Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tak Sehat Sepanjang Usia

Penyakit degeneratif menggeser penyakit akibat infeksi. Usia harapan hidup orang Indonesia memang semakin tua, tapi kebanyakan dalam kondisi sakit-sakitan.

7 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tangan Maryam tak berhenti bergetar. Padahal perempuan 75 tahun warga Perak Barat, Surabaya, ini baru saja mengenyakkan tubuhnya ke kursi. Sejak lima tahun silam, ia divonis dokter menderita parkinson, penyakit yang menyerang saraf otak. Biasanya penyakit ini diderita orang berusia 65 tahun ke atas. Namun, dalam sepuluh tahun terakhir, semakin banyak orang berusia lebih muda, awal 40-an, yang diserang.

Seratus ayunan kaki dari rumah Maryam, Abdul Kodir, 73 tahun, menderita alzheimer, penyakit pikun. Hanya berjalan sepuluh meter dari rumahnya, ayah lima anak ini lupa jalan pulang. Alzheimer dan parkinson merupakan penyakit degeneratif otak yang paling kerap dijumpai. Diperkirakan tiga persen orang Indonesia menderitanya.

Yanto, 62 tahun, lain lagi. Selama tujuh tahun terakhir sudah 10 cincin seharga Rp 1,5 miliar tertanam di pembuluh darah menuju jantungnya. ”Orang harus menghindari risiko terjadinya penurunan fungsi pembuluh darah dan organ tubuhnya,” kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Jakarta Vascular Center, Frans Santosa.

Karena dari pembuluh darahlah, menurut dokter lulusan University Hospital, Essen, Jerman, itu, gangguan terjadi, dari jantung sampai otak. ”Stroke penyebab kematian pertama dalam kelompok penyakit degeneratif,” ujar Frans, Selasa pekan lalu.

Data yang sama disampaikan Kepala Subdirektorat Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan, dokter Toni Wandra. Menurut catatan Kementerian Kesehatan, hipertensi, stroke, dan penyakit jantung atau penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah dan jantung mendominasi separuh penyakit degeneratif di Indonesia. ”Penderita penyakit kardiovaskuler ini terus meningkat dan menjadi penyebab kematian urutan pertama untuk orang dengan usia di atas 40 tahun,” katanya.

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Kementerian Kesehatan sepuluh tahun terakhir menunjukkan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian paling tinggi, padahal pada 1972 menempati urutan kesebelas. Penyakit ini disebabkan oleh tingginya kadar kolesterol total, kolesterol jahat yang dikenal dengan singkatan LDL (low density lipoprotein), dan trigliserida atau lemak darah yang diserap usus, serta penurunan kadar kolesterol baik atau high density lipoprotein (HDL) dalam darah. Peningkatan itu disebabkan oleh dampak modernisasi yang mengubah perilaku sebagian masyarakat Indonesia menjadi pengonsumsi makanan rendah serat dan tinggi lemak.

Berdasarkan hasil penelitian dokter Rustika dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan, dari 29,7 gram per hari asam lemak jenuh yang dikonsumsi masyarakat, hanya 20 persen atau 5,93 gram per hari berasal dari makanan non-gorengan. Sedangkan 80 persen atau 23,77 gram per hari berasal dari makanan gorengan—setara dengan tiga potong jenis makanan gorengan lauk. ”Kebiasaan memakan makanan seperti itu yang berlebihan berbahaya bagi kesehatan, terutama penyakit degeneratif,” ujar dokter Toni.

Penyakit degeneratif sebenarnya istilah medis untuk penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh, dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Stroke, penyakit jantung koroner atau kardiovaskuler, diabetes melitus, obesitas, asma, dan penyakit tidak menular lain digolongkan ke dalam penyakit degeneratif.

Penyakit itu beberapa tahun belakangan menjadi masalah serius bagi banyak negara di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menilai penyakit degeneratif menambah peliknya kondisi kesehatan sebagian negara di dunia, yang selama ini telah diimpit aneka kasus penyakit menular dan infeksi yang tergolong nondegeneratif. Banyak negara membuang miliaran dolar akibat penyakit degeneratif. Karena itu, dibutuhkan langkah konkret untuk menanggulanginya.

Menurut WHO, penyakit degeneratif menjadi pembunuh manusia terbesar. Angka kematian tertinggi ada di negara-negara dengan pendapatan nasional rendah ataupun tinggi. Dalam laporan WHO disebutkan ada sembilan negara dengan korban terbesar, yakni Brasil, Cina, India, Inggris, Kanada, Nigeria, Pakistan, Rusia, dan Tanzania. Penyakit degeneratif juga berdampak di sektor ekonomi karena mempengaruhi produktivitas kerja seseorang.

Laporan terbaru WHO memperkirakan, dalam sepuluh tahun ke depan, tiga negara yang memiliki penderita stroke, penyakit jantung, kanker, dan diabetes besar, yakni Cina, India, dan Rusia, akan rugi hingga ratusan miliar dolar. ”Yang banyak berteriak rugi karena penyakit itu di negara maju kini perusahaan asuransi. La, kalau di negeri kita, rakyatnya tambah susah,” ujar dokter Frans.

Indonesia pada 2025 akan mengalami kenaikan jumlah penduduk usia lanjut sebesar 414 persen. Menurut Kementerian Kesehatan, ini terjadi karena angka harapan hidup orang Indonesia pada 2010 mencapai 70,5 tahun. Dengan kondisi itu, prevalensi penyakit-penyakit yang ditemukan pada golongan usia lanjut mengalami kenaikan. ”Hidup lebih lama, tapi tidak sehat, sehingga kita kekurangan rumah sakit terus,” kata dokter Toni.

Menurut laporan WHO, semiliar orang di seluruh dunia saat ini menderita kegemukan—jumlah yang diperkirakan naik menjadi 1,5 miliar pada 2015. Keadaan ini bisa memicu berbagai penyakit degeneratif. Bermacam pencegahan diajukan berbagai kalangan, antara lain pengurangan penggunaan garam pada berbagai produk produsen makanan olahan serta pengenaan pajak yang lebih tinggi terhadap produk rokok.

Penyakit degeneratif dapat dicegah dengan cara meminimalkan faktor-faktor risiko penyebabnya. Faktor risiko itu, menurut dokter Toni, antara lain pola makan yang tak sehat, kurangnya aktivitas fisik, serta konsumsi rokok. Menurut penelitian mutakhir Kementerian Kesehatan, di Indonesia, penyakit degeneratif tak hanya terjadi di kalangan masyarakat perkotaan, tapi juga pada masyarakat pedesaan. Penyebab utamanya gaya hidup urban yang masuk ke desa-desa. ”Kini di kota kecil juga muncul tempat-tempat makan junk food, makanan yang tidak sehat karena memiliki nilai nutrisi rendah,” katanya.

Jenis makanan itu, menurut dokter Toni, mengandung lemak jenuh, garam, dan gula serta bermacam-macam aditif, seperti monosodium glutamate dan pewarna kuning lemon untuk makanan (tartrazine), dengan kadar yang tinggi. ”Junk food hampir tidak mengandung protein, vitamin, serta serat yang sangat dibutuhkan tubuh,” ujar doktor lulusan Asahikawa Medical College, Hokkaido, Jepang, ini.

Jika sedari awal sudah menghindari risiko dan menjalani pola hidup sehat, dokter Toni dan Frans menjamin, orang akan hidup lebih lama, sehat, dan mandiri. ”Tak memerlukan bantuan orang lain, dan bisa menggunakan dana yang ada untuk hal yang lebih berguna,” katanya.

Ahmad Taufik

Kunci Hidup Sehat

Inilah angka-angka yang menjadi kunci untuk hidup sehat menurut dokter spesialis jantung dan vaskuler Frans Santosa.

  • Jangan merokok
  • Olahraga rutin tiga puluh menit setiap hari minimal lima kali seminggu.
  • Makan buah-buahan dan sayuran (tiga dan dua porsi dari seluruh makanan) agar asupan gizi seimbang tiap hari.
  • Tekanan dalam arteri yang terjadi saat dipompanya darah dari jantung ke seluruh tubuh (sistolik) di bawah 140 mmHg.
  • Kolesterol baik, high density lipoprotein (HDL), 5 mosmol (1 mosmol=38 mm persen), setara dengan 190 mm persen.
  • Kolesterol jahat, low density lipoprotein (LDL), buat orang sehat 3 mosmol, setara dengan 114 mm. Namun, jika orang terkena penyakit jantung koroner, di bawah 2 mosmol atau setara dengan 70 mm persen.
  • Kegemukan: ukuran lingkar perut pria jangan lebih dari 90 cm dan perempuan 80 cm.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus