Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Warung makan Dapur Bali Moela terletak di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali. Suasana klasik menyambut pengunjung yang seakan merasakan kembali nostalgia Bali tempo dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gebyok dengan ukiran khas Pulau Dewata yang ditempatkan di beberapa sudut dan dekorasi dan sebagian besar terbuat dari kayu menambah kesan alami dan artistik warung makan yang didirikan pada 2021, di tengah pandemi COVID-19. Konsep tersebut menyesuaikan dengan latar belakang Desa Les yang termasuk desa tua di Bali Utara dan perlu dilestarikan. Ada tempat makan berupa bale bengong atau balai tempat bersantai yang digunakan pengunjung untuk menyantap makanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Makanan tradisional khas dengan bumbu kaya rempah diracik langsung oleh pemiliknya, Gede Yudiawan. Pria berusia 43 tahun itu bukan sembarang tukang masak. Ia adalah koki yang pernah bekerja sama dengan pakar kuliner William Wongso untuk sejumlah proyek kuliner, baik dalam dan luar negeri.
Dapur tradisional
Dapur Bali Moela menyajikan masakan Bali, terutama olahan makanan laut karena desa itu berlokasi di pantai. Keunikannya adalah tidak ada menu tetap yang dijual sehingga menu hari itu tergantung hasil bumi dan tangkapan laut nelayan Desa Les.
Hasil laut, di antaranya ikan, gurita, dan cumi, langsung diolah dalam keadaan segar. Dengan begitu, pengunjung perlu melakukan pemesanan 1-2 hari sebelum kedatangan melalui akun Instagram warung itu agar bahan makanan dapat disesuaikan.
Sejumlah menu olahan hasil laut yang dimasak Dapur Bali Moela di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali, Kamis 29 Juni 2023. ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Yudi pun turun langsung mengolah makanan laut tersebut dengan bumbu dapur dan rempah khas Bali yang didapatkan dari desa sekitar. Tangan kanan dan kirinya cekatan mengiris daging ikan menggunakan pisau tajam untuk diolah jadi makanan.
Sebagian besar makanan dimasak dengan cara tradisional, misalnya membakar satai, menanak nasi, dan mengolah ikan masih menggunakan tungku dan kayu bakar. Kayu-kayu tersebut didapatkan secara mudah di kebunnya dan sekitar desa tersebut.
Pengunjung pun dapat menyaksikan langsung kru dapur mengolah makanan dan merasakan aroma khas dapur tradisional. Dibantu sekitar enam orang petugas masak, menu andalan yang dimasak di antaranya ikan timbungan, yakni olahan ikan berkuah yang dibakar dalam bambu, satai lilit, satai ikan, hingga lawar gurita atau parutan kelapa, gurita, dan sayuran dengan bumbu khas Bali dengan tambahan cabai bun (piper longum).
Bayar seikhlasnya
Keunikan lain warung ini setelah menyantap makanan, sistem pembayarannya menggunakan metode donasi sukarela sehingga tidak ada patokan harga yang harus dikeluarkan pengunjung. Chef Yudi tidak merasa rugi dengan menerapkan sistem tersebut karena dengan donasi, ia tak pernah merasa kekurangan.
“Saya masak seadanya, apa adanya, orang juga menghargai seikhlasnya. Jika mematok harga maka ekspektasi mereka tinggi. Saya ingin kebebasan dan leluasa mengangkat potensi di desa,” kata pria yang sudah 20 tahun menekuni kuliner itu.
Filosofi ikhlas tersebut sesuai dengan peran lain yang ia lakoni, yakni menjadi pemangku atau pemuka agama Hindu yang melayani umat di Pura Dalem Pingit Desa Adat Les dan Desa Adat Penuktukan, Kabupaten Buleleng. Tak jarang, pria dengan nama adat Jero Mangku Dalem itu harus menutup warung kala ada panggilan untuk melayani umat saat ada upacara keagamaan besar di desanya.
Keunikan-keunikan tersebut mendorong orang untuk berkunjung dan menikmati masakan Chef Yudi. Seorang pengunjung mengaku pertama kali mengenal warung itu dari unggahan teman-temannya melalui media sosial.
“Saking penasarannya, makanya saya ajak keluarga dan ternyata makanannya mantul (mantap betul), mau datang lagi nanti,” katanya.
Mereka pun memasukkan sejumlah uang pecahan Rp 100.000 ke dalam toples bertuliskan donasi. Selain membuat penasaran orang, konsep di warung tersebut juga mengundang seorang mahasiswa jurusan pariwisata di Universitas Gadjah Mada, Buwana Marhenta, melakukan penelitian untuk tugas skripsinya. Selama satu bulan penelitian, ia tertarik mengangkat relasi antara pengalaman dan kepuasan pengunjung dengan metode pembayaran donasi tersebut.
Pilihan Editor: 5 Cara Menghindari Getok Harga di Warung Makan