Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Serangan Anjing Gila Wonogiri

Wonogiri menjadi basis penyakit anjing gila, rabies merambat kedaerah-daerah sekitarnya. 7 orang meninggal & ratusan dirawat dirumah sakit. Penyebabnya, antaralain, kebiasaan penduduk menyantap anjing.

11 Januari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK kedua kalinya, Wonogiri, sebuah kabupaten di selatan Solo, menjadi pangkal merambatnya rabies, itu penyakit anjing gila. Yang pertama terjadi tahun 1979, sehingga daerah ini pernah dinyatakan sebagai daerah epidemi rabies. Walau korban yang meninggal tercatat hanya dua orang ketika itu, ribuan ekor anjing terpaksa dibantai. Akhir bulan lalu, daerah ini kembali dijangkiti rabies. Namun, kali ini, merambat dengan cepat ke daerah-daerah sekitarnya: Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, dan juga Klaten. Catatan terakhir menunjukkan tujuh orang meninggal "Yang tiga orang di Wonogiri bisa dipastikan akibat rabies," ujar dr. Nardho Gunawan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Jawa Tengah. "Yang empat orang lagi masih dugaan karena tidak keburu diobservasi." Namun, korban lain akibat rabies, yang menular lewat gigitan dan liur anjing itu, cukup mencemaskan -- dan sudah masuk tingkat epidemi. Korban gigitan yang kini dirawat mencapai 160 orang. Yang dikhawatirkan, semua korban gigitan akan meninggal. Menurut dr. Slamet, kepala pemberantasan penyakit menular, Kanwil Depkes Ja-Teng, tingkat kematian per kasus pada rabies, senantiasa tinggi. "Dari 100 orang yang kena, umpamanya, biasanya 100 juga yang meninggal," ujar Slamet. Lalu, mengapa dari Wonogiri? Menurut observasi Kanwil Depkes Ja-Teng, karena di kawasan itu ada kebiasaan penduduk menyantap anjing. Penyebaran ke daerah lain, konon, juga akibat para pedagang sate dan gulai anjing. Menurut Nardho Gunawan, kasus rabies di Wonogiri sebenarnya sudah ditemukan September tahun lalu. Berawal dari seorang anak yang digigit anjing, dan menunjukkan kena rabies. Bulan September itu juga tim dari Departemen Kesehatan menyatakan Wonogiri tertutup bagi lalu lintas hewan, khususnya anjing. Karena Wonogiri tertutup, para pedagang daging anjing pun menyebarkan hewan dagangannya ke luar Wonogiri. Tanpa disadari, anjing-anjing yang dijual sebagian besar sudah terjangkit rabies. Maka, menyebarlah penyakit itu, dan korban di daerah-daerah lain pun berjatuhan. Tapi sebegitu jauh, korban meninggal di luar Wonogiri belum banyak. Di Sukoharjo, korban yang meninggal belum bisa dipastikan akibat rabies, tapi menurut Bupati Sukoharjo, Suprapto, 36 orang korban gigitan hewan sudah dipastikan terkena rabies pada stadium berat. Karena itu, Bupati Sukoharjo sudah pula mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan Sukoharjo tertutup bagi lalu lintas hewan. Di Klaten dan Karanganyar para bupati belum merasa perlu menurunkan SK untuk penutupan lalu lintas hewan. Namun, pemburuan anjing di kabupaten-kabupaten itu cukup mengejutkan. Tercatat 9.330 ekor anjing dan 170 ekor kucing dibunuh. Menurut Nardho Gunawan, usaha mengatasi rabies hingga kini ternyata tidak mudah. Masyarakat umumnya kurang mengerti. "Dan mereka datang sudah sangat terlambat," ujar Nardho. Gejala terkena rabies menurut Nardho, mula-mula korban terkena demam ringan. Namun, bekas gigitan anjing kemudian tampak menghitam, gosong, dan panas seperti terbakar. Suhu badan lalu meninggi dan penderita mengeluarkan banyak keringat dan air liur. Akhirnya, ketika virus rabies sudah menyerang pusat saraf di otak, penderita sering kaget, takut pada cahaya dan air. Leher terasa kaku dan susah menelan. Pada stadium ini, penderita sudah tak dapat ditolong. Penderita masih bisa ditolong bila virus belum menyerang pusat saraf. Pertolongan yang harus dilakukan dengan cepat, menyuntikkan serum antirabies sebanyak 14 suntikan pada bagian perut. Sementara ini usaha mengatasi rabies di Jawa Tengah itu, selain pemburuan anjing, juga vaksinasi besar-besaran terhadap hewan-hewan peliharaan. Pihak Biofarma Bandung, yang memproduksi vaksin, menyatakan bahwa stok untuk dua provinsi tak perlu dikhawatirkan. J.s. Laporan Yusro M. & Kastoyo Ramelan (Ja-Teng)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus