Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Seperti Cucuran Air Kendi

Pelaksanaan bedah jantung terhadap 20 penderita, oleh dr. Debakey dari AS atas prakarsa Yayasan Jantung Dewi Sartika.(ksh)

5 September 1981 | 00.00 WIB

Seperti Cucuran Air Kendi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
RUANGAN berukuran 6 x 12 m itu agak gelap. Sekitar 75 orang berdiri di sudut-sudutnya. Mereka kelihatan sesak napas menahan ketegangan akibat gambar yang terlontar dari layar berukuran satu meter persegi di depan mertika. Di layar itu kelihatan jantung saudara, famili atau teman dekat mereka yaag sedang diutak-atik. Tampak sebuah gunting tertancap sementara sebuah selang menjulur dari bagian jantung. Tangan-tangan bersarung putih lalu-lalang di atas organ tubuh yang berdegup-degup itu. Kadang-kadang jantung yang merah itu mengeluarkan suara berdesir, seperti cucuran air dari kendi. Terkadang seperti rintik hujan di talang. Sebuah urat tampak dibetot. "Ooh, . . ." terdengar desahan dari para penonton. Kemudian terdengar rentetan perintah. Itu suara Dr. Michael Ellis DeBakey, ahli bedah jantung dari Houston, AS, yang datang kemari untuk melaksanakan bedah jantung secara maraton terhadap 20 penderita kelainan jantung dalam dua minggu sejak 24 Agustus yang lalu. Salah satunya adalah bayi berumur 11 bulan. Ketika pertama kali DeBakey datang kemari, awal Maret yang lalu, dalam rangka penjajakan untuk memberikan semacam "pendidikan" kepada dokter Indonesia, dia agak keberatan untuk melaksanakan bedah jantung massal itu di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Ia menganggap rumah sakit top itu terlalu ramai untuk operasi jantung. Karena itu kemudian dipilih Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat di Jalan Abdulrahim Saleh Jakarta. Di RSPAD suasana memang lebih tenang. Suasana kemiliteran terasa di situ. DeBakey yang juga pernah menjadi dokter tentara dalam Perang Dunia 11 tidak asing dengan suasana tersebut. Rumah sakit itu menyediakan dua kamar hedah khusus jantung, lengkap dengan peralatan baru seharga Rp 1 milyar. "Dr. DeBakey ingin menggunakan alat-alat yang biasa dipakainya," kata Ny. Karsono, dari Yayasan Jantung Dewi Sartika. Bypass Sebenarnya yayasan inilah yang punya prakarsa mengundang Dr. DePakey. "Tetapi karena pemerintah merasa lebih bertanggungjawab dan biayanya tidak terjangkau oleh yayasan, maka ditingkatkan menjadi program nasional yang ditangani oleh Depkes" kata Ny. Karsono pula. Biaya akomodasi Dr. DeBakey beserta delapan orang stafnya saja mencapai Rp 160 juta. "Di AS biaya operasi jantung berkisar antara US$ 12.000 sampai US$ 18. 000 tiap orang" cerita Dr. DeBakey. Tetapi untuk 20 orang pasien yang digarapnya di RSPAD itu gratis. "Mereka datang dari kalangan miskin. Mana mampu kalau diminta membayar Rp 2 sampai 2% juta per orang" tambah Ny. Karsono. Dibandingkan dengan di AS, ongkos bedah jantung di sini jelas lebih murah. "Meskipun begitu, bagi Indonesia bedah jantung tergolong mahal. "Itulah yang paling menghambat pelaksanaannya," kata dr. Soerarso Hardjowasito, Ketua Tim Bedah Jantung RSCM. Menurut perkiraannya, investasi peralatan bedah jantung paling sedikit memerlukan Rp 100 sampai 150 juta. Tahun ini Depkes menyediakan dana Rp 300 juta mtuk 150 orang pasien. Sebanyak 100 crang di RSCM dan 50 di Surabaya. "Sebenarnya banyak centre yang bisa dkembangkan. Manpower pendidikan luar negeri pun cukup tersedia, " kata dr. Soerarso. Tidak mengherankan kalau kemudian timbul cita-cita mendirikan Pusat Jantung Nasional. Nah, dalam rangka mencapai itulah antara lain didatangkan Dr. De Bakey. Dalam kunjungannya kali ini DeBakey, yang juga sangat populer dengan kemampuan cornary bypass surgery, tidak memperagakan kemahirannya itu. Kabarnya operasi jantung jenis itu tidak dapat dilaksanakan sekarang karena tidak tersedianya pasien. Yang ada hanya penderita sakit jantung bawaan seperti rusaknya katup jantung yang mengakibatkan si pasien cepat capek. Tetapi menurut Soerarso, ada rencana untuk melaksanakan operasi jantung jenis bypass di RSCM Oktober mendatang. Ahli bedahnya Prof. Huizmans dari Leiden, Negara Belanda. Pertolongan semacam ini belum pernah dilaksanakan di sini. Penderita seperti Ketua Umum osgoro Mas Isman dan Menpen Ali Moertopo mendapat pertolongan di AS. Yang biasa ditangani adalah kasus penyakit jantung bawaan. Setiap minggu rata-rata tiga orang. Syah Iran Koordinator umum program ini, seorang ahli bedah di RSPAD berpendapat, "kedatangan DeBakey berarti pelaksanaan pengalihan teknologi, ketrampilan dan ilmu pengetahuan." Tetapi DeBakey juga mendapat pelajaran di sini. "Mereka mengaku memperoleh kasus yang tidak mereka jumpai di negerinya" kata dr. Soerarso. Di AS yang saban hari dioperasi 30 pasien memang biasa dihadapi kasus-kasus yang masih dini, sedangkan di Indonesia seringkali sudah amat parah. Menurut penyelidikan delapan dari seribu orang bayi di Indonesia sekarang membawa penyakit jantung bawaan. Sementara itu 7% dari jumlah pria di atas umur 30 tahun mengidap penyakit jantung koroner. Bedah jantung koroner inilah yang harus banyak dipelajari oleh para ahli jantung Indonesia dari Dr. De Bakey Usaha bedah jantung di Indonesia, sudah dimulai di RSCM pada tahun 1956 secara bedah tertutup. Tapi gagal. Kemudian barulah di awal tahun 1960-an dr. Irawan Soeria Santoso (yang baru menerima penghargaan pemerintah sebagai pionir bedah jantung terbuka) memulai bedah terbuka. Konon tanpa mesin dan pembekuannya dilakukan dengan memakai es. Usaha ini pun dikabarkan tidak berhasil. Praktek bedah jantung terbuka dengan mesin pertama kali dilakukan bersama tim dari Swedia menjelang 1965. Karena gagal lagi, praktek ini dihentikan. Tahun 1967 baru diusahakan kembali bekerjasama dengan para ahli dari Jepang. Tetapi pelaksanaannya baru terwujud pada 1969 di bawah pimpinan Prof. Sakakibara. Mengapa sekarang dengan Dr. DeBakey? Kemungkinan besar karena banyaknya pejabat Indonesia yang ketemu dengannya selama berobat di AS. Lantas dilakukan pendekatan, dan terwujudlah kerjasama seperti sekarang. Selain itu Dr. DeBakey yang sudah berusia 72 tahun itu memang mempunyai reputasi yang bukan main. Sudah lebih 40.000 jantung pernah ditanganinya. Ia pernah menolong jantung Syahlan Reza Pahlevi. Raja Belgia pernah membuatkan patungnya untuk menghormat jasanya dalam menolong raja itu. Tapi buat Yayasan Jantung Dewi Sartika yang membuka jalan bagi kedatangan ahli bedah dari Houston itu, dipilihnya DeBakey karena "dia lebih sosial" dibanding ahli yang lain. Kepintarannya tidak hanya dia jual dengan harga tinggi, karena dia juga mau menolong orang yang kurang mampu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus