Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Berita Tempo Plus

Terapi Bermodal Kemauan

Hipnoterapi bisa menjadi salah satu pilihan untuk menghentikan kebiasaan merokok. Harus ada keinginan kuat agar berhasil.

21 Februari 2005 | 00.00 WIB

Terapi Bermodal Kemauan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kini Adriana Taurisia berubah seratus delapan puluh derajat. Dari seorang perokok berat, wanita 28 tahun ini bergeser jadi orang yang membenci rokok. Dia benar-benar terbebas dari kebiasaan merokok, yang telah dijalaninya sejak kuliah. "Sekarang, melihat rokok pun tak ingin lagi. Padahal rekan kerja saya rata-rata perokok," katanya.

Nana, begitu ia biasa disapa, mampu menaklukkan kebiasaan buruk setelah bertemu dengan Romy Rafael, seorang ahli hipnotis yang sering tampil di televisi. Manajer artis di Jakarta ini disarankan untuk berhenti merokok dengan metode hipnoterapi. Meski mengaku bukan tipe orang yang punya imajinasi tinggi—salah satu hal yang mempermudah orang untuk dihipnotis—Nana punya keinginan kuat untuk berhenti merokok. Ini menjadi modal penting untuk menjalani hipnoterapi.

Sebelumnya, Nana sudah berusaha berhenti merokok dengan memakan permen. Upaya ini sempat berhasil. Ia menjadi suka makan permen dan lebih banyak tidur. Namun, sepekan kemudian, ia kembali menikmati asap rokok. Maklum, ia telanjur jadi perokok kelas berat. Dalam sehari, wanita ini menghabiskan minimal dua bungkus rokok putih. Kebetulan, keluarga dan lingkungannya tidak terlalu mempersoalkan kebiasaan ini.

Seperti yang dicoba Nana, kini cukup banyak orang Jakarta yang berusaha menyetop kebiasaan merokok. Mungkin mereka mulai sadar tentang bahayanya bagi kesehatan. Apalagi beberapa waktu lalu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan larangan merokok di tempat umum dengan disertai denda yang amat tinggi bagi yang melanggar. Hanya, umumnya mereka kesulitan menyingkirkan kebiasaan buruk itu.

Penyembuhan lewat hipnoterapi mungkin bisa dijadikan salah satu pilihan, kendati tak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Ini tak seperti adegan yang sering ditampilkan dalam acara Hipnotis di televisi yang diasuh oleh Romy. Di layar kaca, hipnotis seolah hanya terjadi dalam sekejap. Si penghipnotis tinggal menjentikkan jari, dan orang akan menuruti perintahnya. Tontonan seperti ini sudah mengalami penyuntingan. Kejadian sebenarnya tidak secepat itu. Begitu pula hipnoterapi yang dijalani Nana. "Prosesnya panjang. Ada empat sesi yang mesti dijalani selama empat minggu. Tapi saya menjalaninya selama dua bulan karena kesibukan saya," katanya.

Mula-mula, Nana diajak mengobrol tentang bahaya merokok. Diskusi ini berlangsung amat santai, mirip perbincangan dengan seorang sahabat. Pelan-pelan, ia disodori doktrin bahwa merokok amat berbahaya bagi kesehatan. Anjuran itu juga dikemas dalam bentuk rekaman kaset sepanjang sekitar 10 menit yang bisa didengarkan kapan pun.

Dia pun disarankan untuk berolahraga dan minum vitamin. "Tujuannya mengeluarkan keringat dan zat adiktif yang masuk ke tubuh karena rokok," kata Nana. Dia juga kerap melakukan relaksasi sendiri saat ada waktu luang atau menjelang tidur. Lama-lama khasiatnya terasa. Menjelang sesi kedua, Nana mulai berhasil menghindari rokok dan kehilangan keinginan merokok. Setelah terapi ketiga, ia sama sekali tak mau mengisap rokok.

Perasaan benci terhadap rokok akhirnya muncul setelah ia menjalani sesi keempat. Ketika melihat gadis di jalan yang menjepit rokok di jarinya, tiba-tiba muncul perasaan tidak suka pada diri Nana. Padahal dulu dia juga melakukan kebiasaan seperti itu. Keajaiban? Sama sekali bukan. Ini hasil hipnoterapi yang dijalani Nana dengan serius. Romy pun melakukan terapi dengan profesional, tapi tetap dengan cara yang akrab. "Dia bicara seperti seorang sahabat tempat berbagi. Selama terapi, saya juga ditemani pacar," ujar Nana.

Kunci keberhasilan Nana karena dia memang bertekad dengan sungguh-sungguh untuk menghentikan kebiasaan merokok. Selama terapi ia juga diminta membaca buku-buku tentang cara memotivasi diri. Romy selalu menekankan kepadanya, tanpa merokok, ia akan baik-baik saja. Banyak potensi dirinya tetap bisa berkembang tanpa rokok. Setelah menjalani terapi, kini Nana merasa lebih bisa menikmati hidupnya. "Rasanya merogoh kantong hingga Rp 2 juta per sesi pun tak ada nilainya dibanding hilangnya kebiasaan itu," katanya.

Menurut Romy, merokok adalah kebiasaan. Kebiasaan bisa diperoleh dan bisa pula dihilangkan. Cara memperolehnya sama dengan cara menghilangkannya. Perokok harus disadarkan bahwa merokok itu sangat merugikan, merusak kesehatan. Kebiasaan didapat dengan cara diulang-ulang, metode yang juga dilakukan oleh pengiklan rokok, begitu pula cara menghilangkannya. Pikiran kita mesti berkali-kali diyakinkan bahwa merokok itu tidak baik. "Semua yang dihasilkan pikiran dapat diambil lagi oleh pikiran," ujar Romy.

Gampangnya, menghapus kebiasaan merokok bagaikan mengubah secangkir kopi menjadi susu tanpa menyentuh gelasnya. Kopi adalah kebiasaan merokoknya, dan susu sebagai kebiasaan tanpa rokok. Kata Romy, "Tuang saja susu hingga kopi meluber, terkuras, dan tinggal susu saja."

Terapi semacam itu memang amat mengandalkan kekuatan pikirannya sendiri untuk mengubah diri. Hal ini diungkapkan pula oleh dr Tb. Erwin Kusuma SpKJ, yang berpraktek di RSPAD Gatot Subroto dan Klinik Prorevital di Jakarta Pusat. "Butuh kemauan dari pasien untuk mengubah kebiasaan buruk seperti merokok," katanya.

Jika kemauan sudah muncul, sang ahli terapi tinggal menjadi fasilitator. Sang perokok bisa diberi masukan lebih jauh tentang bahaya merokok. Menurut Erwin, hal ini bisa dilakukan dalam kondisi yang relaks, sehingga informasi itu gampang masuk ke otak.

Proses terapi juga bisa dilakukan secara berkelompok, dengan jumlah tidak lebih dari enam pasien. Biasanya Erwin memberikan terapi 10 sesi, tiap sesi berlangsung sekitar satu jam. Biayanya? Tiap peserta dipungut Rp 160 ribu untuk satu sesi.

Reza Gunawan, seorang terapis reiki dan self-healer di Jakarta Selatan, juga mengakui dirinya sering menangani pecandu rokok. Kebiasaan ini bisa disembuhkan karena merokok tidak ada manfaatnya. Menurut dia, ketika seseorang menghirup rokok dan merasa lebih relaks, sesungguhnya itu bukan karena rokoknya. Perasaan santai itu muncul lantaran tarikan napas panjang, tapi akibatnya racun nikotin masuk ke tubuh dan membuat ketagihan.

Memang tak ada jaminan orang yang menjalani hipnoterapi akan sembuh dari kecanduan merokok. Hambatan justru datang dari pasien itu sendiri. "Ada yang bebal, ada pula yang malah mendebat dan tak mau bekerja sama saat terapi," kata Romy, yang berpraktek di Jakarta Selatan. Ada pula yang menjalani terapi karena bukan kemauan sendiri, tapi gara-gara disuruh atasan atau istri. "Model orang seperti ini dijamin tak akan berhasil menjalani terapi," ujar Romy.

Utami, Mawar Kusuma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus