Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sama seperti negara-negara lain, hingga saat ini Indonesia masih berusaha untuk mencapai target bebas tuberkulosis (TBC) pada 2030. Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Rina Triasih, mengatakan penyebaran TBC perlu dilacak seperti COVID-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, TBC lebih mengkhawatirkan mengingat gejala penderita tidak akan muncul dalam waktu singkat seperti COVID-19 yang dapat dideteksi hanya dalam hitungan hari dan paling lama dua minggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kontak tracing khusus TBC itu sudah ada sejak 2006 tapi masih tidak dilakukan dengan baik,” ujar Rina.
Ia menjelaskan gejala tuberkulosis baru akan muncul hingga dua tahun setelahnya. Sedangkan pada sebagian besar kasus, gejala akan muncul dalam periode satu tahun.
“Sehingga kalau kita kontak dengan pasien TBC tidak akan ada gejala dalam waktu dekat, akan terlihat sehat sehingga ini perlu kita waspadai,” tambahnya.
Pada 2021, tercatat 969 ribu pasien TBC di Indonesia. Namun, Rina menyebut capaian utama program TBC nasional seperti indikator penemuan dan pengobatan pada TB sensitif obat (SO) maupun TB resisten obat (RO) masih di bawah target.
“Yang sudah terdata masuk pada program TBC Nasional itu baru sekitar 46 persen. Artinya, masih ada 54 persen kasus ini yang hilang, tidak terdeteksi,” jelasnya.
Jangan sepelekan
Kabar baiknya, Rina menyebut pada 2022 kasus hilang tersebut telah menurun hingga tersisa 25 persen. Meski begitu, kasus TBC pada anak di 2022 melonjak hingga 88.000 kasus.
“Apakah pelonjakan ini akibat pandemi, mereka banyak di rumah jadi tidak berobat, bisa jadi daya tahan anak-anak yang semakin rendah atau memang tracing-nya yang semakin gencar? Ini masih harus dievaluasi,” imbuhnya.
Untuk itu, Rina tak henti mengingatkan untuk tidak menyepelekan TBC, selain berusaha melakukan pelacakan lebih masif oleh pemerintah dan berbagai fasilitas kesehatan. Ketua UKK Respirologi IDAI itu juga mengimbau masyarakat untuk segera melakukan vaksin khusus TBC untuk menekan angka kasus kejadian.
“Apakah TBC bisa dicegah? Bisa karena TBC sudah ada vaksinnya, tidak untuk anak dan remaja saja tapi juga dewasa. Obat ini disediakan gratis dari pemerintah,” katanya.