RUANGAN berukuran 6 x 12 m itu agak gelap. Sekitar 75 orang
berdiri di sudut-sudutnya. Mereka kelihatan sesak napas menahan
ketegangan akibat gambar yang terlontar dari layar berukuran
satu meter persegi di depan mertika. Di layar itu kelihatan
jantung saudara, famili atau teman dekat mereka yaag sedang
diutak-atik.
Tampak sebuah gunting tertancap sementara sebuah selang menjulur
dari bagian jantung. Tangan-tangan bersarung putih lalu-lalang
di atas organ tubuh yang berdegup-degup itu. Kadang-kadang
jantung yang merah itu mengeluarkan suara berdesir, seperti
cucuran air dari kendi. Terkadang seperti rintik hujan di
talang.
Sebuah urat tampak dibetot. "Ooh, . . ." terdengar desahan dari
para penonton. Kemudian terdengar rentetan perintah. Itu suara
Dr. Michael Ellis DeBakey, ahli bedah jantung dari Houston, AS,
yang datang kemari untuk melaksanakan bedah jantung secara
maraton terhadap 20 penderita kelainan jantung dalam dua minggu
sejak 24 Agustus yang lalu. Salah satunya adalah bayi berumur 11
bulan.
Ketika pertama kali DeBakey datang kemari, awal Maret yang lalu,
dalam rangka penjajakan untuk memberikan semacam "pendidikan"
kepada dokter Indonesia, dia agak keberatan untuk melaksanakan
bedah jantung massal itu di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Ia
menganggap rumah sakit top itu terlalu ramai untuk operasi
jantung. Karena itu kemudian dipilih Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat di Jalan Abdulrahim Saleh Jakarta.
Di RSPAD suasana memang lebih tenang. Suasana kemiliteran terasa
di situ. DeBakey yang juga pernah menjadi dokter tentara dalam
Perang Dunia 11 tidak asing dengan suasana tersebut. Rumah sakit
itu menyediakan dua kamar hedah khusus jantung, lengkap dengan
peralatan baru seharga Rp 1 milyar. "Dr. DeBakey ingin
menggunakan alat-alat yang biasa dipakainya," kata Ny. Karsono,
dari Yayasan Jantung Dewi Sartika.
Bypass
Sebenarnya yayasan inilah yang punya prakarsa mengundang Dr.
DePakey. "Tetapi karena pemerintah merasa lebih bertanggungjawab
dan biayanya tidak terjangkau oleh yayasan, maka ditingkatkan
menjadi program nasional yang ditangani oleh Depkes" kata Ny.
Karsono pula. Biaya akomodasi Dr. DeBakey beserta delapan orang
stafnya saja mencapai Rp 160 juta.
"Di AS biaya operasi jantung berkisar antara US$ 12.000 sampai
US$ 18. 000 tiap orang" cerita Dr. DeBakey. Tetapi untuk 20
orang pasien yang digarapnya di RSPAD itu gratis. "Mereka datang
dari kalangan miskin. Mana mampu kalau diminta membayar Rp 2
sampai 2% juta per orang" tambah Ny. Karsono. Dibandingkan
dengan di AS, ongkos bedah jantung di sini jelas lebih murah.
"Meskipun begitu, bagi Indonesia bedah jantung tergolong mahal.
"Itulah yang paling menghambat pelaksanaannya," kata dr.
Soerarso Hardjowasito, Ketua Tim Bedah Jantung RSCM. Menurut
perkiraannya, investasi peralatan bedah jantung paling sedikit
memerlukan Rp 100 sampai 150 juta. Tahun ini Depkes menyediakan
dana Rp 300 juta mtuk 150 orang pasien. Sebanyak 100 crang di
RSCM dan 50 di Surabaya.
"Sebenarnya banyak centre yang bisa dkembangkan. Manpower
pendidikan luar negeri pun cukup tersedia, " kata dr. Soerarso.
Tidak mengherankan kalau kemudian timbul cita-cita mendirikan
Pusat Jantung Nasional. Nah, dalam rangka mencapai itulah
antara lain didatangkan Dr. De Bakey.
Dalam kunjungannya kali ini DeBakey, yang juga sangat populer
dengan kemampuan cornary bypass surgery, tidak memperagakan
kemahirannya itu. Kabarnya operasi jantung jenis itu tidak dapat
dilaksanakan sekarang karena tidak tersedianya pasien. Yang ada
hanya penderita sakit jantung bawaan seperti rusaknya katup
jantung yang mengakibatkan si pasien cepat capek.
Tetapi menurut Soerarso, ada rencana untuk melaksanakan operasi
jantung jenis bypass di RSCM Oktober mendatang. Ahli bedahnya
Prof. Huizmans dari Leiden, Negara Belanda. Pertolongan semacam
ini belum pernah dilaksanakan di sini. Penderita seperti Ketua
Umum osgoro Mas Isman dan Menpen Ali Moertopo mendapat
pertolongan di AS. Yang biasa ditangani adalah kasus penyakit
jantung bawaan. Setiap minggu rata-rata tiga orang.
Syah Iran
Koordinator umum program ini, seorang ahli bedah di RSPAD
berpendapat, "kedatangan DeBakey berarti pelaksanaan pengalihan
teknologi, ketrampilan dan ilmu pengetahuan." Tetapi DeBakey
juga mendapat pelajaran di sini. "Mereka mengaku memperoleh
kasus yang tidak mereka jumpai di negerinya" kata dr. Soerarso.
Di AS yang saban hari dioperasi 30 pasien memang biasa dihadapi
kasus-kasus yang masih dini, sedangkan di Indonesia seringkali
sudah amat parah.
Menurut penyelidikan delapan dari seribu orang bayi di Indonesia
sekarang membawa penyakit jantung bawaan. Sementara itu 7% dari
jumlah pria di atas umur 30 tahun mengidap penyakit jantung
koroner. Bedah jantung koroner inilah yang harus banyak
dipelajari oleh para ahli jantung Indonesia dari Dr. De Bakey
Usaha bedah jantung di Indonesia, sudah dimulai di RSCM pada
tahun 1956 secara bedah tertutup. Tapi gagal. Kemudian barulah
di awal tahun 1960-an dr. Irawan Soeria Santoso (yang baru
menerima penghargaan pemerintah sebagai pionir bedah jantung
terbuka) memulai bedah terbuka. Konon tanpa mesin dan
pembekuannya dilakukan dengan memakai es. Usaha ini pun
dikabarkan tidak berhasil.
Praktek bedah jantung terbuka dengan mesin pertama kali
dilakukan bersama tim dari Swedia menjelang 1965. Karena gagal
lagi, praktek ini dihentikan. Tahun 1967 baru diusahakan kembali
bekerjasama dengan para ahli dari Jepang. Tetapi pelaksanaannya
baru terwujud pada 1969 di bawah pimpinan Prof. Sakakibara.
Mengapa sekarang dengan Dr. DeBakey? Kemungkinan besar karena
banyaknya pejabat Indonesia yang ketemu dengannya selama
berobat di AS. Lantas dilakukan pendekatan, dan terwujudlah
kerjasama seperti sekarang. Selain itu Dr. DeBakey yang sudah
berusia 72 tahun itu memang mempunyai reputasi yang bukan main.
Sudah lebih 40.000 jantung pernah ditanganinya.
Ia pernah menolong jantung Syahlan Reza Pahlevi. Raja Belgia
pernah membuatkan patungnya untuk menghormat jasanya dalam
menolong raja itu. Tapi buat Yayasan Jantung Dewi Sartika yang
membuka jalan bagi kedatangan ahli bedah dari Houston itu,
dipilihnya DeBakey karena "dia lebih sosial" dibanding ahli yang
lain. Kepintarannya tidak hanya dia jual dengan harga tinggi,
karena dia juga mau menolong orang yang kurang mampu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini