Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERJALAN kadang terasa menyiksa bagi Entis Utisah, 72 tahun. Kakinya terasa kaku dan gampang pegal meski baru sebentar melangkah. Sehari-hari nenek enam cucu ini lebih banyak duduk. Kalau pekerjaannya membereskan rumah, mencuci, dan memasak sudah kelar, Entis memilih beristirahat sambil menonton televisi. "Sehari-hari begitu, enggak pernah olahraga," kata warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, itu pada Sabtu dua pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banyak orang lanjut usia hidup sedentari alias tak banyak bergerak seperti Entis. Menurut dokter Sri Mukti Suhartini, gaya hidup seperti ini membuat mereka tak bugar dan lebih cepat menua. "Radikal bebas yang menyebabkan penuaan meningkat," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri berikhtiar mencari olahraga sederhana yang bisa dilakukan para lansia tersebut, yang efeknya dapat memperlambat penuaan.Ia mempresentasikan penelitian itu dalam sidang promosi doktornya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 5 Juni 2018. Sri berhasil menyabet gelar doktor melalui penelitian olahraga itu.
Sri meneliti efek jalan cepat selama 30 menit yang dilakukan tiga kali sepekan. Ia melibatkan 73 lansia dalam penelitiannya. Sejumlah 37 lansia diminta melakukan jalan kaki cepat sampai denyut jantungnya mencapai 50-85 persen dari denyut jantung maksimal. Rumus denyut jantung maksimal adalah 220 dikurangi usia.
Sebanyak 36 orang sisanya diminta melakukan aktivitas seperti biasa, termasuk tak berolahraga, untuk menjadi kelompok pembanding. Kedua grup itu diperiksa pada pekan nol (sebelum diminta berolahraga), pekan ke-6, dan pekan ke-12.
Hasilnya, tak ada perubahan pada lansia yang tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Tapi, pada mereka yang diminta berolahraga, kondisi selnya membaik. Perbaikan ini sudah terlihat pada pemeriksaan pekan keenam.
Sel yang membaik ini membuat kinerja organ tubuh juga meningkat. Misalnya, napasnya jadi lebih dalam, jalan pun terasa lebih ringan. "Ini tandanya proses penuaannya tertunda," kata Sri.Pada pekan ke-12, perbaikan sel ini makin bertambah. Badan jadi makin enteng dan lebih enak dalam beraktivitas.
Entis pun merasakan efek tersebut. Setelah ia ikut jalan cepat, pegal-pegal di kaki seolah-olah lenyap. Badan pun jadi enteng. Ia kuat berjalan jauh lebih dari setengah jam. "Pokoknyamahjadi enak," ucapnya.
Salamah, 54 tahun, yang mengawal para lansia tersebut berolahraga, pun ikut menikmati. Badannya terasa ringan, napasnya lebih dalam, dan nyeri pada kaki akibat radang sendi yang dideritanya juga hilang. "Dulunyut-nyutan, dibawa jalan malah jadi enak," ujar perawat yang bekerja di klinik Sri ini.
Salamah, yang ikut mengukur tensi para lansia dalam penelitian ini, juga melihat perubahan pada mereka. Ada yang semula tensi darahnya mencapai 170 per 100 mmHg turun menjadi 140 per 70 mmHg. "Tadinya tensinya enggak terkontrol, begitu diajak jalan langsung turun," kata Salamah, yang juga tinggal di Jagakarsa.
Doktor Ilmu Fisiologi FKUI, Ermita Isfandary Ibrahim Ilyas, mengatakan penelitian ini sangat bermanfaat. Selain karena olahraganya sederhana serta bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja tanpa perlu alat khusus, jalan cepat bisa dilakukan secara berkelompok sehingga lebih menyenangkan. "Intensitasnya juga ringan," ujar promotor penelitian Sri itu.
ADA tiga parameter proses penuaan, yakni radikal bebas, antioksidan, dan telomer. Makin tinggi radikal bebas, makin cepat proses penuaan. Proses penuaan ini bisa dilawan dengan peningkatan antioksidan dan pemanjangan telomer. Telomer adalah ujungdeoxyribonucleic acid(DNA) yang berfungsi melindungi kode genetik pada DNA dan mengendalikan penuaan sel. "Makin panjang telomernya, proses penuaannya makin melambat," kata guru besar tetap Ilmu Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung, Ieva Baniasih Akbar.
Menurut Sri Suhartini, peningkatan radikal bebas dan pemendekan telomer ini bisa disumbang oleh gaya hidup yang tak banyak bergerak, melahap makanan tak sehat, dan stres. Selain membuat telomer menyusut, efek lain adalah mitokondria, yang bertugas seperti pembangkit listrik bagi sel, melemah.
Pelemahan mitokondria dan penciutan telomer ini merusak sel. Imbasnya, tubuh menjadi sakit. "Pada prinsipnya, semua penyakit itu asalnya dari disfungsi telomer dan mitokondria," ujar Sri.
Olahragamerupakan salah satu ikhtiar untukmemanjangkan telomer. Dalam penelitian Sri, terbukti 30 menit jalan cepat dalam tiga kali sepekan selama enam pekan sudah bisa membuat telomer bertambah panjang. Karena efek pemanjangan telomer ini menyehatkan sel, jalan cepat juga baik dilakukan oleh para lansia yang berpenyakit, seperti diabetes melitus, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi.
Doktor Ilmu Biokimia FKUI,Ani Retno Prijanti, mengingatkan agar Sri mensosialisasi hasil penelitiannya secara tuntas. Sri mesti menjelaskan dengan gamblang waktu, dosis, dan level olahraganya. Sebab, kalau tak tepat, efeknya akan berbeda.
Misalnya hasil penelitian Sri menunjukkan berjalan cepat 30 menit selama tiga kali sepekan akan memperbaiki sel. Jika para lansia melakukannya setiap hari, pengaruhnya bisa berbeda. "Efek sampingnya tak akan sama," ucap Ani, yang juga kopromotor penelitian Sri.
Sri mengiyakannya. Olahraga berlebihan akan menyebabkan tubuh memproduksi radikal bebas kelewat banyak. Sedangkan produksi antioksidan yang bertugas menangkalnya tak mampu mengejar sebanyak itu. Tubuh bukannya menjadi segar. Olahraga seperti ini justru merusak sel. "Olahraga juga harus sesuai dengan dosis. Sama seperti obat," katanya.
Selain dengan olahraga, penuaan bisa ditunda dengan antioksidan, misalnya yang diperoleh dari makanan, terutama buah dan sayuran."Kalau makanannya juga dijaga, makin melambat lagi proses penuaannya," ujar Ieva Baniasih Akbar.
Belum mengkonsumsi makanan yang lebih sehat pun Salamah dan kawan-kawan sudah merasakan enaknya penundaan penuaan. Sampai sekarang mereka masih melakukan jalan cepat selama 30 menit tiga kali sepekan pada pagi hari. "Kalau berhenti, badannya jadi enggak enak lagi," katanya.
Entis Utisah bahkan menjajal ikut senam di kompleksnya sepekan sekali. Selain lebih bugar, ia merasa lebih bahagia karena bisa berinteraksi dengan kawan-kawan. "Sekalian buat hiburan."
Nur Alfiyah
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo