PARA penderita cacat tungkai (paraplegia) suatu ketika akan
berdiri sendiri dan berjalan. Tanpa bantuan tongkat maupun kursi
roda. Untuk itu seorang dokter dari Italia, Luigi Galvani, dua
abad yang silam sudah merintis penggunaan listrik di kemudian
hari untuk merangsang otot yang lumpuh. Tetapi baru sekarang
cita-cita itu terlaksana, ketika anak perawan Amerika berusia 22
tahun, Nan Davis, berjalan dengan bantuan listrik setelah lumpuh
empat tahun lamanya.
Mahasiswi Wright State University di Dayton, Ohio, itu lumpuh
mulai dari pinggang ke bawah, akibat kecelakaan lalu lintas. Dia
mampu tegak dan berjalan untuk pertama kalinya, akhir November
lalu, berkat bantuan komputer yang mengatur arus listrik untuk
mendorong otot-otot tungkainya yang sudah tak bisa dikendalikan
otak.
Peristiwa yang berlangsung di laboratorium universitas itu
merupakan puncak dari riset selama 13 tahun yang dilakukan Dr.
Jerrold Petrofsky, direktur laboratorium biomedis Wright State
University. Sebelum berhasil membuat Nan Davis berdiri dan
berjalan, peralatan "ajaib" itu sudah pernah pula dicobakan pada
seorang mahasiswa penderita lumpuh kedua tangan dan kaki. Pemuda
itu mampu menggerakkan kakinya. Tungkainya itu bisa mengangkat
beban 3 1/2 kg. Dan tiga bulan kemudian malahan ia mampu
menggenjot pedal argocycle (sepeda berhenti).
Teknologi penolong lumpuh tungkai ciptaan Petrofsky itu terdiri
dari komputer yang memberikan perintah bergerak kepada 10
kelompok otot. Langkah Nan Davis, yang kelihatannya mulus itu,
diatur melalui satu sistem pemantulan listrik yang memberikan
keterangan mengenai kedudukan otot dan persendian tulang.
Seluruh sistem tersebut -- disebut feedback system menggunakan
sebuah alat pengontrol yang ditempatkan di pinggang, lutut dan
pergelangan kaki.
Mula pertama Nan Davis menggerakkan kaki kelihatan seperti
astronot yang bersiap-siap terbang ke angkasa. Tubuhnya
dihubungkan dengan komputer melalui 30 elektroda. Di samping itu
dia masih menggunakan pakaian ala parasutis yang digantungkan ke
plafon laboratorium. "Selama belum ada penderita cacat tungkai
yang bisa berjalan, kita belum tahu apakah tulang dan otot
mereka cukup kuat untuk menopang berat badan mereka. Karena
itulah, untuk sipnya, kami menggunakan semacam parasut --
sehingga bobot tubuh tidak seluruhnya membebani persendian,"
kata Petrofsky.
Sekarang komputer penolong Nan Davis memang masih cukup besar
dan diletakkan di meja. Tetapi dalam percobaan berikutnya
komputer akan dibuatkan yang lebih kecil, 15 x 25 cm, dan akan
digendongkan di bahu. Bahkan kalau ini berhasil, akan dibuat
pula komputer yang lebih kecil lagi, yang bisa ditanamkan di
bawah kulit -- hingga si penderita kelihatan berjalan tanpa
bantuan apa pun.
Tetapi para penderita agaknya masih perlu menunggu lama sampai
peralatan itu dijual di pasar. "Bagaimanapun, yang terjadi di
laboratorium ini akan memberikan harapan baru kepada mereka.
Suatu ketika banyak di antara mereka akan berdiri dan bisa
bergerak kembali," ucap Petrofsky.
Harapan itu agaknya akan membersit juga di sini. Para penderita
cacat tungkai diperhitungkan berjumlah sekitar 20. 000 orang di
Indonesia. Siapa tahu komputer itu bisa pula mereka nikmati.
Terutama kalau harganya tak setinggi harga pesawat video.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini