Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Psikiater Ungkap Perlunya Perubahan Narasi Seputar Bunuh Diri untuk Pencegahan

Narasi seputar bunuh diri perlu diubah untuk memahami dan mencarikan solusi bagi yang berniat bunuh diri, kata psikiater.

10 September 2024 | 20.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pencegahan atau stop bunuh diri. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Psikiater di Rumah Sakit (RS) Soeharto Heerdjan, Willy Steven, menjelaskan narasi seputar bunuh diri perlu diubah, seperti tema Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia 2024, untuk memahami dan mencarikan solusi bagi yang berniat bunuh diri. Menurutnya, selama ini orang merasa bicara tentang bunuh diri adalah tabu karena hanya menambah beban pikiran dan mendorong orang untuk bunuh diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dengan membuka percakapan sebenarnya waktu kita menanyakan kepada orang-orang yang lagi berpotensi untuk bunuh diri, terkait ide-ide bunuh diri yang dimilikinya itu, kadang-kadang membuat dia jadi released. Dia merasa dipahami, bahwa saya sekarang lagi kondisi tidak baik-baik saja," katanya dalam siaran Kementerian Kesehatan, Selasa, 10 September 2024, atau bertepatan dengan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mengatakan dengan memahami masalah sejak awal maka orang itu akan dapat ditangani lebih cepat karena kebutuhannya dapat dipahami dan orang lain dapat membantu mencarikan pendamping. Menurutnya, bunuh diri bisa berdampak besar, baik terhadap diri sendiri, lingkungan, komunitas, keluarga, maupun ekonomi dan finansial. 

Pemicu bunuh diri terbesar
Ia mengatakan tema Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia 2024 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah "Changing the Narrative on Suicide". Willy mengutip data WHO yang menunjukkan secara global setiap tahunnya 700 ribu orang tewas karena bunuh diri. Dengan tema seperti itu, diharapkan pihak-pihak yang terlibat, seperti pemerintah menjadi sadar terhadap masalah ini dan turut serta dalam upaya pencegahan bunuh diri.

"Adapun dalam satu kasus bunuh diri pada umumnya ada 20 kali percobaan bunuh diri sehingga apabila ada 1.000 kasus bunuh diri maka ada 20 ribu kali percobaan untuk mengakhiri hidup," ujarnya.

Dia menjelaskan kasus bunuh diri tidak hanya tinggi di negara-negara maju yang warganya individualistis namun juga di kawasan Asia Tenggara. Sepertiga dari korban bunuh diri adalah orang berusia produktif, 15-29 tahun. 

Willy menyebut depresi menjadi pemicu bunuh diri terbesar. Namun ada juga hal-hal lain seperti gangguan kesehatan mental, terjerat utang, menderita penyakit kronis, terlibat konflik atau kekerasan, dan menjadi bagian populasi berisiko.

"Populasi yang berisiko itu misalnya orang yang di tahanan. Kemudian kaum-kaum yang LGBT," tuturnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus