Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Psikiater di RSCM Jakarta, Kristiana Siste Kurniasanti, mengatakan kecenderungan orang melakukan judi online dapat menurun secara genetik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Itu bisa menurun, dan memiliki kontribusi terhadap seseorang untuk melakukan hal yang sama daripada yang tidak memiliki faktor genetik," jelas Kepala Divisi Psikiatri Adiksi, Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak hanya judi online, ia juga mengungkapkan penurunan sifat kecanduan judi pada keturunan diakibatkan berkurangnya hormon dopamin atau senyawa kimia di dalam otak yang dapat meningkatkan suasana hati secara internal. Hal tersebut dapat mempengaruhi keturunan secara genetik sehingga keturunan yang dihasilkan juga dapat memiliki kecenderungan untuk melakukan hal serupa seperti yang dilakukan orang tuanya.
"Orang yang kecanduan judi memiliki dopamin yang kurang secara internal, ini diturunkan juga sehingga keturunannya mencari dopamin eksternal lewat game dan judi," ujarnya.
Siste menjelaskan judi merupakan adiksi yang setingkat kecanduan narkotika sehingga orang yang hobi berjudi hanya dapat memenuhi kekurangan dopaminnya dengan judi.
"Bisa saja makan cokelat untuk menambah dopamin. Tapi orang yang terbiasa berjudi perlu makan segentong untuk sama seperti dopamin yang dihasilkan oleh orang yang bermain judi," tambahnya.
Selain faktor genetik, ia menyebutkan judi online dapat dipicu sejumlah kerentanan psikis seperti mudah depresi, mudah cemas, antisosial, mudah bosan, melakukan sesuatu tanpa pikir panjang, serta memiliki emosi yang tidak stabil. Untuk itu, dia mengimbau keluarga dan kerabat terdekat untuk mengawasi anggota keluarga dari bahaya kecanduan judi online serta memeriksakan anggota keluarganya kepada psikiater jika terdapat anggota keluarga yang hobi judi online.
Perlu dukungan emosional
Sementara itu, Kepala Pusat Riset (Kapusris) Kesehatan Masyarakat dan Gizi Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wahyu Pudji Nugraheni, menyebutkan dukungan emosional menjadi aspek penting lain dalam proses pemulihan, terutama untuk mengurangi stigma negatif bagi penderita gangguan mental.
"Keluarga harus memberikan dukungan emosional, itu aspek terpenting dalam pemulihan. Itu mencakup bisa dengan bersabar, memberikan cinta kasih, dan menunjukkan kepedulian terhadap penderita," jelasnya.
Selain itu, ia mengatakan untuk memulihkan kondisi mental yang diderita, keluarga juga perlu mengajak penderita untuk mau dirawat oleh pihak profesional. Hal ini menurutnya bertujuan agar pengobatan yang diberikan lebih terukur.
"Orang yang sakit mental itu tidak perlu dibawa ke dukun tapi harus diobati medis, karena memang harusnya seperti itu, diobati secara profesional, karena medis itu terukur," tandasnya.
Pilihan Editor: Kecanduan Judi Online, Potret Orang Kecil yang Ingin Kaya Instan