Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Berita Tempo Plus

Xq 28 dan perilaku menyimpang

Ada penelitian menunjukkan bahwa pria homoseks tersebab oleh faktor keturunan. apa betul? beberapa pakar tetap yakin bahwa bukan gen, tapi lingkungan dan pergaulan, yang dominan.

7 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Xq 28 dan perilaku menyimpang
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TUHAN tidak menciptakan pasangan Adam dan Steve, tapi sejoli Adam dan Eve. Demikian bunyi sebuah pemeo yang populer di AS dan terang-terangan anti-kaum homoseks. Namun, di Negeri Paman Sam itu juga, kaum gay sebutan lain untuk kaum homoseks mendapat toleransi cukup besar ketimbang rekan-rekan mereka di negara lain. Yang pasti, perhatian dan penelitian tentang kelompok itu terus saja mengalir. Terakhir, seorang ilmuwan, Dokter Dean Hamer, belum lama ini mengemukakan hasil penelitiannya bersama sebuah tim di Laboratorium Biokimia Lembaga Kanker Nasional, AS. Hamer, ahli genetika molekuler, mengaku berhasil membuktikan bahwa perilaku homoseks sepenuhnya bersumber dari kelainan genetik. Ini berarti homoseks merupakan masalah keturunan. Dalam tulisannya yang dimuat di majalah Science, Hamer menampilkan adanya kelainan pada lokasi segmen DNA (asam deoksiribonukleat) di tubuh pria homo, tepatnya pada bagian kromosom yang diberi kode Xq 28. Bagian tersebut diduga sangat berperan dalam kelahiran pria gay. Untuk membuktikannya, Hamer meneliti 40 pasang pria kembar yang homoseks. Pada 33 pasang pria kembar, ditemukan lima tanda genetik yang identik pada lengan panjang kromosom X, tepatnya pada bagian Xq 28. Pada pria heteroseks, tanda itu tidak ada. Yang kemudian dipertanyakan Hamer, tujuh pasang pria kembar lainnya tidak memiliki tanda tersebut. Lalu ia memperkirakan, ketujuh pria kembar itu berperilaku homo karena lingkungan, bukan tersebab oleh faktor keturunan. Hasil penelitian Hamer menimbulkan suara pro dan kontra. Michael Riley dari Universitas North Western, Australia, menyatakan bahwa temuan Hamer akan mempercepat temuan: mengapa ada orang yang heteroseks, sementara yang lain homoseks. Sebaliknya, Dokter Evan Balaban dari Universitas Harvard nyata-nyata meragukan Hamer. Katanya, tak ada bukti yang secara spesifik mengaitkan potongan kromosom X dengan perilaku homoseks. Lain lagi komentar Doktor Wahyuning Ramelan, ahli genetika kedokteran Universitas Indonesia. ''Penelitian itu masih memerlukan penelitian lanjutan,'' katanya. Menurut staf Bagian Biologi Fakultas Kedokteran ini, jika benar seorang pria menjadi gay karena keturunan, orang tuanya juga harus diteliti. Kalau gen pria yang disebutkan sebagai penyebab homo itu terdapat pada kromosom X, sifat ini hanya bisa diturunkan lewat ibunya. Seperti diketahui, seorang wanita berasal dari dua kromosom X, sedangkan pria berasal dari satu X dan satu Y. Ketika terjadi pembuahan, kromosom X yang diturunkan pada anak laki-laki merupakan sumbangan dari ibunya, bukan bapaknya. Untuk itu, perlu ada pemeriksaan pada kromosom ibunya. Namun, kalau ternyata ibunya tidak membawa kromosom homoseks, boleh jadi kelainan gen yang dialami si anak berasal dari mutasi. Jika penelitian tersebut benar, apakah nanti bisa muncul generasi pria gay? ''Tidak,'' Wahyuning segera menyangkal. Ia cenderung berpendapat bahwa hadirnya pria homoseks lebih disebabkan oleh faktor lingkungan dan pergaulan. Kalaupun, misalnya, seseorang sudah jelas-jelas mengantongi gen homoseks, belum tentu ia berperilaku gay. Mengapa? Lagi- lagi, menurut Wahyuning, bergantung pada lingkungan pergaulan. Sebaliknya, kalau seseorang tak mempunyai gen homoseks tapi sehari-hari berkumpul dengan pria gay, ada peluang besar, dia kelak ikut menjadi gay. Walaupun kontroversial, hasil penelitian Hamer tampaknya semakin melengkapi penelitian tentang perilaku homoseks sebelumnya. Tiga tahun lalu, Dokter Simon Le Vay menyebutkan, pria homoseksual mempunyai kelenjar hipotalamus yang ukurannya berbeda dibandingkan dengan milik pria normal. Seperti diketahui, hipotalamus adalah kelenjar pada otak yang mengatur perilaku seksual. Berdasarkan temuan ahli saraf dari Salk Institute, San Diego, AS, ukuran hipotalamus pria normal tiga kali lebih besar daripada milik pria gay. Yang pasti, temuan Hamer disambut gembira oleh kaum gay di AS. ''Kami kira hasil temuan ini sangat penting,'' kata Gregory J. King, juru bicara Human Right Campaign Fund, kelompok homoseks terbesar di AS. Ia memperhitungkan, jika temuan itu diakui, kaum gay layak mendapat hak dan perlakuan yang sama. Paling tidak, temuan ini akan menumbuhkan harapan bagi pria homoseks untuk menjadi pria sejati. Apalagi kini sudah ada pengobatan lewat rekayasa genetika. Syahdan, pada dasarnya setiap manusia mempunyai 46 kromosom (23 pasang) yang dapat menampung 800 ribu kantong gen. Tapi, diperkirakan, hanya 80 ribu gen yang aktif. Gen yang aktif ini akan mengeluarkan zat-zat yang akan mempengaruhi sifat-sifat manusia. Ada gen untuk warna rambut, warna mata, golongan darah, dan lain-lain. Nah, untuk rekayasa genetika kaum homoseks, para pakar tidak sampai harus merekayasa seluruh gen yang ada pada tubuh, tapi cukup mengambil gen yang mengalami kelainan. Contohnya adalah kasus penderita kelainan darah yang disebabkan oleh cacat genetik. Untuk penyembuhan orang ini, sel darahnya diambil. Kemudian, gen yang terdapat dalam darah tersebut diganti. ''Secara teori, hal itu bisa dilakukan. Hanya, untuk saat ini, terapi genetik adalah terapi yang sangat mahal,'' kata Wahyuning, mengingatkan tentang adanya kendala teknis. Gatot Triyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus