Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bu Haji Berselendang Merah

Haji Masitoh (lesbian) dituduh terlibat dalam kasus perampokan yang dilakukan oleh komplotan anaknya (tatang), Dirumah Aswan Amir (Pulo Gadung). (krim)

5 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BU Haji, Ny. Masitoh, membantah tuduhan seolah-olah ia menjadi otak perampokan. Yang diakuinya adalah ikut menikmati hasil perampokan yang dilakukan anaknya Tatang bersama komplotannya, dan berada di luar rumah yang dirampok ketika terjadi perampokan di Jatan Mundu Rawamangun, Jakarta Timur, bulan puasa lalu. Mengenakan kebaya dan kain batik dengan selendang merah, di tahanan wanita Blok A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Ny. Masitoh tidak mengesankan gambaran penduduk kampung Kadung ampar, Rangkasbitung, Ja-Bar sebagai wanita tua, yang jago silat dan banyak "ilmu" serta berpakaian nyentrik. (TEMPO. 29 Agustus 1981). Tambah lagi, Ny. Masitoh (50 tahun) dituduh mempunyai "istri," Mursini (16 tahun), bekas pemain ronggeng. Keterlibatannya dalam kasus perampokan itu, tutur Ny. Masitoh, dimulai ketika ia kedatangan dua orang tamu, Armali dan istrinya di rumahnya di Kadungampar, 9 km dari Rangkasbitung. Tamu itu dikenalnya sebagai teman anaknya, Tatang, yang sedang mencari anaknya. Tetapi Tatang tidak ada, dan kebetulan pula kata Ny. Masitoh, ia juga sedang mencari-cari anaknya itu. Sebab itu, ia mengikuti suami istri itu ke tempat tinggal mereka di Tanjungpriok, Jakarta untuk mencari anaknya. Ny. Masitoh melihat ada 6 orang anak muda di rumah Armali, namun ia mengaku, tidak melihat Tatang. Malamnya rombongan anak muda itu pergi dari rumah Armali. Tidak lama, ia juga pergi bersama Armali dan seorang lainnya bernama Madoli, dengan taksi menuju Pulo Gadung. Ny. Masitoh mengaku, di suatu tempat yang tidak ia ketahui daerahnya, taksi berhenti. Waktu Armali pergi, Ny Masitoh bersama Madoli menunggu di sebuah lapangan. Tetapi Ibu Haji itu membantah, ia mengetahui saat itu sedang dilakukan perampokan oleh komplotan Armali dan anaknya Tatang pada sebuah rumah tak jauhdari tempatnya menunggu. Setelah perampokan selesai, Armali muncul lagi. Setelah itu mereka menuju Ciledug, rumah mertua Tatang. Di rumah itu, sudah menunggu pemuda-pemuda yang sebelumnya dilihat Ny. Masitoh di rumah Armali. Dan ada Tatang. Mereka yang jumlahnya sudah menjadi 9 orang menurut Ny. Masitoh, waktu itu sedang membongkar dua kopor besar. Setelah itu Tatang dan teman temannya berbagi uang dan masing-masing Rp 60.000. Ny. Masitoh dan Madoli (yang menunggu di luar) diberi Rp 50.000. Sejauh itu Ny. Masitoh mengaku, masih belum tahu apa yang terjadi. "Saya bertanya uang apa ini, tetapi tidak ada yang menjawab," katanya. Namun ia membenarkan, bagiannya itu diterimanya juga. "Uang itu saya bagi-bagikan kepada 23 orang anak yatim di Kadungampar masing-masing Rp 300, dan 1.300 saya sedekahkan ke langgar," ujarnya, tanpa menyebutkan ke mana sisanya. Ny. Masitoh -- kelihatannya cepat tertawa, dan cepat pula berbalik murung - membenarkan, memelihara gadis Mursini di rumahnya. Tetapi ia menyangkal melakukan hubungan sebagai "suami-istri" dengan gadis itu. "Demi Allah, saya berani bersumpah, tidak pernah melakukan zina, dan tidak pernah melakukan hubungan yang menimbulkan gairah seks dengan Mursini," ujar Ny. Masitoh. Pertama kali ia bertemu dengan Mursini, ketika gadis itu mengadakan pertunjukan ronggeng di Somang, desa asal Ny. Masitoh. Ia mengaku, mendatangi Mursini dan mengajak tinggal bersamanya, asal gadis itu berhenti meronggeng. "Saya anggap pekerjaan itu maksiat," kata Ny. Masitoh. Mursini akhirnya menerima tawaran itu, begitu pula Ny. Saipah, ibu Mursini. Kedua wanita itu kemudian berdiam di rumah Ny. Masitoh di Kadungampar, dan membuka toko keperluan harian di sebagian rumah itu. Mursini bersama ibunya, kata Ny. Masitoh, sudah ia anggap sebagai saudaranya--sama halnya dengan janda Fatimah. Tapi ia membantah "menceraikan" Fatimah, karena mendapat Mursini. "Fatimah saya kawinkan," kata Ny. Masitoh. Niat yang sama juga dikandungnya untuk Mursini. Untuk itu, Ny. Masitoh memilihkan seorang keturunan Cina sebagai calon suami Mursini. "Tetapi perkawinan itu mungkin tidak akan jadi, karena laki-laki itu tidak mau disunat," kata Ny. Masitoh. Mengaku pernah berguru pada Kiai Dahlan di Gombong, Banten, menurut Ny. Masitoh ia diberi bacaan-bacaan dari Al Quran yang harus dibacanya setiap selesai salat. "Hasilnya usaha saya maju," ungkapnya. Karena kemajuannya itulah menurut Ny. Masitoh, penduduk kampung Kadungampar, iri kepadanya. Saya difitnah, dikucilkan, itulah sifat masyarakat desa yang tidak baik," keluhnya sambil menuding-nudingkan telunjuknya. Agar Insyaf Anaknya Tatang, diakui Ny. Masitoh sebagai anak nakal dan suka bergaul dengan orang yang lebih dewasa. Tatang putus sekolah, hanya sampai SD, "sebab itu saya kawinkan, agar insyaf," ujar Bu Haji itu. Tatang, yang berwajah kekanak-kanakan, mengaku baru berusia 14 tahun. Ia membenarkan ikut terlibat dalam perampokan di Jalan Mundu, Rawamangun bulan puasa itu,' "karena diajak teman-teman." Sebelum perampokan dilakukan, Tatang ikut berkumpul di rumah Armali di Tanjungpriok. Ketika itu menurutnya ia bertemu dengan ibunya, dan saat perampokan akan dilakukan ibunya sembahyang. Tatang mengakui juga, ibunya ikut ke tempat perampokan di Rawamangun, dan menunggu di luar bersama Madoli. Namun menurut Tatang, ibunya tidak terlibat dalam perarnpokan itu, "ibu tidak tahu ketika itu saya ada di tempat itu," kata Tatang membela ibunya. Namun menurut pihak kepolisian, Ny. Masitoh turut terlibat. Lettu Husin, Dan Unit Penindak Kores 705 Jakarta Timur, menuturkan korban perampokan, Aswan Amir--majikan Armali sendiri - diikat oleh komplotan rampok itu yang semuanya bersenjata golok. Armali ang diduga sebagai "otak" perampokan, sampai sekarang masih buron. Sementara Haji Masitoh diduga polisi sebagai 'tokoh spiritual" dalam operasi perampokan itu. Kebenarannya, tentu menunggu persidangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus