SEBENTAR lagi Menpora Abdul Gafur mungkin akan pindah kantor ke Graha Pemuda. Padahal, kantornya yang sekarang merupakan sebuah kantor paling besar dan mungkln memenuhl syarat untuk masuk Guinness Book of World Records. Betapa tidak. Atap kantor Menpora dapat diduduki 120 ribu orang. Kalau kantor lain hanya punya taman kecil, maka lapangan di belakang kantor Menpora dapat dipakai untuk main sepak bola dan kejuaraan atletik internasional. Dan pelataran parkirnya bisa memuat ribuan mobil. Di mana, sih, kantor Menpora? Di Stadion Utama Senayan. Sesuai dengan urusannya, kantor Menpora ini tampak sederhana. Penyekatnya terbuat dari tripleks dicat, bukan wallpaper. Tetapi, seperti kantor para pejabat lainnya, kamar ini pun dihiasi foto-foto bersejarah penhuninya. Ada foto Abdul Gafur (masih kurus!) berjejer bersama Ali Moertopo dan mahasiswa Angkatan 66 laimnya. Memajang foto agaknya memang merupakan kebudayaan kita. Di sebuah restoran sate, misalnya, tampak foto gubernur DKI (dulu) Tjokropranolo sedang mencicip sate. Di sebuah baker dipajang foto Ibu Tien Soeharto ketika mengunjungi stand pabrik kue ini pada sebuah pameran. Satu-satunya kantor yang memajang foto Pak Harto memakai blangkon dan surjan mungkin hanya Bina Graha. Foto itu terletak di komodon di sebelah kanan meja Presiden. Selain foto dengan Presiden, pejabat negara, atau artis tenar, biasanya ada foto ketika yang bersangkutan mengikuti konperensi di luar negeri, atau foto anggota keluarganya. Di samping foto, apalagi yang selalu menghias kantor seorang eksekutif? Kebiasaan menggantung ijazah dalam pigura kelihatannya belum begitu membudaya di sini. Mungkin juga karena belum banyak yang punya ijazah keren. Seorang asing, yang telah lama di Indonesia, mengatakan bahwa ia (hampir) selalu menemukan white board atau papan tulis di kamar para eksekutif Indonesia. Dan papan tulis itu selalu penuh dengan coretan-coretan perencanaan atau jadwal pertemuan. Tergantung tingkat kepiawaiannya, kadang kala kita dapat menemukan lukisan-lukisan bermutu di kantor para eksekutif. Lukisan-lukisan itu tidak selalu menjadi inventaris kantor. Di Amerika pernah ada suatu asosiasi yang digugat anggotanya karena membeli lukisan mahal untuk hiasan kantor. Bagaimana di Indoncsia? Kini sudah ada agen yang menyewakan lukisan untuk pajangan kantor. Karena itu, jangan buru-buru kaget kalau bulan lalu Anda melihat lukisan cat minyak Maria Tjui, dan bulan ini Anda melihat akuarel Lie Tjoen Tjai pada dinding yang sama. Beberapa kantor eksekutif juga memajang benda-benda antik. Kamar kerja Sjahrial Djalil di AdForce Advertising, misalnya, menyimpan benda-benda antik bermilai timggi. Sekarang banyak juga kantor eksekutif yang dipenuhi graffiti dan kata-kata mutiara. Terutama karena Executive Digest selalu memuat kata-kata mutiara yang siap dipajang. Dan di toko pun banyak dijual poster dan plakat serupa. Kamar kerja Ken Sudarto di kantor Matari Advertising yang lama penuh dengan hiasan ini. Kini di kantornya yang baru tinggal satu lukisan di mejanya: Are you here with a problem, or a solution? Yang paling saya sukai adalah yang terdapat di kamar kerja H.G. Rorimpandey, pemimpin umum Sinar Harapan. Tulisannya: God is watching. Give him a good show. Baru-baru ini di surat kabar tampak diiklankan tempat tidur bagi para eksekutif di kantor. Tempat tidur itu terlipat di balik bufet yang bisa ditarik keluar sewaktu-waktu diperlukan. Mungkin sebentar lagi tempat tidur ini juga akan menjadi perlengkapan standar di kantor para eksekutif. Apa pun yang terdapat dalam kamar kerja seorang eksekutlf jelas menunjukkan ciri kepribadiannya. Seorang penggemar golf akan menaruh setangkai putter di sudut kamar. Seorang anggota Rotary Club akan memajang lambang roda di dinding. Meja kerja Menristek B.J. Habibie penuh dengan model pesawat terbang. Keterbukaan seseorang pun tampak dari caranya mengatur kamar kerja. Banyak kamar kerja eksekutif menjadi sanctum sanctorum yang angker dan semua orang mengetuk pintu dengan bulu kuduk berdiri. Tetapi banyak juga kamar kerja eksekutif yang sekaligus menjadi ruang rapat. Anthony Salim, "putra mahkota" Liem Sioe Liong, kabarnya bekerja di ruang yang tidak seberapa besar bersama dua orang laimnya. Kursi pun bisa menjadi petunjuk. Kalau kursimya lebih besar dari orangnya, maka ia adalah penikmat hidup yang bersembunyi di balik jabatannya. Seorang yang berselera rendah akan menghias kantornya sepert klub malam murahan, lengkap dengan dinding cermin, lampu kristal, dan gorden berenda. Mau aman? Kini banyak interior decorator yang dengan keahlian profesinya dapat menjaga dan memingkatkan cltra Anda sebagai eksekutif dengan penataan ruang kantor secara pas. Bondan Winarno.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini