Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hidup kemudian menjadi penuh gerak karena kini ia bisa melangkah. Bagi Sulaeman, 4 tahun, berjalan tertatih-tatih pun akan menjadi lompatan besar dalam hidupnya. Dengan sepasang bidai, kini Sulaeman melangkahkan kakinya satu-satu sembari merentangkan kedua tangannya untuk mencoba membentuk keseimbangan. Setiap selesai 3-4 kali melangkah, ia melompat ke pelukan sang ibu, Ny. Ucu, 27 tahun.
Bolak-balik Sulaeman berjalan dari pangkuan ibunya ke arah Sri Retno, ahli fisioterapi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Meski sering terlihat enggan, dengan wajah tertekuk dan meringis, hampir 30 menit Sulaeman berjalan melintasi ruang tengah Puskesmas Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Di kaki Sulaeman terpasang sebentuk plastik yang menyangga tumit hingga betisnya. Plastik tersebut merupakan bidai, yang lebih dikenal dengan nama ankle foot orthoses (AFO). Alat ini merupakan bagian dari fisioterapi yang tengah dijalani Sulaeman.
Balita asal Kampung Cibalagung, Desa Cidahu, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, ini menderita lumpuh layuh (acute flaccid paralysis atau AFP) sejak usia 2 tahun. Bersama 15 bocah lainnya, Sulaeman tengah dirawat di Puskesmas Cidahu dalam program rehabilitasi medis. Rehabilitasi ini dilakukan oleh aktivis Peduli Polio dari Persatuan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis (Perdosri), Yayasan Pengembangan Medis Indonesia (Yapmedi), dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) RSCM.
Siti Annisa Nuhonni, dokter spesialis rehabilitasi medis Yapmedi, mengatakan saat ini pihaknya baru bisa membantu korban polio di Cidahu. "Selain dekat Jakarta, dana kami juga terbatas," kata Annisa. Padahal Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi mencatat lebih dari 30 balita di kabupaten ini mengalami lumpuh layuh. Dari jumlah itu, 14 bocah positif terjangkit virus polio liar.
Kepala Bidang Rehabilitasi Medis RSCM, dr Armendi Nasution SpRM, mengatakan penggunaan bidai merupakan salah satu bagian dari terapi untuk mengembalikan kemampuan motorik Sulaeman.
Alat bantu jalan ini terbuat dari plastik polipropelin yang kaku namun lentur. Bentuknya menyerupai bagian betis hingga telapak kaki. Kedua sisinya dihubungkan dengan tali. Dengan menggunakan sepatu khusus, sendi yang kaku dan pemendekan otot kaki bisa dicegah sehingga kemampuan anak untuk berjalan bisa di kembalikan mendekati normal. "Juga agar bentuk kaki tidak mengalami deformasi (perubahan) karena lumpuh," kata Armendi.
Bidai ini dibuat di laboratorium Bagian Rehabilitasi Medis RSCM. Untuk membuatnya, polipropelin dimasak dengan suhu 185 derajat Celsius, kemudian dicetak pada gips sesuai dengan bagian kaki yang lumpuh.
Armendi mengatakan, bidai diberikan kepada pasien lumpuh layuh dan polio yang sudah memasuki tahap penyembuhan atau dua bulan terserang virus polio. Selama terserang virus, pasien harus beristirahat sehingga kaki tidak berfungsi dengan baik. Karenanya, diperlukan fisioterapi untuk mengembalikan fungsi otot dan sendi. Sedangkan penggunaan bidai diperkirakan bisa membantu 30-40 persen terapi. "Selama dua tahun kita lihat apakah ada peningkatan kekuatan otot. Kalau normal lagi, bidai bisa dilepas. Tapi, kalau tidak, itu berarti lumpuh permanen," kata Armendi.
Sayangnya, harga sepasang bidai lumayan mahal. Harga bidai ukuran pendek Rp 300 ribu, sedangkan yang panjang bisa dua kali lipat. "Kalau bidainya sampai ke pinggul, bisa Rp 750 ribu," ujarnya. Maklum, satu lembar plastik polipropelin, kata Armendi, berharga Rp 2,5 juta-Rp 3 juta. Tiap lembarnya bisa untuk membuat 7-8 pasang bidai.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi dr Buhono Thahadibrata mengatakan, meski baru berlangsung satu bulan, kegiatan yang rencananya akan berlangsung tiga bulan ini sudah menunjukkan hasil. "Ada anak yang tadinya susah berjalan sekarang sudah mulai lancar," tuturnya. Ia berharap lebih banyak lagi bidai untuk memberi harapan bagi Sulaeman, dan balita lainnya, menikmati kembali masa kecil mereka.
Raju Febrian, Deden Abdul Aziz (Sukabumi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo