Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Berita Tempo Plus

Yang Tidur Bersama Ayam

Kasus cluster flu burung terus bertambah. Korban terbaru adalah sepasang kakak-beradik di Indramayu.

30 Januari 2006 | 00.00 WIB

Yang Tidur Bersama Ayam
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Masih dengan mata mengantuk, Nurip, 30 tahun, duduk di tikar. Kedua tangannya memeluk kaki yang ditekuk rapat. Kendati baru bangun dari tidur siang, wajahnya tetap kuyu. Dua pekan terakhir, Nurip memang tak leluasa memejamkan mata.

Ia mesti bermalam di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Di sana, keluarga kakaknya, Bainah, menjalani perawatan intensif. Mereka adalah Kadis, kakak iparnya, dan Iin Indriati, keponakannya. Keduanya dirawat karena diduga menderita flu burung. Kadis menderita demam dan panas tinggi. Iin bahkan juga mengalami sesak napas.

Di rumah sakit, Nurip selalu diliputi rasa cemas. Setiap hari ia menanti perkembangan kondisi kedua sanaknya dengan jantung berdebar-debar. Satu-satunya sumber informasi adalah Bainah, yang sesekali keluar dari ruang perawatan Flamboyan tempat suami dan anaknya dirawat.

Sambil meminta dibelikan makanan, biasanya Bainah akan mengabarkan mereka. Namun, Rabu siang pekan lalu, orang yang ditunggu tak kunjung muncul. Nurip khawatir dua kerabatnya itu mengalami nasib seperti Nurrohmah, 13 tahun, dan Endrawan, 4 tahun. Mereka adalah adik-adik Iin yang telah lebih dulu tewas lantaran flu burung.

Kabar yang ditunggu-tunggu akhirnya datang dari Hadi Yusuf, ketua tim dokter penanganan penyakit flu burung RS Hasan Sadikin. Kondisi Kadis dan Iin, menurut dia, semakin baik. Mereka tak lagi mengalami panas tinggi. Iin pun sudah tak menderita sesak napas. ”Dalam dua-tiga hari lagi, mereka bisa pulang,” katanya pekan lalu.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memang mensyaratkan tersangka penderita flu burung baru bisa dipulangkan jika dalam waktu tujuh hari tak lagi mengalami demam dan keluhan lainnya. Kadis dan Iin, berikut Bainah yang sehat, untuk sementara masih perlu diobservasi. Soalnya, mereka pernah berhubungan dengan penderita flu burung.

Berdasarkan hasil pemeriksaan contoh darah di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Nurrohmah dan Endrawan terbukti positif mengidap virus H5N1. Sebaliknya dengan Iin dan Kadis. ”Pemeriksaan terhadap mereka hasilnya negatif,” kata Hariadi Wibisono, Direktur Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Departemen Kesehatan.

Musibah yang menimpa keluarga miskin yang tinggal di Desa Cipedang, Bongas, Indramayu, Jawa Barat, itu bermula pada 2 Januari lalu. Hari itu, seekor ayam bangkok dan enam ayam kampung peliharaan keluarga terlihat lesu dan mengantuk. ”Seperti sedang sakit,” kata Jaonah, 65 tahun, ibu Kadis.

Khawatir telanjur mati, Kadis memutuskan menyembelih ayam-ayam itu. Potongan daging ayam kampung dibagikan kepada tetangga. Sementara itu, keluarga Kadis hanya memakan daging ayam bangkok. Sampai beberapa hari kemudian mereka masih sehat-sehat saja.

Lalu, pada 9 Januari malam, saat gema takbir Idul Adha berkumandang, Nurrohmah dan Endrawan menderita demam tinggi dan sesak napas. Esok harinya, seusai salat Ied, Nurrohmah dibawa ke seorang mantri kesehatan di Desa Cipedang. Endrawan yang kondisinya tak separah kakaknya tetap di rumah.

Di tempat mantri kesehatan, Nurrohmah dirujuk ke Pusat Kesehatan Masyarakat Bongas. Namun, karena saat itu hari libur, tak ada dokter dan perawat yang bertugas. Gadis kecil itu akhirnya dibawa kembali ke rumah. ”Kami pikir hanya demam biasa, jadi dikasih obat warung aja,” kata Jaonah.

Tiga hari kemudian, Nurrohmah baru dibawa ke Puskesmas. Dari sana dirujuk lagi ke Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu. Namun, jiwanya tak tertolong. Keesokan harinya, ia meninggal dunia.

Gejala penyakit yang dialami korban menarik perhatian petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu. Mereka langsung mendatangi rumah Kadis. Di sana mereka mendapati dua orang anggota keluarga itu, Endrawan dan Iin Indriati, juga tengah sakit. Keduanya langsung dibawa ke RS Hasan Sadikin.

Setelah sempat dua hari menjalani perawatan di ruang isolasi khusus penyakit menular, Endrawan akhirnya menghembuskan napas terakhir. Pada hari yang sama, Kadis mengalami panas tinggi. Ia lalu dibawa pula ke RS Hasan Sadikin.

Meninggalnya Nurrohmah dan Endrawan menambah deretan kasus cluster—terjadi bersamaan dalam suatu keluarga atau lingkungan tertentu—flu burung di Indonesia. ”Ini kasus cluster yang kelima,” kata Hariadi (lihat Galur Maut dalam Keluarga).

Menurut Tato Suharto, ketua tim pemantau flu burung Departemen Kesehatan, sumber penularan virus dalam kasus cluster tersebut berbeda-beda. Ada yang diperkirakan berasal dari pupuk kandang. Ada juga lantaran kontak dengan unggas yang mengidap penyakit maut itu. ”Belum ditemukan adanya penularan dari manusia ke manusia,” ujarnya.

Ihwal virus yang menyerang keluarga Kadis, Tato menduga berasal dari ayam peliharaan. Kesimpulan itu diperoleh setelah tim surveilans melakukan penelitian di rumah Kadis. Di sana, tim menjumpai ayam peliharaan keluarga yang sakit. Ada pula yang mati mendadak.

Sampel darah unggas itu kemudian diperiksa di laboratorium Departemen Pertanian di Cikole, Lembang, Bandung. Hasilnya, ayam ternak Kadis positif terjangkit virus avian influenza jenis H5N1.

Kendati begitu, Tato menampik kemungkinan virus masuk ke tubuh melalui daging ayam yang dimakan. ”Kalau sudah dimasak dengan benar, nggak masalah,” ujarnya. Ia memperkirakan virus masuk dari percikan debu langsung dari ayam sakit.

Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu, Kusnomo Tamkani menjelaskan, dari 30 ekor ayam kampung, satu ekor ayam bangkok, dan 10 ekor bebek milik Kadis, ada 15 ekor yang mati mendadak secara bersamaan.

Kebersihan lingkungan di sekitar rumah Kadis juga kurang baik. Di dalam rumah berukuran 5 x 7 meter yang beralas tanah itu, hanya ada dua kamar dan satu ruang tamu. Tak ada kakus. Di depannya ada selokan yang airnya menggenang. Di sisi kiri rumah terdapat kandang unggas.

Kebiasaan keluarga itu memasukkan unggas peliharaan ke dalam rumah di malam hari juga mempermudah penularan virus. ”Ibaratnya, keluarga Kadis tidur dengan ayam,” kata Tato. Sehingga, mereka kontak terus-menerus dengan ayam yang sakit. Belum lagi bila mereka memegang ayam yang sakit atau mati mendadak, kemudian menyeka hidung yang gatal dengan tangan telanjang. Akhirnya, virus bisa saja masuk ke tubuh mereka.

Lis Yuliawati, Ahmad Fikri (Bandung), Ivansyah (Indramayu)


Galur Maut dalam Keluarga

Berjangkitnya flu burung dalam tubuh manusia mulai terdeteksi di Indonesia pada Juli tahun lalu. Sejak itu korban terus berjatuhan. Berdasarkan pemeriksaan contoh darah di Balai Penelitian dan Pengembangan, Departemen Kesehatan, dan laboratorium Organisasi Kesehatan Dunia di Hong Kong, tercatat sudah 19 orang yang terpapar virus maut itu; 14 orang di antaranya tak tertolong.

Di antara korban virus avian influenza terdapat lima kasus cluster. Artinya, virus menyerang lebih dari seorang dalam keluarga atau lingkungan tertentu. Kelima kasus tersebut adalah:

Iwan Siswara dan dua anaknya

  • Keluarga ini tinggal di Jalan Pondok Cempaka, Vila Melati Mas, Serpong, Tangerang.
  • Iwan Siswara meninggal pada 13 Juli 2005. Sehari kemudian, anaknya, Sabrina Nur Aisah, 8 tahun, juga meninggal. Sebelumnya, Thalita Nurul Azijah, 1 tahun, lebih dulu meninggal pada 9 Juli.
  • Keluarga ini diperkirakan tertular virus maut lantaran bercocok tanam menggunakan pupuk kandang.

Rini Dina dan keponakannya

  • Korban beralamat di Jalan H. Radin No. 13 RT 01/03, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
  • Rini Dina, 37 tahun, meninggal dunia pada 10 September 2005. Namun, keponakannya, Firdaus Heru Priambodo, 9 tahun, yang juga terpapar virus avian influenza, bisa disembuhkan.
  • Virus maut diduga menular akibat kontak dengan unggas yang mati atau lewat pupuk kandang.

Ina Solati dan adiknya

  • Mereka tinggal di Kebon Manggis, Ciledug, Tangerang.
  • Ina Solati, 19 tahun, meninggal dunia pada 28 Oktober 2005. Walau terinfeksi virus yang sama, adiknya, Ilham Kholid Junaidi, 9 tahun, berhasil sembuh.
  • Virus diduga menular dari ayam-ayam mati yang dibuang sembarangan di kubangan belakang rumah mereka.

Hendriansyah dan adiknya

  • Korban merupakan warga Desa Binjai, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Tanggamus, Lampung.
  • Hendriansyah, 21 tahun, dan adiknya, Hasdiansyah, 5 tahun, terpapar virus flu burung, namun sekarang mereka sudah sembuh.
  • Mereka diduga tertular virus dari ayam peliharaannya yang mati mendadak.

Nurrohmah dan adiknya

  • Mereka tinggal di Desa Cipedang, Kecamatan Bongas, Indramayu, Jawa Barat.
  • Nurrohmah, 13 tahun, meninggal dunia pada 14 Januari 2006. Tiga hari kemudian, adiknya, Endrawan, 4 tahun, juga meninggal.
  • Diperkirakan, mereka tertular virus dari ayam peliharaannya yang sakit dan ada yang mati mendadak.

Lis Yuliawati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus