Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pulih tanpa ke Ujung Dunia

Kelumpuhan akibat cedera saraf tepi bisa dicegah dengan cangkok otot. Meski demikian, kondisi pasien tak bisa kembali 100 persen.

6 April 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ika Tri Astari, 30 tahun, bagai disambar petir tatkala dokter saraf yang ia datangi berpendapat tangan kanannya tak bisa dipulihkan dan akan lumpuh. Guru di sebuah sekolah dasar di Jember, Jawa Timur, ini mencoba "menawar " vonis tersebut. Dia memohon agar dokter mengupayakan kesembuhan, kalau perlu dengan operasi. "Apanya yang mau dioperasi? Sampai dibawa ke ujung dunia pun tidak ada dokter yang bisa menangani," kata Ika menirukan pernyataan sang dokter kepada Tempo, pekan lalu.

Ika mengisahkan petaka yang ia alami terjadi saat dia ditabrak seorang pengendara sepeda motor pada Juli 2013. Akibatnya, ia mengalami cedera di bagian bahu. Lengan kanan bagian bawahnya patah. Dari hasil pemeriksaan kemudian diketahui sarafnya tercerabut. Lalu ia menjalani operasi pemasangan pen untuk memulihkan fungsi lengannya.

Namun, sembilan hari setelah operasi, tangannya tetap tak dapat digerakkan. Ika lalu membawanya ke dokter ortopedi dan saraf di Jember. Setelah dilakukan tes EMG oleh pak dokter, vonis lumpuhlah yang ia dapatkan! Ika tak siap. Sudah terbayang seumur hidup bakal kehilangan fungsi salah satu alat tubuhnya itu.

Setelah berusaha dengan pengobatan alternatif dan tanpa hasil, ia mendengar informasi ada seorang dokter ortopedi di Rumah Sakit Umum Daerah dr Soetomo, Surabaya, yang khusus menangani "kelumpuhan" tangan. Namanya dr Heri Suroto, SpOT (K) Hand. Saat memeriksakan kepada Heri inilah Ika melihat sepercik harapan. Dokter Heri menyatakan teknik operasi cedera saraf sudah jauh berkembang. Hanya, karena ia baru membawa kasusnya kepada Heri setelah lebih dari enam bulan, "Solusinya adalah mencangkokkan otot ke tangan (yang lumpuh)," kata Ika.

Pada Februari 2014, Ika menjalani operasi cangkok otot pertama. Misi berhasil. Kini Ika bisa menekuk sikunya hingga 90 derajat. Dia juga sudah bisa menggerakkan pergelangan tangannya.

Dokter Heri mengakui fenomena cedera saraf tepi (plexus brachialis) ini bak gunung es. "Masyarakat awam beranggapan saraf lemas yang berujung pada kelumpuhan tak bisa sembuh," ucapnya kepada Tempo. Di sisi lain, kata dia, kalangan medis pun kerap menganggap plexus brachialis tak punya solusi.

Lesi plexus brachialis ialah kerusakan pada anyaman saraf tepi yang keluar dari tulang belakang leher. Ini akan menyebabkan kelumpuhan pada bahu, siku, dan tangan.

Penyebabnya beragam, misalnya kesulitan saat persalinan sehingga membuat robekan pada anyaman di sekitar bahu si bayi, kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan luka tertembak.

Dokter ortopedi Wahyu Widodo dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, menerangkan ada lima susunan yang terbagi untuk tiga gerakan. Ketiganya adalah saraf untuk gerakan bahu (C-5 dan C-6), saraf untuk persendian siku (C-7), serta saraf untuk gerakan telapak beserta jemari (C-8 dan T-1).

Sewaktu terjadi trauma, yang menjadi fokus perawatan umumnya adalah perdarahan. Jika perdarahan sudah ditutup, staf medis divisi tangan dan bedah mikro ini menyarankan korban trauma segera mendeteksi saraf di bagian yang terluka.

Cedera saraf tepi ini, kata Wahyu, adalah korban tak merasakan lagi aliran listrik yang menggerakkan saraf di sekujur tangan. Kemudian pasien sama sekali tak mampu menggerakkan lengan dan telapaknya. Bila dua gejala itu sudah muncul, pasien harus segera menemui dokter tulang. "Pasalnya, periode emas penanganan cedera tangan ini adalah enam bulan," ujarnya.

Heri mengatakan tanda-tanda seseorang mengalami cedera plexus brachialis ialah rasa tebal pada bahu hingga tangan. Anggota gerak tersebut juga mengalami kelumpuhan. Pasien tidak mampu mengontrol bahu, siku, dan tangannya. Hal seperti inilah yang terjadi pada Ika.

Untuk cedera yang baru ditangani setelah enam bulan trauma, penyembuhannya adalah dengan operasi bedah mikro menggunakan teknik free functioning muscle transfer atau cangkok otot. Heri menegaskan ini teknik terbaru dengan mengalihkan otot yang masih berfungsi ke bagian yang cedera. Caranya dengan memindahkan otot gracilis, yakni otot tipis yang tersebar di bagian medial paha. "Otot ini kalau diambil satu secara utuh tidak berpengaruh pada fungsinya semula."

Satu otot utuh ini panjangnya 50 sentimeter. Prosesnya adalah menyambungkan ujung otot dan dijahit ke tulang. Pembuluh darah pada otot juga ikut dicabut dan dijahit, sehingga memungkinkan saraf-saraf tersambung dan hidup.

Heri menerangkan bahwa penyembuhan cedera plexus brachialis tak bisa instan. Artinya, begitu otot dicangkokkan, tidak serta-merta pasien segera pulih. Sebab, kecepatan pertumbuhan inti saraf (akson) adalah 1-2 milimeter per hari. Jadi, semakin panjang dan luas kerusakan saraf, semakin lama juga waktu penyembuhannya. Dia menaksir penyembuhan pada cedera bahu membutuhkan waktu sekitar tujuh bulan, siku satu setengah tahun, dan jari-jari tangan hingga dua setengah tahun.

Karena itu, diperlukan kesabaran dan ketekunan pada pasien, keluarga pasien, dan dokter. "Operasi yang lama, penyembuhan lama, membuat tak sedikit pasien mengalami depresi. Di situlah fungsi Komunitas Plexus Brachialis Indonesia untuk saling menguatkan," kata Heri.

Wahyu menambahkan satu hal yang mesti diperhatikan. Seusai operasi, masih ada kemungkinan muncul rasa nyeri. Tiap orang, kata dia, berbeda kadar dan frekuensi rasa nyerinya. Meski saraf sudah bisa digerakkan, nyeri yang belum jelas penyebabnya ini bisa datang kapan saja. "Nyeri bayangan ini masih sulit ditangani."

Sebenarnya tidak semua kasus lesi plexus brachialis harus diatasi dengan cangkok otot. Semua tergantung seberapa parah kerusakan pada cedera saraf tepi tersebut. Yang paling ringan adalah gejala neuropraxis, yakni terjadi gangguan hantaran listrik meskipun saraf tepi dan selaputnya masih utuh. "Ini dalam dua-tiga minggu saja bisa pulih," kata Heri.

Yang kedua ialah axonotmesis, yakni selaput saraf masih utuh tapi saraf tepinya putus. Lalu yang terakhir adalah neurotmesis, yaitu kedua saraf tepi dan selaputnya benar-benar putus. Heri menyatakan beberapa kasus bisa sembuh tanpa operasi. "Bila dalam waktu tiga bulan tidak ada tanda-tanda kesembuhan, baru dilakukan operasi."

Teknik operasinya pun beragam, bergantung pada riwayat penyakit si pasien, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan EMG. Idealnya, setelah kecelakaan atau kerusakan saraf, pasien segera didiagnosis dan dipersiapkan untuk menjalani operasi. "Maksimal tiga minggu," kata Heri.

Jika pasien sudah ditangani bagian ortopedi selama tiga-enam bulan, teknik operasi yang disarankan ialah cangkok otot. Sebab, setelah tiga bulan, mencari saraf yang hidup itu sudah susah. Mereka sebagian besar sudah diserap tubuh. "(Gejala ini) yang disebut proses degenerasi Wallerian," kata Heri, yang juga konsultan hand and microsurgery Departemen SMF Ortopedia dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Nantinya, meski bisa dipulihkan, pasien tak bisa kembali 100 persen. Kesembuhannya bergantung pada derajat keparahan dan posisi saraf yang rusak.

Untuk pemulihan itu, misalnya, Ika hingga kini masih terus menjalani latihan fisioterapi sendiri. Caranya, ia menggerakkan jari-jari dibantu tangan kanannya. Pada 10 Maret lalu, Ika kembali menjalani operasi agar mampu membuka ketiak.

Ia sadar jalan kesembuhannya cukup panjang. "Tapi saya yakin semua penyakit ada obatnya. Allah pasti memberi jalan."

Tulus Wijanarko, Dianing Sari, Artika Rachmi Farmita (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus