Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ada beberapa faktor yang membuat pasangan suami-istri memilih untuk tidak punya anak. Begitu menurut psikolog anak dan keluarga Samanta Elsener.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Banyak faktor sehingga memutuskan childfree, di antaranya adalah finansial yang dirasa belum mumpuni untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik, ada penyakit bawaan atau kronis, kesiapan menjadi orang tua, informasi atau wawasan seputar pernikahan dan membentuk keluarga yang simpang siur, trauma masa kecil, dan lainnya," kata Samanta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukan hanya faktor kesiapan secara materi. Samanta juga mengatakan faktor kesiapan secara mental juga bisa mempengaruhi keputusan untuk tak punya anak, terutama di masa pandemi yang penuh dengan ketidakpastian.
"Jika keputusan untuk childfree karena ada faktor kesehatan mental maka perlu memahami bahwa healing is possible sehingga jika di kemudian hari setelah proses healing selesai ingin memiliki anak, ini mungkin dilakukan," jelas Samanta. "Begitu pula jika karena faktor finansial, menunda memiliki anak hingga dirasa kondisi finansial mumpuni juga dapat dilakukan secara bijak,"
Ketika disinggung mengenai dampak pilihan tanpa anak, misalnya mempengaruhi alasan pasangan untuk bercerai, Samanta mengatakan hingga saat ini belum ada data alasan perceraian yang menyebutkan karena alasan tak punya anak.
"Meskipun tidak menutup kemungkinan jika di kemudian hari bisa saja ini jadi pemicu keretakan hubungan pernikahan karena adanya perubahan keinginan, misalnya setelah 10 tahun menikah yang di awal sepakat childfree tapi seiring berjalannya waktu salah satu pasangan jadi ingin memiliki anak," jelasnya.
Namun, yang terpenting keputusan pasangan untuk tidak memiliki anak merupakan sesuatu yang harus dipikirkan secara matang oleh kedua belah pihak.
"Tidak memiliki anak merupakan pilihan yang perlu matang dipertimbangkan dan disepakati bersama sehingga tidak ada pihak yang terpaksa, dalam hal ini suami istri," kata Samanta. "Sejatinya, dalam menjalani pernikahan memang perlu direncanakan segala sesuatunya secara matang untuk visi dan misi menjalin hubungan pernikahan dan membentuk keluarga yang harmonis serta sejahtera."