adalah salah satu masalah penglihatan yang banyak diderita penduduk dunia. Penyakit ini juga penyebab kebutaan nomor dua, setelah katarak. Glaukoma disebabkan oleh peningkatan tekanan pada bola mata akibat menumpuknya cairan mata. Akibat tekanan ini, saraf mata yang berfungsi membawa informasi visual ke otak jadi rusak.

Cairan mata atau aqueous humour sebenarnya zat penting. Tiap hari cairan ini diproduksi dan dialirkan secara konstan dari mata ke aliran darah serta bermanfaat untuk menghasilkan tekanan guna menjaga bentuk mata. Cairan ini juga bertugas memberikan nutrisi untuk kornea pusat dan lensa. Pada orang sehat, cairan mata mengalir dengan lancar. Sedangkan pada penderita glaukoma, alirannya terganggu sehingga tertahan di dalam mata.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan ada sedikitnya 60 juta penderita glaukoma di dunia. Empat tahun lagi, jumlahnya diramalkan meningkat sampai hampir 80 juta orang. Di Indonesia, mengacu pada data 2007, Kementerian Kesehatan mencatat prevalensi penderita glaukoma mencapai 4,6 per 1.000 penduduk. Karena itulah implan Virna jadi penting. Menekan drastis biaya operasi glaukoma berpotensi menyelamatkan banyak orang dari kebutaan.

Proses pembuatan implan Virna jelas tak mudah. Awalnya dia menguji alat ini pada mata kelinci, yang memang bentuk matanya paling menyerupai manusia. Virna memasang prototipe implannya di mata 12 ekor kelinci percobaan. Selusin hewan itu kemudian dipantau sampai tiga bulan untuk menguji keamanan implan dan dampaknya pada mata. "Hasilnya aman," ucap Virna.

Lolos dari tahap eksperimen pada hewan, Virna diperkenankan promotornya beralih ke pasien manusia. Sejak Agustus lalu, 15 pasien dengan gangguan glaukoma parah dipasangi implan buatan Virna. Elfian termasuk pasien gelombang awal, yang dioperasi tiga bulan setelah riset pada manusia dimulai.

Mata para subyek eksperimen ini diperiksa setiap 30 hari selama tiga bulan. Di akhir riset, disimpulkan bahwa implan ini berhasil menekan tekanan mata dari rata-rata 43 millimeter of mercury (mmHg) menjadi 16 mmHg. Tekanan di mata normal adalah 10-20 mmHg. "Jadi ada pengurangan 60 persen, bahkan ada yang sampai 90 persen," ujar Virna senang.

Promotor Virna dalam ujian doktoralnya, Ratna Sitompul, memuji riset anak didiknya. Menurut dia, Virna telah membuktikan bahwa secara seluler, biomolekular, dan klinis, implan buatan lokal ini diterima oleh tubuh manusia. "Juga sangat baik menurunkan tekanan bola mata," tutur Ratna, yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ratna mendukung Virna bekerja sama dengan perusahaan farmasi untuk memproduksi implan ini secara massal. Maka para dokter mata di Indonesia tak lagi bergantung pada implan impor. Bahkan, kata dia, tak tertutup kemungkinan implan ini diekspor ke luar negeri. "Desainnya tinggal dimodifikasi dengan karakter mata orang luar," ujar Ratna.

Nur Alfiyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus