Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Resmi bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1976, Bhutan dalam laman optimalhappiness, tetap menjadi salah satu anggota yang paling aktif dalam isu-isu yang berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan, hak asasi manusia, pengungsi, dan kesetaraan gender.
Baca : Mengenal Bhutan Negara di Asia Seelatan yang Jarang Diketahui
Bhutan berada di peringkat 95 dari 156 negara paling bahagia di dunia, menurut Word Happiness Record 2021. Laporan ini mempertimbangkan faktor sosial ekonomi, seperti penghasilan, harapan hidup sehat, kemurahan hati, kebebasan dan kepercayaan, tidak adanya korupsi dalam bisnis dan pemerintahan.
Kesejahteraan Bhutan
Bhutan mengembangkan skor Gross National Happiness (GNH), yang menunjukkan tingkat kebahagiaan suatu negara. Skor ini dihitung berdasarkan data dari survei Gallup World Poll menggunakan kuesioner pada lebih dari 15.000 penduduk di seluruh negara tertentu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasilnya menunjukkan, skor GNH rata-rata Bhutan adalah 7,59. Skor GNH rata-rata negara tertinggi berikutnya adalah 7,62 sedangkan yang terendah adalah 5,36. Berdasarkan informasi ini, masuk akal untuk menyatakan Bhutan memiliki tingkat kebahagiaan yang relatif tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada tahun 2017, Human Development Index (HDI) dirilis oleh Program PBB untuk mengukur kesejahteraan di seluruh dunia. HDI mengukur angka harapan hidup saat lahir, tingkat pendidikan anak di bawah usia 15 tahun, pendapatan per kapita, dan ketersediaan air minum bersih dan fasilitas sanitasi. Indeks Pembangunan Manusia Bhutan lebih tinggi 117 poin dibandingkan negara Asia lainnya, sehingga masuk akal menyatakan Bhutan memiliki tingkat kesejahteraan yang relatif tinggi.
Tetap Merawat Budaya
Saat Bhutan dibuka kembali untuk wisatawan internasional September tahun lalu yang bersamaan dengan pengumuman kenaikan Sustainable Development Fee (SDF) dari US$65 menjadi US$200 per malam, membuat para turis menganggap langkah ini kontroversial. Melalui wawancara bersama perdana menteri Bhutan, Dr Lotay Tshering dalam laman channelnewsasia pekan ini mengungkapkan terdapat beberapa kesalahpahaman yang perlu dibantah.
Biaya perjalanan seperti menginap di hotel dan makanan tidak termasuk dalam SDF, tetapi Dr Tshering menjelaskan, biaya itu menjadi asupan penting yang akan digunakan untuk mendukung pembangunan ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya Bhutan. Hal ini akan membantu negara terus melakukan modernisasi sambil tetap melindung elemen penting dari budaya, identitas, dan lanskapnya, katanya.
BALQIS PRIMASARI
Baca juga : Pertama Kali Solo Traveling? Cobalah Destinasi di Asia Ini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.