Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Nes Yang Sedang Naas

Kebun-kebun penduduk di Desa Kertaharja, kecamatan Cimerah, Ciamis akan dijadikan perkebunan inti rakyat/nes kebun kelapa hybrida. (dh)

5 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERSENJATA parang, dan pentung, sejumlah penduduk menyerang kantor proyek di pinggir desa itu. Di tengah kegelapan malam, beberapa petugas terkesiap. Dengan gelagapan mereka melarikan diri ke kecamatan, sekitar 20 km dari situ. Tapi tak seorang pun yang cedera. Itu terjadi di Desa Kertaharja, Kecamatan Cimerak, Ciamis (Ja-Bar) sebulan lalu. Penduduk marah, karena kebunkebun cengkih mereka digusur oleh buldoser milik PTP XI. Itu berarti mengusur pula nafkah sekitar 1.000 kk penghuni desa seluas 1.600 ha di tepi Samudra Hindia itu -- 270 km di tenggara Bandung. Sejak awal tahun ini, kebun-kebun penduduk di desa tersebut akan dijadikan perkebunan inti rakyat atau NES (nucleus estate and smallholders). "Penduduk dikumpulkan, katanya akan diberi 2 ha tanah sebagai penggarap," kata salah seorang warga. Tanah 2 ha itu (termasuk untuk perumahan dan pekarangan) untuk ditanami kelapa hybrida. Dijanjikan, selama menggarap perkebunan tersebut para petani mendapat biaya hidup Rp 60.000/ bulan /kk berikut pupuk, obat-obatan dan bantuan lainnya. Kelak, kalau kelapa hybrida itu sudah berbuah, hasilnya harus dijual kepada PTP XI. Selain itu para petani juga diwajibkan membayar semua biaya yang telah mereka terima--secara mengangsur. Mereka juga berhak mendapatkan sertifikat tanah. Secara turun-temurun penduduk merasa sudah menguasai tanah yang mereka anggap tak bertuan itu. Di sana sekarang sudah ada 600 ha kebun cengkih berusia 12 tahun yang siap dipetik dan 150 ha lagi kebun cengkih berusia 1 tahun yang masih harus diurus. Banyak pula yang bertanam singkong. Patah Semangat Ketika penduduk dikumpulkan, pihak PTP XI berjanji tidak akan mengganggu kebun-kebun yang ditanami cengkih. "Tapi nyatanya lain yang diucapkan, lain pula kenyataannya," ujar seorang tokoh masyarakat, Ubaidi, 60 tahun, yang juga pengurus Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. Nyatanya, memang seluruh kebun penduduk, termasuk yang ditanami cengkih berusia 1 tahun, dibuldoser PTP XI. Penduduk diperintahkan memindah cengkih mereka ke tempat lain. "Ke mana lagi, tanah mereka kan cuma itu," kata Kepala Desa Kertaharja, Sadi Sudarta. Kawasan yang ahan dijadikan proyek NES itu, yang memang merupakan tanah negara, di atas peta memang satu areal yang menganggur. Celakanya, berdasar peta itu pula PTP XI menganggap kawasan itu tanpa penghuni tanpa studi kelayakan sebagaimana mestinya. Misalnya Desa Kertaharja dan Sindangsari di Kecamatan Cimerak itu. Di Sindangsari sudah banyak berdiri rumah permanen, pabrik tapioka, sekolah. Dari 4.000 ha areal desa, di antaranya kebun cengkih (500 ha), kebun kelapa (1.600 ha) dan kebun singkong (500 ha). Penduduk desa ini memang belum segelisah penduduk Kertaharja. Tapi mendengar keributan di Kertaharja, mereka bingung juga. Gara-gara keributan tadi, kini kegiatan PTP XI terhenti buat sementara. Tapi para petani juga tak berminat lagi menggarap kebun cengkih mereka. "Mereka sudah telanjur patah semangat," ujar Ubaidi, tokoh masyarakat ini. Yang sudah bekerja di proyek NES (membersihkan areal, membuat jalan) juga banyak yang berhenti. "Habis, upahnya cuma Ro 700 sehari," ujar salah seorang di antaranya. Apalagi uang itu masih dipotong uang beras Rp 250/kg. Kecamatan Cimerak di Ciamis hanya satu di antara deretan kawasan di bagian selatan Jawa Barat yang akan dijadikan proyek NES V. Kawasan lainnya melingkar sejak dari Kabupaten Pindegalang Lebak, Banten Selatan, Ciamis, Sukabumi. Semuanya seluas 60.000 ha, ditangani oleh PTP XI, XII dan XIII dengan biaya US$ 161 juta kredit dari Bank Dunia. Di kawasan Kabupaten Cianjur, penduduk juga berusaha mempertahankantanah mereka. Misalnya di Sindangbarang, mereka mengirim surat protes kepada gubernur. Tapi di Argabinta juga di Cianjur, 20 orang petani terpaksa meringkuk di kamar tahanan karena membangkang. Maksud proyek itu, menurut Wakil Gubernur Jawa Barat Ir. Suhud Warnaen, antara lain untuk menjaga kelestarian sumber air. "Sungai Citarum dan Cimanuk kan bersumber di sana," katanya. Di kawasan selatan Jawa Barat itu, diperkirakan masih terdapat 200.000 ha yang kosong, antara lain 60.000 ha yang akan dijadikan kebun hybrida tersebut. Kepala Desa Kertaharja, Sadi Sudarta, kini pusing kepala juga. "Dalam pemilu yang lalu 100% warga desa memilih Go]kar. Sekarang saya dengar selentingan, mereka akan mencoblos tanda gambar lain," katanya. "Bisa celakalah saya," tambahnya. Ubaidi hanya menimpali: "Bagi penduduk, NES itu merunakan proyek naas."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus