KETIKA berumur 30, berat badannya baru 50 kg. Tapi, kini dalam usia 48 ibu yang tinggi badannya 1,58 m itu telah memiliki bobot seberat 105 kg. Berbagai usaha telah dilakukan guna mengurangi berat badan, antara lain diet, senam, dan aktif di pelbagai kegiatan. "Ternyata, semua itu tak bisa menyetop pertambahan berat badan," kata Ny. Lonny Sumarwan Huwae. ibu lima anak itu. Itu sebabnya ibu yang sehari-hari mengalar di sekolah TK di Kudus itu menjadi peserta Temu Ahli tentang Masalah Kegemukan dan Penanggulangannya, yang diselenggarakan di Jakarta oleh Fakultas Kedokteran UI dan majalah Sarinah Sabtu pekan lalu. Ny. Isye, seorang usahawan dari Surabaya, seperti Ny. Lonny, juga hadir dalam pertemuan sehari itu untuk tujuan yang sama. Berbagai usaha sudah dilakukan selama ini oleh ibu berumur 30 itu. Misalnya, dengan suntikan amfetamin selama dua tahun. Berat badan memang turun. Tapi lama-lama suntikan itu tidak mempan lagi menahan haus dan lapar, selain ternyata kemudian jantung pun berdebar-debar. "Sementara kalau tak disuntik, badan terasa tak enak. Jadinya 'nagih'," kata Ny. Isye, yang tinggi 1,58 m dan berat 67 kg Setelah gagal dengan suntikan, dicobanya dengan pembalut bahan kimia yang dililitkan di bagian tubuh yang berlemak. "Tapi badan terasa panas. Saya tak tahan. Dan saya tinggalkan cara yang ditawar-tawarkan oleh salon-salon pelangsing itu," ujar Ny. Isye. Dihadiri sekitar 500 peserta - 95% di antaranya wanita - seminar sehari itu meman mengundang para ahli yang secara tidak langsung mencoba memberi "resep" menguruskan badan. Dr. Waluyo Soerjodibroto, seorang ahli gizi, menyebut kegemukan sebagai akibat adanya ketidakseimbangan energi dalam tubuh. Antara lain, kelebihan zat-zat gizi. Karena itu, diet - yang termasuk dianjurkannya dalam proses menurunkan berat badan - adalah usaha mengurangi makan untuk menghindari penumpukan lemak yang antara lain terdapat pada zat gizi itu. Waluyo cenderung kritis melihat pelbagai usaha lain guna menurunkan berat badan, seperti suntikan, mandi lilin, dan pembalut pelarut lemak, yang banyak ditawarkan berbagai iklan dewasa ini. "Itu hanya trick," katanya. Maksud Waluyo, trick itu hanya untuk menunjang diet. Pembicara lain, dr. Hedi Rosmiati, seorang ahli farmakologi, menyebut usaha penyuntikan-penyuntikan itu - misalnya amfetamin guna mengurangi nafsu makan tidak dapat diterapkan untuk semua penderita kegemukan. "Sebab, ada efek sampingnya, terutama pada jantung dan otak " katanya. Di samping itu, Hedi mensinyaiir bahwa sudah banyak pula penyuntikan yang sebenarnya sama sekali tidak menjamin penurunan berat badan. Misalnya diuretika, yang meningkatkan pengeluaran air seni, dan bulkfiller, yang menimbulkan rasa kenyang. Temu ahli ini membicarakan pula soal "pemotongan usus" dalam usaha menurunkan bobot badan, yang merupakan pemendekan usus halus yang bertungsi menyerap lemak. Tapi dr. Didik Satiamihardja seorang ahli bedah, tak merekomendasikan usaha ini. "Operasi ini relatif masih baru. Akibat buruknya belum dapat dipastikan," katanya. Apakah olah raga, senam misalnya, mampu menurunkan berat badan? Dr. Dede Kusmana, seorang ahli jantung, agak meragukan. Olah raga, apalagi cuma senam, tidak bisa menjamin. Ia mengutarakan bahwa untuk membakar 1 kg protein saja dibutuhkan 4.000 kalori. Dede mengutarakan perincian dalam makalahnya. Untuk menurunkan berat badan 1 kg saja, dibutuhkan olah raga jalan kaki 12 jam per hari dengan kecepatan 6 km/jam. Bila seorang yang gemuk berjalan rata-rata 3 km/jam, "Dia harus jalan lebih dari 24 jam sehari untuk menurunkan berat badan 1 kilogram," ujar Dede. Nah, 'kan tidak mungkin. Maka, yang dibutuhkan, seperti yang diutarakan Dr. Waluyo, ialah diet kalori yang berimbang: olah raga yang diikuti pula dengan pengurangan makan. Kendati begitu, kadang-kadang terdapat faktor lain dalam kegemukan. Contohnya Nina Syaffarina Rachmadhini, 13, peserta yang datang dengan ibunya. "Ibu deh yang cerita," ujar gadis yang tampak gemuk, tapi cukup manis dan manja, ketika ditemui. Nina mulai gemuk pada usia 5 tahun. Kini beratnya 85 kg. Padahal, Nina gemar olah raga, seperti sepatu roda dan tenis. Tapi, di samping itu, jumlah porsi makan Nina lebih banyak ketimbang kakaknya. Dr. Otto Pieter Tandau, psikiater yang hadir dalam pertemuan itu, seperti menjawab soal Nina. "Usaha menguruskan badan adalah suatu pertarungan antara kemauan dan kenikmatan yang diperoleh dari lroses makan, ujar dokter itu. Menghadapi masalah seperti ini, menurut Otto dibutuhkan motivasi yang mantap dalam mengatasi kegemukan. Maka, bagi Nina, sangat perlu dibangun motivasi, yang barangkali akan muncul ketika ia meningkat dewasa. Artinya, ketika Nma sudah menyadari apa arti "kecantikan". Kegemukan memang hampir tak bisa dipisahkan dari persoalan daya tarik. Karena itu, peminat kursus penurunan berat badan, yang kini semakin banyak, 85% wanita. Kursus-kursus itu tidak sekadar menurunkan berat badan rupanya. Misalnya yang terlihat di Fitness Centre Joanne Drew. Selain menurunkan berat badan, ada pula "koreksi figur". Caranya macam-macam: senam, pijit, dan lilitan perban - seperti yang banyak diiklankan. "Langsing dan sehat tak dapat dipisahkan," ujar Rachmi Yusuf, pelatih pada kursus penurunan berat badan itu. Sementara itu, seorang pengusaha fitness centre lain - di Lippo Building, Jakarta mengakui memanfaatkan gejala kejiwaan pada mereka yang kegemukan, yaitu rasa tak percaya diri. "Kesempatan ini yang kami pakai," katanya memberi alasan kenapa dia membuka tempat kursus itu. Padahal, seperti yang dikatakan Dr. Waluyo, salon-salon pelangsing itu sering "menghalalkan segala cara". Misalnya, cara suntikan dan obat yang kerap menimbulkan efek samping.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini