BERSENJATA parang, dan pentung, sejumlah penduduk menyerang
kantor proyek di pinggir desa itu. Di tengah kegelapan malam,
beberapa petugas terkesiap. Dengan gelagapan mereka melarikan
diri ke kecamatan, sekitar 20 km dari situ. Tapi tak seorang pun
yang cedera.
Itu terjadi di Desa Kertaharja, Kecamatan Cimerak, Ciamis
(Ja-Bar) sebulan lalu. Penduduk marah, karena kebunkebun cengkih
mereka digusur oleh buldoser milik PTP XI. Itu berarti mengusur
pula nafkah sekitar 1.000 kk penghuni desa seluas 1.600 ha di
tepi Samudra Hindia itu -- 270 km di tenggara Bandung.
Sejak awal tahun ini, kebun-kebun penduduk di desa tersebut akan
dijadikan perkebunan inti rakyat atau NES (nucleus estate and
smallholders). "Penduduk dikumpulkan, katanya akan diberi 2 ha
tanah sebagai penggarap," kata salah seorang warga.
Tanah 2 ha itu (termasuk untuk perumahan dan pekarangan) untuk
ditanami kelapa hybrida. Dijanjikan, selama menggarap perkebunan
tersebut para petani mendapat biaya hidup Rp 60.000/ bulan /kk
berikut pupuk, obat-obatan dan bantuan lainnya.
Kelak, kalau kelapa hybrida itu sudah berbuah, hasilnya harus
dijual kepada PTP XI. Selain itu para petani juga diwajibkan
membayar semua biaya yang telah mereka terima--secara
mengangsur. Mereka juga berhak mendapatkan sertifikat tanah.
Secara turun-temurun penduduk merasa sudah menguasai tanah yang
mereka anggap tak bertuan itu. Di sana sekarang sudah ada 600 ha
kebun cengkih berusia 12 tahun yang siap dipetik dan 150 ha lagi
kebun cengkih berusia 1 tahun yang masih harus diurus. Banyak
pula yang bertanam singkong.
Patah Semangat
Ketika penduduk dikumpulkan, pihak PTP XI berjanji tidak akan
mengganggu kebun-kebun yang ditanami cengkih. "Tapi nyatanya
lain yang diucapkan, lain pula kenyataannya," ujar seorang tokoh
masyarakat, Ubaidi, 60 tahun, yang juga pengurus Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa.
Nyatanya, memang seluruh kebun penduduk, termasuk yang ditanami
cengkih berusia 1 tahun, dibuldoser PTP XI. Penduduk
diperintahkan memindah cengkih mereka ke tempat lain. "Ke mana
lagi, tanah mereka kan cuma itu," kata Kepala Desa Kertaharja,
Sadi Sudarta.
Kawasan yang ahan dijadikan proyek NES itu, yang memang
merupakan tanah negara, di atas peta memang satu areal yang
menganggur. Celakanya, berdasar peta itu pula PTP XI menganggap
kawasan itu tanpa penghuni tanpa studi kelayakan sebagaimana
mestinya. Misalnya Desa Kertaharja dan Sindangsari di Kecamatan
Cimerak itu.
Di Sindangsari sudah banyak berdiri rumah permanen, pabrik
tapioka, sekolah. Dari 4.000 ha areal desa, di antaranya kebun
cengkih (500 ha), kebun kelapa (1.600 ha) dan kebun singkong
(500 ha). Penduduk desa ini memang belum segelisah penduduk
Kertaharja. Tapi mendengar keributan di Kertaharja, mereka
bingung juga.
Gara-gara keributan tadi, kini kegiatan PTP XI terhenti buat
sementara. Tapi para petani juga tak berminat lagi menggarap
kebun cengkih mereka. "Mereka sudah telanjur patah semangat,"
ujar Ubaidi, tokoh masyarakat ini.
Yang sudah bekerja di proyek NES (membersihkan areal, membuat
jalan) juga banyak yang berhenti. "Habis, upahnya cuma Ro 700
sehari," ujar salah seorang di antaranya. Apalagi uang itu masih
dipotong uang beras Rp 250/kg.
Kecamatan Cimerak di Ciamis hanya satu di antara deretan kawasan
di bagian selatan Jawa Barat yang akan dijadikan proyek NES V.
Kawasan lainnya melingkar sejak dari Kabupaten Pindegalang
Lebak, Banten Selatan, Ciamis, Sukabumi. Semuanya seluas 60.000
ha, ditangani oleh PTP XI, XII dan XIII dengan biaya US$ 161
juta kredit dari Bank Dunia.
Di kawasan Kabupaten Cianjur, penduduk juga berusaha
mempertahankantanah mereka. Misalnya di Sindangbarang, mereka
mengirim surat protes kepada gubernur. Tapi di Argabinta juga di
Cianjur, 20 orang petani terpaksa meringkuk di kamar tahanan
karena membangkang.
Maksud proyek itu, menurut Wakil Gubernur Jawa Barat Ir. Suhud
Warnaen, antara lain untuk menjaga kelestarian sumber air.
"Sungai Citarum dan Cimanuk kan bersumber di sana," katanya. Di
kawasan selatan Jawa Barat itu, diperkirakan masih terdapat
200.000 ha yang kosong, antara lain 60.000 ha yang akan
dijadikan kebun hybrida tersebut.
Kepala Desa Kertaharja, Sadi Sudarta, kini pusing kepala juga.
"Dalam pemilu yang lalu 100% warga desa memilih Go]kar. Sekarang
saya dengar selentingan, mereka akan mencoblos tanda gambar
lain," katanya. "Bisa celakalah saya," tambahnya. Ubaidi hanya
menimpali: "Bagi penduduk, NES itu merunakan proyek naas."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini